Sabtu, 28 Desember 2013

The Great Rendezvous

Hari ini aku dan adik berkumpul bersama keluarga di Batu, di rumah pakpoh Ibnu. Ini adalah moment yang sangat-sangat langka, karena keluarga paman Sis yang dari Blitar kesana, dengan nenek dan kakek yang ikut rombongan keluarga beliau. Keluarga paman Sis dan pakpoh Ibnu dari dulu memang ibarat api dan asap. Keduanya punya idealisme masing-masing, dan karena itu, mereka jadi saling salah paham, sehingga selama ini kedua keluarga ini jarang sekali berinteraksi. Bukan karena jarak, karena tiapkali lebaran atau liburan mudik lainnya, kedua keluarga ini jarang bersamaan saat mengunjungi nenek. Kalaupun bersamaan, kedua pamanku ini tak pernah banyak bercakap-cakap. Anak-anaknyapun demikian. Mereka tidak akrab samasekali. 
Setelah sekian lama, kedua keluarga ini mencoba untuk saling mengenal satu sama lain. Mereka kian akrab, dengan proses perlahan di setiap kesempatan bertemu. Hari ini adalah puncak dari keakraban kami semua. Hari ini semua bersatu. Paman Sis rela jauh-jauh datang dan mengambil resiko menghadapi kemacetan panjang demi mengunjungi satu sanak di kota apel. Kunjungan yang begitu fenomenal bagiku ini adalah moment besar bagi keluarga kami semua. Aku bersukacita, sebab aku jadi lebih nyaman dengan keadaan yang damai dan hangat di keluarga besar kami. Aku bangga; kedua paman hebat ini akrab.

Jumat, 27 Desember 2013

Kita Musti Gembira, Ya!

Perkenalkan, ini motorku, The Interceptor. Namanya menyerupai nama kapal di film Pirates of  Caribbean. Aku suka nama ini karena, biasanya, kala berkendara aku selalu dapat mendahului motor-motor cepat lainnya karena kecepatan dan kekuatan si motor ini.
Sore ini, kami jalan-jalan. Di kost begitu membosankan, karena langit-langit dan tembok yang hambar. Aku juga sedang tidak begitu bersukacita, tadi, karena ibu sakit. Sedih rasanya, di tengah kesulitannya beliau sakit. Oleh karena itu, aku merasa perlu menghibur diri. Kupikir, tidak seharusnya aku gundah. Sudah layak dan sepantasnya aku memercayakan ibu pada Frida, adikku, dan kepada pertolongan Tuhan. Kini, aku menghibur hati
; memercayakan harapan pada masa depan; memercayakan kebahagiaan kepada waktu; dan, meletakkan doa-doa dibawah kaki Sang Mahakuasa. 

Rabu, 25 Desember 2013

Betapa Hatiku

"Tiada nada, tiada suara mampu mengungkapkan rasa bahagia tak terkira. Tiada sungai, tiada samudra; mampu tandingi agung cinta-Mu. Lembut hatimu ubah hidupku." Kiranya beberapa syair dari lagu berjudul "Karena Aku Kau Cinta" ini dapat menjadi gambaran tentang apa yang kurasa saat ini. Sungguh aku patut bersyukur pada Tuhan karena di natal yang indah ini, Ia memberikan kebahagiaan; kepadaku, kepada orang-orang di sekitarku, dan kepada dunia yang begitu indah hari ini. Hmm. Engkau perlu tahu; hati ini begitu damai, bahkan ketika suasana di sekitar tidak berkenan di hati, dan bahkan ketika aku harus keluar untuk beberapa urusan ketika hujan deras mengguyur kota ini sepanjang hari ini. 
Perasaan ini bernaung sejak kemarin malam. Aku ikut ibadah misa di gereja langsep. Ibadahnya begitu agung dan megah. Lagu-lagu mengalun begitu syahdu, di malam yang meriah itu. Sungguh suasana yang begitu hangat dan damai, hingga aku lupa segala beban dan masalah. Hmmm. Engkau mungkin perlu tahu bahwa "Hmmm" yang kutulis di setiap pengalaman indah berarti berjuta kedamaian yang tak bisa diucap dan ditulis. Aku juga senang, karena keluarga besar wisma di Jedong(tempat tinggalku saat ini) merayakan hari ini dengan penuh kehangatan dan sukacita. Oleh mereka, aku diberi bingkisan dan spaghetti, dan juga minuman ronde. Hmmmm. Puji Tuhan!
Dari ibadah yang agung dan segala keramahan hari-hari ini, aku mendapatkan sebuah pesan; bahwa aku perlu menjadi lebih bersih. Hati ini sepatutnya kujaga supaya Tuhan selalu mendapatkan ruang, sehingga kedamaian akan berlama-lama tinggal dalam diriku. Hmmm, lagi-lagi. Aku begitu senang. Semoga engkau juga senang, ya. ^_^

Selasa, 24 Desember 2013

Ada Apa dengan Natal?

Ada apa dengan natal? Beberapa tahun belakangan ini aku dan sekeluarga selalu ditimpa masalah. Pagi ini kami susah sekali. Betapa susahnya menerima kenyataan-kenyataan. Saat ini pikiranku dipenuhi berbagai hal. Penyesalan, kegusaran, kemarahan, dan segala hal yang dapat membuat setiap orang ingin berteriak keras.
Ada apa dengan natal? Bisakah kami sekeluarga menikmati natal bersama tanpa problema? Hmm. Sungguh, aku sulit menerima kenyataan saat ini, detik ini. Okay, because nothing goes right, I will go to bed! Aku tidur saja. Pikiran ini harus tenang saat menyambut ibadah misa di gereja nanti malam.

Senin, 23 Desember 2013

Tentang Keindahan Mempesona

Pagi ini, Malang diliputi kabut tipis dan rintik-rintik gerimis. Suasana yang indah, tentunya. Enak sekali rasanya mandi, bersih-bersih, lalu berdiam diri di kamar sambil berselimut. Nimbrung obrolan teman-teman di Line sambil menikmati secangkir susu hangat sehangat perasaan saat ini; oke banget! Saat obrolan mulai sepi, aplikasi bluestack ditutup, dilanjutkan dengan main FIFA 13. Berkarir sebagai pemain sepakbola kelas dunia di klub PSG; menjadi pencetak gol terbanyak dan pemain muda terbaik. Hmm, sungguh menghibur! Ketika sudah bosan dengan FIFA, game GTA San Andreas memanggil-manggil karena gatal untuk dimainkan. Sangat menyenangkan waktu santai seperti ini. Bukankah meskipun seseorang sedang dalam problema hidup bukan berarti ia tak bisa menikmati indahnya santai?
Terlepas dari semua itu, menjelang siang aku harus keluar untuk membayar biaya kuliah di bank. Saat menembus rintik-rintik hujan, kunikmati pemandangan bukit-bukit di ufuk utara yang samar-samar tertutup kabut tipis. Jalanan begitu sepi. Di kejauhan, tampak kota Malang dari Sengkaling hingga ujung timur; begitu mempesona. Aku terdiam terus sepanjang pagi ini, menatap sekelilingku. Di bank, kuhiraukan keramaian dengan menikmati suasana sekeliling. Aku benar-benar sedang berada dalam diri sendiri. Keindahan-keindahan yang mempesona ternyata ada dimanapun!

Sabtu, 21 Desember 2013

Hidup Itu Fleksibel!

Hidup itu sungguh sangat fleksibel. Hari ini cuaca cerah dan mendung bergantian muncul. Hal yang sama terjadi padaku. Di tengah-tengah rasa nyamanku akan hidup ini, lagi-lagi, sebuah masalah keluarga datang menerpa. Aku tak enak menceritakannya secara detil. Ini tentang ibu dan adikku. Mereka berdua menghadapi hal berat kemarin. Aku sangat menyayangkan, setiap kali ada masalah, ibu dan adik serasa berjuang sendiri. Di kota besar ini, umumnya sangat sulit mendapat kenalan akrab, ketika seseorang bekerja dengan sangat rutin dan terikat oleh suatu lembaga. Syukurlah, Tuhan selalu memberi 'orang baik' yang siap menolong mereka berdua. Di tempat itu, seorang dokter yang amat baik menemani jalan mereka. Dokter itu menolong, dengan sabar dan rendah hati, mencoba menemukan jalan keluar dari persoalan. Hmm, aku dan ibu begitu jauh. Aku senang ada yang menolongnya. Kini aku begitu bergelora dan bersemangat untuk segera menuntaskan kuliahku. Ketika lulus, aku siap berangkat kemanapun. Aku siap pergi jauh demi keluargaku. Semoga rahmat dan berkat Tuhan menyertaiku. 
Untuk engkau yang membaca ini, semoga keluargamu diberkati Tuhan! Amin.

Kamis, 19 Desember 2013

Kemarin

Kemarin, kawanku Mimir bercerita suatu hal yang membuatku sangat bahagia. Ia berbisik bahwa Magna ternyata juga gemes denganku. Kata Dewi, sahabat dari Mimir ini, kami berdua itu sama. Saling gemas satu sama lain. Kalau perasaan, mungkin juga sama.
Mimir bercerita banyak tentang Magna kemarin itu. Ohya, kemarin itu hari terakhirku di kampus untuk tahun ini, semester ini. Hmm. Aku tak bertemu dengan Magna dan kawan-kawan semua untuk beberapa waktu lamanya. Diatas semua itu, aku begitu bahagia saat ini. Ada harapan. Besar sekali, harapannya. Kami saling gemas satu sama lain. Semoga, jika disana ada perasaan yang sama, keduanya dapat dipertemukan suatu hari.

Sapaan Untuk Handai Taulan

Halo sahabat-sahabat. Pada kesempatan ini aku menyapa kalian semua, wahai sahabat-sahabat semasa SMAku. Hai Stanlee, Denta, Tomi, Dwika, Ivo, Aldo, Ovan, hmmm..dan semua! Aku sangat bahagia saat ini, bro! Tuhan begitu baik, menempatkanku di kelas D jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang. Disana, aku punya teman-teman baik; sangat baik. Sungguh, ini tak terjelaskan. Intinya, kelas itu menyimpan segudang kenyamanan dan keceriaan. Dan...lagi-lagi tak terjelaskan. Sungguh, ada beribu rasa dalam sanubariku. Karena aku sedang bahagia inilah, aku menyapa kalian. Bagaimana kabar? Aku sangat berharap kalian juga menemukan zona persahabatan yang seindah ini. Aku tahu, beberapa dari kalian tidak bahagia saat ini. Aku berdoa dari sini, kawan. Untuk kalian semua, tak akan kulupakan keceriaan dan duka bersama masa lalu. Semoga kalian bahagia, kawan!

Senin, 16 Desember 2013

Seharian Di Kantin

Siang ini, setelah menyelesaikan ujian akhir salah satu mata kuliah, kawan-kawan mengajak makan di pujas, karena nanggung rasanya jika langsung pulang. Kala itu hujan turun dengan derasnya, hingga menjebak kami di kantin berjam-jam. Ada Mimir, Encee, Ran, Dewi, Fisa, dan kami the guys of GG alias Manyun, aku, Rendi, dan Oni. Para cewek sebelumnya duduk di pinggiran. Kala hujannya jadi tambah deras, mereka merapat ke meja GG guys. Di tengah derasnya hujan, kami ngobrol tentang banyak hal. Suasana yang begitu nyaman nan aman. Ngomong-ngomong, bersama teman-teman adalah salah satu zona nyaman yang paling aman dalam hidupku saat ini. Aku suka sekali, kala Encee, teman kami yang mungil nan bijak, bertutur sepatah-dua patah kata pada GG guys. Senang sekali mendengarkan pendapat teman-teman lain tentang diriku. Aku juga senang, kala obrolan kami melantur kepada hal-hal yang bersifat pribadi; sangat pribadi. Kami telah begitu dekat, hingga kami tahu apa yang tersembunyi dalam diri yang lain. Tak terkecuali tentang perasaanku saat ini. Awalnya, aku terus menyembunyikannya, keterpesonaanku akan satu teman yang bernama Magna. *Jika engkau familiar dengan bahasa Latin, maka engkau  tak akan kesulitan menebak siapa nama aselinya. 
Saat hujan bertambah deras dan matahari semakin menurun di ufuk barat, satu dari kami mengajak main "Truth or Dare." Ini adalah permainan yang begini; sebuah penunjuk diletakkan di tengah-tengah. Kami duduk melingkar. Benda penunjuk diputar, dan bila penunjuk mengarah pada salas satu dari kami, maka ia harus memilih Truth atau Dare. Truth adalah berani menjawab pertanyaan-pertanyaan dari teman lain, sekalipun privasi. Dare berarti berarti berbuat seperti yang diminta peserta lain. 
Permainan dimulai. Aku punya catatan buruk setiap kali bermain ini. Benar saja, aku kena lima kali, paling banyak dibanding yang lain. Berhubung suasana tidak mendukung, maka aku harus memilih "truth" yang berarti teman-teman bebas bertanya apapun tentang diriku. Dan,,,terbukalah rahasia tentang keterpesonaanku pada Magna, seorang teman sekelas kami. Ya, aku sudah lama suka Magna ini. Sejak pertamakali bertemu, dan seterusnya hingga kini. She's the first and lasting! Perasaan itu hidup, mengailir dalam hati dan memberi warna setiap hari. Aku tak kunjung mengungkapkannya, karena aku pikir, aku sudah merasa sangat nyaman menjadi temannya. Beberapa alasan lain yang juga tak kalah kuat membatasi ruang gerakku. Aku memang sengaja melakukan ini, karena tidak ingin semua hal indah yang telah ada menghilang.  
Ya, sampai disini saja keterkagumanku padanya.
Ia begitu dekat beberapa hari yang lalu. Damai sekali hati ini kala menyebut namanya. Namun, untuk saat ini aku terdiam dalam permenungan; tentang  benarkah apa yang kulakukan ini. Aku menjadi takut dan terpuruk, teristimewa setelah mengungkapkan hal ini dalam "Truth or Dare" hari ini. Magna, apakah hanya akan sejauh ini tentangku dengannya. Sungguh, aku terdiam. Dalam perjalanan pulang ke kost, tubuhku serasa mati rasa. Aku begitu lemas. Disamping aku pulang dengan perasaan senang sehabis bercengkrama ria, aku merasakan kegundahan siap mengepung diriku malam ini. Kegundahan tentang sikapku dan Magna. Hmmm..entahlah, bagaimana kelanjutannya.
Game "T dan D" itu sungguh mengasyikkan dan mempererat, namun begitu mendebarkan jika engkau punya keberuntungan yang tidak baik. Seorang teman hari ini harus mengungkapkan bahwa ia mengagumi si X, yang pada saat itu ada di situ bersama kami. Sungguh, bukan aku saja korban T dan D sore ini.

Rabu, 11 Desember 2013

Feel The Affection Of People Around You

Salah satu hal paling berat bagi anak kost mungkin adalah ketika sakit. Semalam, aku tak bisa tidur gara-gara sakit magg yang menyerang dengan buas. Perut terasa ditusuk-tusuk jarum, sama persis dengan awal gejala tipus. Pagi hari, aku keluar untuk cari obat magg dan beberapa roti, dan mengambil pakaian di penjahit langganan. Aku bertemu pak Salome. Ia adalah orang terdekat di tempatku ini. Karena dia, pagi ini aku dipenuhi rasa syukur karena orang-orang di sekitarku. Pak Salome mengenal si penjahit, dan semua menjadi begitu akrab. Aku semakin akrab dengan orang-orang di sekitarku, dan ini membuatku merasa dicintai. Kehadiranku, dan setiap sapa setiap hari rasanya selalu dinantikan mereka. Hmmm...sungguh damai hati ini. Disamping perutku yang terus sakit, aku bersyukur sepanjang pagi.
Selanjutnya, aku begitu lelah mengerjakan presentasi. Oleh karena itu, kuputuskan untuk segera menyelesaikannya, lalu tidur dan bangun kembali jam 11 untuk berangkat kuliah. Seluruh badanku terasa remuk. Namun, ada banyak tanggungjawab hari ini. Dengan dipenuhi rahmat, kulewati ujian akhir mata kuliah Complex Grammar, presentasi Reading, dan Telling Story di kelas Speaking. Semua berjalan sangat sempurna. Tuhan telah mengatur sedemikian indah, rupanya. Aku melampaui ketiga tantangan besar diatas, dengan perjuangan menahan demam pada tubuh. Sungguh, kini, aku begitu bersyukur bisa kembali dengan pikiran tenang. Tuhan telah mengatur ini sedemikian indahnya. Aku sakit. Tubuhku serasa remuk. Badanku menggigil kedinginan. Namun, Tuhan berkehendak supaya dengan rasa sakit ini aku bisa sadar bahwa aku seharusnya tidak banyak berbuat dosa; dan supaya aku sadar akan kehadiran orang-orang di sekitarku. 

Selasa, 10 Desember 2013

Tentang yang Tersirat

Saat ini, aku tengah merasakan salah satu hal indah dalam hidup. Ini tentang teman. Ini tersirat, dan sulit untuk dituliskan. Tentang perasaan yang tengah dilimpahi damai dan kehangatan. aku mencintai teman-teman, semuanya, tanpa terkecuali yang paling menjengkelkan sekalipun. Ketika berada di tengah-tengah mereka, senang sekali rasanya. Perasaan yang sama ketika aku masih kelas tiga di angkatan St. Joseph, seminari Garum, Blitar.
Ketika pulang kuliah, biasanya hujan mengguyur kota ini dengan dera air yang melimpah. aku dan teman-teman biasanya sambil menunggu hujan, ngobrol-ngobrol dan bercanda. Sekali lagi, ini adalah suasana yang tak terjelaskan. Pokoknya,  senang sekali mengalaminya. Di kala dunia tengah diguyur hujan dan hawa dingin, kami bercengkrama dalam kegembiraan. Sungguh, suatu hal yang sangat menyenangkan!

Saya Kembali

I have back. Saya kembali. Akhir-akhir ini adalah masa-masa tugas akhir dan UAS. Hmm, UAS. Waktu berjalan sungguh sangat cepat. Minggu-minggu terasa sangat pendek. Hari ini, ada dua mata kuliah yang harus  kuhadapi. Keduanya ini sudah menjadi belenggu sejak awal semester. Entah mengapa, kelas di jam 7-8.45 dan 8.45-10.30 ini sangat tidak kusukai. Hari ini mungkin akan jadi awal untuk menyelesaikan semua kesibukan. Semoga semua berjalan indah sesuai rahmat-Nya. Semoga harimu baik!

Senin, 25 November 2013

Keraguan versus The Killers

Perasaan lelah dan bosan bercampur menjadi satu di semester ini. Ternyata kuliah itu, meski tak serutin sekolah, melelahkan. Ditambah, apabila dosen begitu sibuk hingga harus sering melakukan pergantian jadwal. Kadang-kadang, saking sibuknya dosen, aku dan teman-teman sekelas harus kuliah di hari dimana kebanyakan mahasiswa sudah libur. Sangat melelahkan, sangat menyebalkan! Tidak beruntung; semester ini kelasku diajar dosen-dosen yang supersibuk, sehingga jadwal tak menentu, materi menumpuk di belakang. Hmm... tantangan semester tiga ini benar-benar melelahkan, menurutku. Semangat kuliah tak jarang mulai luntur. Seperti pagi ini, entah kenapa aku benar-benar malas berangkat ke kampus. Ingin sekali rasanya menikmati hari ini dengan bersantai. Namun, semuanya kembali kepada: semangat. Pagi ini, di Line kudapati kawanku mengupdate statusnya begini; "The Killers mboisss". Hmm, sangarr. Untuk kedua kalinya, aku mendapati kawanku bilang The Killers sangar. Teringat akan sang idola ini, segera kuputar lagu-lagu favorit yang biasa kugunakan untuk mengangkat semangat. Lagu 'Human' mengalun begitu syahdu di telinga. Iringan suara strings dipadu instrumen band membawaku ke alam mimpi; mimpi tentang kebebasan. Lagu terus berputar, kurentangkan tangan dan menengadah keatas. Ini adalah caraku mengekspresikan kemenangan. Setiap baris syair mengisahkan kebebasan dan keberanian; aku terlarut dalam suasana. Kesedihan sirna, keraguan pudar, karena kepercayaan akan kemenangan kembali bangkit. Kuserukan tekad untuk menatap hari ini dan mengalahkan rasa bosan dan lelah itu. Jadilah bebas dan patahkanlah belenggu yang mengekang!!!!!!!(Human). Hidup berlanjut!!!!(Viva la Vida).

Minggu, 24 November 2013

Tentang Gaya Hidup

Gaya hidup modern dan tradisional adalah apa yang ingin kutuju. Aku senang sekali dengan gaya hidup kota. Suatu hari, ingin sekali aku berumah di kota ini. ButBy the way untuk sementara keinginan ini meredup karena kejengkelanku pada kemacetan yang kian meraja. Bagaimanapun, bagiku, kota ini menawan sekali. Tinggal di kota besar bernuansa pegunungan: impian!!!(tentu saja dengan harapan kemacetan lebih mereda di masa depan) Bagaimanapun, aku tak menutup kemungkinan jika suatu hari ada kota lain yang lebih mempesona; Bandung, barangkali.
Disamping gaya hidup modern, aku juga ingin hidup seperti layaknya orang desa, orang Blitar, tepatnya. Kehidupan di desa juga tak kalah mempesona. Gotong-royong, kearifan lokal, persaudaraan, dan spontanitas kebaikan akan selalu membikin kangen. Ngomong-ngomong (lagi), aku saat ini tengah rindu berat akan desa karena sudah sebulan lebih tidak pulang. 
Kedua gaya hidup tersebut sungguh merupakan kombinasi yang sangat amat sempuna, menurutku. Hmm, bercerita tentang angan memberikanku semangat hidup. Semoga engkau yang membaca ini kelak bahagia dengan gaya hidup yang pas..! 

Sabtu, 16 November 2013

Nuansa Berkendara

Hari kemarin hujan berkuasa satu hari penuh. Pagi ini, matahari sepertinya cerah. Belum yakin, sih, karena jendela kamarku belum kubuka. 
Musik pengawal hari ini adalah satu album penuh Cardiology. Benar-benar mengangkat. Sambil memikirkan apa yang ingin kulakukan di akhir pekan nan indah ini, kunikmati nuansa sunyi nan ceria ini. Hmm, bingung juga mau apa hari ini. Bagaimana dengan menikmati album ini dengan berkendara? Berkendara ke jalur-jalur baru. Nahh, akhirnya aku menemukannya. Baiklah, hari ini, pertama-tama aku akan mencari game dulu di persewaan, mengkopi film-film bagus, dan menikmati nuansa berkendara dengan si kuda baja. 

Semoga engkau juga menikmati akhir pekan ini dengan baik!

Jumat, 15 November 2013

Good Charlotte Lovers

Bertemu seseorang yang memiliki ketertarikan yang sama mungkin bisa jadi hal paling menyenangkan dalam hidup seseorang; apalagi apabila ketertarikan tertentu sangat jarang. Beberapa hari yang lalu aku menemukan seseorang berkata di twitter 'Nostalgia with Good Charlotte's songs'. Ia adalah Niken, teman satu kelas di mata kuliah Formal Speaking. Secara spontan, kubalas tweet itu, karena aku juga fans berat dari band sangar itu. Kemudian, terjadilah percakapan yang lumayan menyenangkan. Ketika di kelas, Niken minta album Cardiology. Itu adalah album terbaru, mungkin, yang susah dicari di internet versi download gratisnya. Kebetulan aku punya beberapa lagu dari album itu. Jadi, aku mendownload beberapa lagu lain untuk dipaketkan ke Niken di kelas hari ini. 
Rasanya begitu menyenangkan kala bertemu seseorang yang berminat sama, apalagi minat yang langka. Jarang sekali orang suka band-band macam Good Charlotte, The Killers, Band of Horses, Pink Floyd, dll. Kebanyakan suka yang booming, seperti Avenged Sevenfold, Green Day, Kaiser Chiefs, Muse, dll. Sejauh ini, aku belum menjumpai seseorang yang juga fans berat dari The Killers. Akan sangat menarik, jadinya nanti. 

Selasa, 12 November 2013

Ayah

Engkau kini tinggal di rumah tua itu sendiri. Engkau lakukan segala sesuatu sendiri, seperti halnya aku menjalani hidup di kota ini. Hujan turun sepanjang sore hari, hawa dingin menusuk kulit kala kuterjang sisa-sisa hujan petang hari. Sesampainya di kediaman, seperti biasa, meski aku tengah menggigil kedinginan, kurampungkan segala sesuatu terlebih dahulu. Mungkin, engkau juga demikian, ayah. Hmm, itu tadi bisa jadi gambaran hidup kita. Dingin memang seringkali kuidentikkan dengan perih kesendirian kala menghadapi saat-saat berat. Syukurlah, aku punya kawan-kawan baik dan menyenangkan. Disana, apakah engkau juga punya kawan-kawan baik? Aku tidak tahu dengan siapa saja engkau bergaul; dan baik atau tidakkah orang-orang di sekelilingmu. Aku harap engkau punya sahabat, atau kawan baik, setidaknya.
Untuk engkau, di hari ayah ini, kupersembahkan doa setulus dan sepenuh iman. Kuselipkan semangatku, supaya engkau tahu bahwa aku senantiasa berusaha berteguh hati seperti engkau. Ayah, siapa yang tak bahagia memiliki ayah yang penuh ketulusan sepertimu.
Untuk engkau yang telah mewujudkan keinginan-keinginanku, dan juga membantuku untuk terus maju, meski engkau harus mengorbankan banyak hal. Hari ini, Rahmat Tuhan bersamamu. Oh, sanubari, kutanam sebuah tekad untuk merubah segala sesuatu di masa depan. Akan kulawan segala tata dan hukum demi kehangatan di rumah tua itu. Kelak, engkau tak akan sendiri lagi di rumah itu. Aku 'kan bawa semua yang meninggalkanmu. 

Minggu, 10 November 2013

Hanya Doa

Banyak perkara yang tak bisa kuhadapi. Aku begitu optimis dan bersemangat kala tidak tertimpa beban duniawi. Kuserukan mimpi-mimpi dan keteguhan hati, namun, di saat tepat mendapat masalah, aku jatuh dan terperosok sedalam-dalamnya. Serasa tak bernyawa; aku mati; mati rasa, mati keyakinan, dan mati akan mimpi-mimpi. Belenggu lagi-lagi membentang dari ufuk asa dan keyakinan. Aku keluhkan segala sesuatu, termasuk takdirku lahir sebagai diriku. Hmm, itulah gambaran hari kemarin yang berat bagi keluargaku. 
Langkahku terseok-seok, bagai prajurit yang kedua lututnya tertembak peluru. Kutoleh ke kanan, kearah sanak dan saudaraku, mengharap bantuan dari mereka; namun tentu saja, mereka juga punya problemanya masing-masing, tak ada waktu pun kesempatan buat menengok jendela lain. Lalu, kutoleh ke belakang dan ke kiri, kearah orang-orang yang lalu-lalang; tapi tentu tidak akan ada harapan; inilah kehidupan kota, tak ada kaitan antara satu bahtera keluarga dengan yang lain. Oh, kerasnya kehidupan! Kutoleh ke depan, kearah mimpi dan harapan, namun pudar. Aku tak bisa melihat depan. Terlalu besar kepedihan ini dibanding semangat impian itu.  Oh, begitu pesimis dan lemah! Akhirnya, kutengadah ke langit yang luas dipenuhi awan-awan hitam. Dari sanalah kulihat harapan. Dia sang pencipta kehidupan, yang telah merencanakan ini semua terjadi. Ya, seharusnya aku menengadah lebih awal, agar harapan tetap menyala. Akhirnya hatiku bisa lebih tenang. Hanya doa yang perlu kulakukan, agar semua ini bisa berubah, seperti halnya yang tersira pada lagu 'Doa Mengubah Segala Sesuatu'.

Sabtu, 09 November 2013

Darkest Hours

Hari ini; arus keras dunia melemparkan keluargaku keluar dari gemerlapnya kehidupan. Kami terpental; jauh dan terpencil di dalam kegelapan terdalam. Kami terpisah. Aku bisa mendengar suara ibu dan adik dari kejauhan, namun tak dapat kuraih tangan mereka karena aku sendiri terjebak dalam sebuah tempat yang bahkan aku tak tahu apakan dataran, atau jurang. Kami bisa berbicara; aku bisa menyampaikan sesuatu dengan berteriak, begitu juga dengan mereka. Namun, itu sangat melelahkan. Satu-satunya cara untuk kembali kepada indanya kehidupan adalah dengan menemukan jalan untuk mendapatkan mereka berdua dan keluar bersama-sama. Tentu saja, untuk bisa mendapatkan jalan, aku butuh cahaya. Apapun. Sekecil apapun. Kadang-kadang, jauh diatas tempatku berpijak, kulihat setitik cahaya. Terkadang, dari titik itu, seolah-olah aku mendengar suara pesta. Ada bermacam-macam suara; orang berbincang, bernyanyi, tertawa, dan tepuk tangan. Suara-suara yang samar-samar, namun membangkitkan asa untuk tetap hidup. Sekarang, masih dalam kegelapan, aku merangkak. Aku dapat melihat, masih sangat samar-samar,  tanganku diterpa sebersit cahaya dari titik mungil di tengah buasnya sang gelap.

Kamis, 07 November 2013

Aku dan Organisasi di Kampus

Kalau mengingat semester satu, yang terlintas adalah kebosanan dan keculunan mahasiswa baru yang masih belum menemukan jati dirinya, atau masih belum tahu bagaimana untuk mengakui dirinya sebagai orang yang indenpenden. Yah, pada masa itu aku masih suka ikut arus. Aku ikuti banyak organisasi. Aku sering bolak-balik kos-kampus memperjuangkan asa untuk mendapat banyak pengalaman. Nahh, namun hasilnya? Lelah. Sumpek. Hasil nyatanya adalah bahwa aku tidak menjadi diriku. Baru di semester dua, aku bisa menjadi aku yang sesungguhnya. Kutinggalkan segala organisasi yang telah kugeluti, karena aku telah menemukan zona pertemanan yang membuatku nyaman berada di kota Malang ini. Sejak saat itu, aku tak pernah ikut organisasi dan memiliki banyak waktu bersama teman-teman. Meskipun begitu, aku merasa sangat berbahagia menjadi anggota IKK di kampusku. Kehangatan persaudaraannya; luar biasa. Meski aku tidak pernah menampakkan diri lagi, aku sangat bangga pernah bersama-sama dengan mereka. Go IKK! 

Jumat, 01 November 2013

Notip, Notip,,

Maklum, ya...beberapa hari belakangan ini aku disibukkan oleh UTS dan presentasi-presentasi. Rasanya tidak nyaman sekali kala pikiran tengah dirundung tugas-tugas dan ujian, sedang seluruh anggota badan sudah bergerak untuk melakukan satu hal: blogging (ngeblog). Oleh sebab itulah, aku tidak serutin yang sudah-sudah. Ohya, kadang ketidakrutinan itu penyebabnya adalah koneksi internet yang mabok. Sebenarnya, sering aku memiliki ide-ide dan permenungan yang ingin ditulis di blog, namun kebanyakan batal tertuang karena dirusak oleh moodku. Moodku rusak karena koneksi yang bobrok. Mood yang rusak membatalkan semua, tanpa memandang bulu, tanpa pamrih membuang ide-ide dan refleksi cemerlang di kepala. Hmm..maklum juga sih, sinyal disini memang seperti ini.

Keinginan Keliling Indonesia

Negeri ini begitu indah. Ingin sekali rasanya bertualang bersama kawan-kawan dekat untuk menjelajahi setiap sudutnya. Suatu saat, atau liburan mendatang, mungkin, aku akan menikmati satu sisi keindahan Indonesia. Sungguh, aku ingin mengunjungi Karimun Jawa, Semeru, Bromo, Lembah Harau, Bunaken, Danau Tiga Warna, Pulau Komodo, dan lain-lain bersama teman-teman. Berhubung beberapa tujuan diatas memerlukan kocek banyak, mungkin aku bisa melakukannya nanti ketika 'kami' sudah berduit. Hmmm...sangat menyenangkan. Pasti mengagumkan. menikmati keindahan-keindahan itu bersama kawan-kawan dekat. Aku berpikir ini, mulai detik ini, jadi agenda penting dalam kalender hidupku. Sungguh, ini agenda penting! Bertualang di nusantara bersama kawan-kawan seperjuangan, menakjubkan!!

*Aku sangat bergejolak kala menulis ini*

Soal Kebingungan Jadi Mahasiswa

Berstatus sebagai mahasiswa Sastra Inggris Universitas Negeri Malang di satu sisi sangat membanggakan, karena hampir semua orang pasti 'wah' kalau mengetahuiku berstatus ini. Mario Teguh, sang motivator fenomenal itupun lulusan Sasing UM juga. Sangat membanggakan! Namun, di lain sisi, aku memanggul beban tentang prospek masa depan. Setelah lulus, jadi apa ya? Pertanyaan ini kiranya jadi teka-teki bagi semua teman sejurusanku. Jawaban pribadiku, setelah lulus, mungkin aku kerja di Korea, seperti om-ku. Mungkin kebanyakan orang menganggap ini pilihan konyol, karena tidak kuliahpun orang bisa kerja di negeri gingseng itu. Bagaimanapun, tujuanku kesitu adalah karena keinginan untuk segera punya rumah di Malang itu sendiri. Selain itu, aku ingin pergi ke tempat yang jauh-jauh.
Sebenarnya, bisa saja aku jadi guru atau pegawai sekret yayasan, atau dan sebangsanya. Namun, minat adalah yang menentukan. Aku tidak ingin hal-hal semacam itu. Bisa saja, setelah lulus, aku jadi penerjemah, atau pemandu wisata. Namun, kedua hal ini masih samar-samar. Aku masih belum tahu banyak tentang keduanya. Untuk sekarang ini, ya, yang sering mengusikku adalah Korea, dan Korea. Aku ingin mengumpulkan banyak uang disana dan membangun usaha disini. Hmmm, ini adalah bayang-bayang masa depan. Ngomong-ngomong, ketika aku berbicara atau berpikir tentang hal itu, aku gemetar, karena tidak lama lagi aku akan menghadapi hal itu: masa depan.
Semoga Tuhan memberkatiku...

Lagu Rohani dan Karya

Akhir akhir ini, lagu lagu rohani memenuhi playlist-ku. Segala romansa dan inspirasi, semua tertuju pada hal rohani ini. Aku merasa terpanggil untuk menciptakan lagu-lagu untuk memuji Tuhan. Menciptakan satu saja, mungkin akan sangat menyenangkan. Namun, itu tak mudah karena aku seringkali kehilangan sense of artist atau romansa seniman kala membuat suatu karya. Kala menulis cerita, kebanyakan masih belum bisa sampai selesai. Kala mencoba menciptakan lagu, selalu hanya reffnya saja. Nampaknya aku kudu mencoba terus dalam hal ini. Bagaimanapun, aku ingin sekali berbagi rasa dan kisah tentang apa yang kualami melalui suatu karya. Satu saja, pasti akan sangat menyenangkan; apalagi kalau bisa dinikmati orang lain; luar biasa jadinya!

Minggu, 27 Oktober 2013

Perjalanan Baru

Perjalanan kembali ke medan perang hari ini terasa jauh berbeda. Pertama, kini tungganganku lebih tangguh dan gagah. Sepanjang jalan, aku tak merasa lelah duduk. Kedua, rasanya aku semakin terlihat lebih besar dengan si klasik itu. Ketiga, kini aku merasa semakin menjadi 'aku'. Ya, sebagai seorang yang suka berkendara, kehadiran motor tangki depan sangat sesuai. Kini aku bisa lebih santai kalau ingin berkendara ke tempat yang jauh. Selanjutnya, aku merasa jadi lebih heroik. Jadi merasa semakin mirip dengan ksatria. Yang terakhir, bapak semakin mencintaiku. Ia, selain bangga dengan diriku yang beda dari pemuda-pemuda biasa, juga senang sekali bisa mewujudkan keinginanku memiliki motor GL Max. Aku juga semakin mencintainya. Ia sangat berarti bagi keseluruhan hidupku. Luka masa lalu tiada henti mengusik, namun cinta bertahan lebih lama dari apapun yang tidak baik. Aku rasa aku pernah mengatakannya pada pos yang lama. Bagaimanapun, dengan hadirnya GL Max, perjalanan baru dimulai. Perjuangan berlanjut dengan kekuatan yang baru pula.

Safe Haven

Judulnya sama persis dengan film Hollywood; tapi aku sedang tidak berbicara tentang film. Aku ingin berkata beberapa hal tentang rumah dan desaku. Bagiku, kini, desa adalah tempat paling nyaman. Hal ini terbukti setiap kali aku harus kembali ke Malang, rasanya berat sekali meninggalkan kehidupan yang damai disana. Berat sekali meninggalkan bapak, nenek, kakek, Belle si anjing kecil dan juga Blacky, dan semua handai taulan; seperti sore ini. 
Hari ini terasa cepat sekali. Rasanya waktu tidak adil kala sedang bersama dengan orang-orang tercinta. Rasanya, aku baru saja mengobrol dengan pak Harto, tetanggaku; eh, nyatanya aku sedang berada di kamar kost mengetik baris kalimat ini. Rasanya aku baru saja beramai-ramai ikut rombongan ke kantor desa untuk menyoblos kepala desa periode kedepan, eh, nyatanya aku barusan berlatih presentasi untuk besok. Hmm, mau tidak mau, hidup harus berlanjut. Aku harus keluar dari zona aman dan nyaman di desa untuk beradu di kota. Hmm, aku berkata 'zona aman' dan sadar bahwa untuk menggapai sesuatu, kita terkadang harus mengorbankan kebahagiaan pribadi kita. Nahh, lagi-lagi Viva la Vida! Sekalipun engkau sehari dalam kehangatan dibawah atap rumah dan sebulan dalam kegentaran dan kerasnya medan perjuangan, hidup harus berlanjut. Viva la Vida, pembaca!

Jumat, 25 Oktober 2013

Para Penggugah Tawa Memiliki Tanggungan Lebih

Senang sekali rasanya menjadi bagian hidup dari orang-orang yang memiliki hidup yang luar biasa. Langsung saja, menuju ke kawan paling dekatku. Ia berkepribadian sanguinis(menurutku), atau orang yang suka bercanda dan membuat orang lain tertawa. Ya, dari dulu ia adalah sosok yang amat ceria dibanding teman-teman lain seangkatan. Setiap tawa teman-teman satu kelas (dulu SMA), dalam satu hari, aku yakin, kalau dipersentasikan, 85% berasal dari sang kawan ini. Rasanya Tuhan menciptakan dia sebagai sang berhati teguh yang sangat berarti untuk membuat orang lain bahagia. Namun, tahukah kamu, dibalik keceriaannya, beribu duka bersembunyi dibalik setiap gelak tawa dan raut kebahagiaan di wajahnya. Ia bukanlah orang yang berkehidupan penuh dengan kebahagiaan, tetapi justru banyak beban dan tanggungjawab. Entah bagaimana sang kawan bisa tetap membuat yang lain bahagia. Sungguh, ini diluar kepalaku. Aku tidak habis pikir ia bisa bertahan, bahkan penuh semangat menjalani hidup ini. Luar biasa!
Sama halnya sang kawan, di kelas, Oni adalah penggugah keceriaan. Ia juga sanguinis. Setiap hari, pokoknya ada Oni di kelas, pasti nggak akan sepi sedikitpun. Keberadaan Oni ini sangat berarti dalam kehidupan perkuliahan dan juga seluruh hidupku itu sendiri. Aku jadi semangat, sekalipun sehari harus menghadapi jadwal padat kelas. Sesekali, ia jadi inspirator dan motivator. Great! Ia begitu spontan dan gokil. Namun, sekali lagi, aku berpikir mungkin sang kawan ini menyimpan kepedihan di lubuk hatinya. Mungkin, dibalik setiap tawa dan gurauannya, tersembunyi rasa pedih. Ia hidup dengan ayahnya seorang. Ibunya telah lama pergi. Ayahnya sangat baik; ini anugerah besar yang bisa jadi hadiah Tuhan untuk keteguhan hatinya. Dan kini, ia masihlah si penggugah tawa; untuk aku, Manyun, Rendi, dan semua teman. Ia, keteguhan hatinya, mengagumkan!
Dua kawanku ini kiranya cukup memberi bukti bahwa hidup ini masih bisa diperjuangkan. Masih ada hal yang lebih baik untuk dilakukan untuk mengatasi kepedihan. Bukti bahwa narkoba, pergaulan bebas, dan geng liar bukanlah pelarian yang benar. Pelarian yang benar adalah persahabatan. Solusi yang benar adalah menjadi bahagia dengan membuat yang lain bahagia, mungkin kedua kawan ini pernah berpikiran begini. Hidup sejatinya perlu diperjuangkan. Hidup harus dilukis, agar menjadi indah.
Sebagai penutup, aku ingin berterimakasih pada kedua kawanku ini. Kehadiran mereka berdua adalah anugerah terindah dari Tuhan. Pembaca terkasih, marilah kita perjuangkan hidup ini, seperti mereka, yang dengan cara mereka sendiri membuat keindahan menakjubkan pada hidupny dan hidup orang lain.

Tentang Pernikahan Dini

Sehari yang lalu, ketika hendak pergi ke kampus, jalan sedikit tertutup karena ada pesta perkawinan. Ada dua pesta. Saat itu, yang terlintas dalam kepalaku adalah tentang perkawinan itu sendiri. Perkawinan; apa rencanamu tentang perkawinan? Di umur berapakah engkau akan menikah? Berbagai macam pertanyaan bertema sama berulangkali mondar-mandir dalam pikiranku. Akupun sempat teringat akan beberapa kabar mengejutkan yang kudengar kala terakhir kali aku pulang kampung. Devi, tetanggaku yang umurnya lebih kurang tiga tahun dibawahku, sudah punya anak. What the heck! Aku dulu terkejut saat pertamakali mendengar kabar itu. Hmm, kalau si Devi di usia itu sudah menikah, lantas tidakkah ia punya mimpi-mimpi untuk diraih? Apakah ia berpikir bahwa tujuan hidup hanyalah untuk KAWIN? Tidakkah ia tahu bahwa ia bertanggungjawab untuk mengangkat derajat keluarganya? Oh, sangat amat disayangkan, bukan? Menikah di usia dini bukanlah pilihan baik dalam hidup ini. Ohya, ngomong-ngomong bukan Devi saja. Beberapa hari kedepan, tetanggaku yang usianya tiga tahun diatasku, akan menikah. Beberapa pemuda dan pemudi lainnya telah dan akan menikah. What a suck, man! 
Melihat realita ini, aku jadi bersyukur. Bersyukur bahwa aku adalah orang yang beda dari pemuda-pemudi seumuranku di desaku. Aku idealis; punya pandangan sendiri mengenai bagaimana hidup ini seharusnya. Aku punya visi; sebuah visi yang jauh kedepan. Aku tidak memikirkan perkawinan untuk jarak yang dekat. Perkawinan itu masih jauh. Nanti, ketika aku telah meraih kemenangan yang kuidam-idamkan. Aku punya banyak teman di kota, di luar kota, dan di luar negeri bahkan; berbeda dengan kebanyakan kaum muda disini. Kini, kuingin berjuang dan berdoa supaya aku dapat menapakkan kakiku ke titik yang amat jauh dari tempatku berdiri sekarang. Hidupku masih panjang, langkahku masih jauh; kebebasanku masih perlu dipakai untuk melewati petualangan dan tantangan yang beraneka ragam. Aku; aku tidak akan menjadi seorang ayah sebelum menjadi bohemian sejati.  Tuhan memberkatiku. Amin. Tuhan memberkati pembaca. Amin. 

Kamis, 24 Oktober 2013

Tentang Energi Positif

Orang yang dalam hidupnya harus menanggung beban berat, menurutku ada dua macam, yakni; mereka yang karena beban-beban hidupnya memutuskan untuk terjerumus kedalam kegelapan, dan mereka yang berani memutuskan untuk tetap berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Tak perlu mengambil banyak contoh; kita lihat saja para pemuda berandalan, pecandu narkoba, orang-orang yang nekat bunuh diri, atau gadis-gadis remaja yang sudah menjajakan dirinya; mereka kebanyakan terjerumus kedalam sisi kelam dunia karena menanggung beban-beban berat hidupnya. Menurutku, sebenarnya mereka masih bisa bertahan, atau hidup selayaknya, sebab, kupikir, sejatinya manusia diciptakan untuk bahagia. Tuhan menciptakan mereka untuk menjadi makhluk yang bahagia. Tugas manusia hanyalah menemukan kebahagiaan itu sendiri. Mereka yang telah disebut diatas mungkin belum atau tidak bisa menemukan kebahagiaan mereka.
Di sisi lain, beberapa penanggung beban berpikir positif dengan melakukan hal-hal yang berguna di tengah terjalnya kehidupannya. Mereka menanamkan sebuah visi untuk kehidupan yang baik di masa depan. Seseorang dengan latar belakang keluarga broken home bermimpi untuk membangun keluarga yang baik dan penuh kehangatan di masa depannya, tidak seperti orangtuanya.  Seseorang yang selalu dihina-hina dan diremehkan, bermimpi untuk menjadi orang kuat dimasa depan, untuk membungkam mulut-mulut tak berguna tersebut. Seseorang yang peruntungannya buruk, berusaha dengan segenap keberaniannya mengadu nasib di kota besar. Mereka semua berjuang, dengan cara dan keyakinan mereka masing-masing. Mereka berperang dengan rasa sakit, kebencian, dan kemalangan. Mereka berjalan dan terus berjalan, diiringi manisnya indah persahabatan, cinta, dan kemungkinan-kemungkinan mewujudkan impian. Merekalah calon-calon bukti bahwa kehidupan yang kurang baik masih bisa diperjuangkan. Merekalah calon orang-orang berguna bagi bangsa dan tanah air ini. 
Aku ingin mengucap seribu salam hangat pada mereka semua, mereka yang hingga kini masih berjuang diantara kenyataan dan harapan. Untuk mereka yang berani melawan kemalangan dan kepedihan, kuserukan kata-kata penyemangat, bahwa mereka tak sendirian. Untuk mereka yang tengah berjuang sendirian di tengah dinginnya malam berbadai, kuberikan pelukan terhangat tanda persaudaraan. Ya, kita semua sama. Kita saudara. Marilah, mari, wahai kawan para pengelana yang menanggung beban-beban berat, kita percaya pada harapan, persahabatan, dan cinta. 

Selasa, 22 Oktober 2013

Kembalinya Kesejukan dan Angan Yang Makin Hangat

Aku selalu mengalami pertemanan yang menyenangkan. Hmm, sayang, aku tak menceritakan pengalaman-pengalaman bertemanku di kampus sejak awal. Kurasa bercerita tentang hari ini bisa jadi awal yang bagus. Baik; hari ini Malang kembali dingin karena hujan mengguyur lagi kota berpagar gunung ini dua hari belakangan. Kota berpagar gunung; nama yang mempesona, bukan? Kota ini jadi sangat indah; tanah yang haus telah memuaskan dirinya dengan air yang segar kiriman Tuhan dari langit. Kabut-kabut kembali datang kala matahari mulai tenggelam. Senja hari berkilau. Jalanan yang terbasahi air hujan memantulkan cahaya-cahaya kendaraan dan lampu-lampu kota. Udara dingin menyapamu setiap saat; begitu menyenangkan. Sungguh, suasana Malang kala ini cocok sekali buat kamu yang pengen ngehabisin waktu dengan pacar. Suer! Hmm..kota yang mempesona. Mimpiku untuk tinggal di kota ini kembali hangat, dan semakin hangat ketika kawanku, Manyun tadi mengungkapkan bahwa ia ingin tinggal di kota ini suatu hari. Ngomong-ngomong kawanku ini rumahnya di Batu. Senang sekali mendapatinya berkata demikian. Aku jadi lebih bersemangat untuk berusaha mewujudkan impian tinggal di kota ini. Bukankah indah, kau tinggal di kota mempesona dimana kawan-kawan baikmu juga tinggal tak jauh darimu. Sangat menyenangkan. Aku berharap Oni, Rendi, Satrio, Bibob, Bagas, Coco, dan lainnya juga punya keinginan yang sama. Kota ini bakal jadi lebih indah berlipat-lipat jika mereka nanti dekat. 

Senin, 21 Oktober 2013

Motor GL Max

Sore ini bisa jadi sore yang agak menyebalkan, karena seluruh pakaian yang kujemur basah kuyup terguyur hujan deras pertama. Helmku basah dan menjadi sangat berat. Motorku sempat mogok saat pulang kuliah karena kabulator di mesinnya terlalu banyak tersiram air hujan. Aku harus ke Sengkaling terlebih dahulu untuk mengembalikan game di gamezone. Jalanan macet. Aku mencoba mengambil jalan pintas, tapi tersesat ke suatu pedalaman aneh nan mengerikan. Hmmm...bisa saja aku jadi sangat cuek sore ini. Namun tidak demikian. Justru aku bersyukur sekali karena pada saat motorku mogok aku berdoa, setelah sebelumya gagal berkali-kali mencoba. Aku berdoa dan..motorku berjalan. Sungguh, siapa lagi kalau bukan Dia yang Maha Baik, yang menolong. Aku sangat senang Tuhan selalu menolong setiap saat dengan segala caranya. Bukan hanya menolongku dari mogok, Ia juga memberiku kabar gembira bahwa bapak sudah membelikanku motor GL Max. Sepulang dari hal-hal berat itu, aku ditelepon pamanku bahwa motornya sudah ada di rumah. Oh sungguh bahagianya! Aku suka si klasik Gl-Max. Meski motor jenis itu sudah tidak biasa digunakan anak kuliahan, tapi aku suka membawanya. Aku nggak gengsi, karena memang inilah yang aku suka. Hmmm, bahagianya. Hmm, tetapi aku menyimpan juga rasa sungkan pada bapakku. Aku minta ini dan itu padanya, dan aku belum bisa membalas jasa-jasanya. Ingin sekali suatu saat aku ingin membuatnya bangga sebangga-bangganya. Bapak, aku tidak akan melupakan tanggunjawabku di keluarga ini. Namaku Prasetyo; aku dilahirkan untuk setia terhadap keluarga kita. Aku akan selalu membawa harapan-harapan dalam usaha-usahaku membangun kembali dinding-dinding yang telah lama runtuh pada rumah kita, bahtera kita, keluarga kita. Aku akan setia pada itu.

Frida Berani!

Sori banget, pembaca, akhir-akhir ini aku memang punya banyak hal yang menguras waktuku. Hal-hal berkesan sejauh ini mungkin...kemarin. Hari Minggu yang cerah tanpa setitikpun air hujan. Di gereja tua nan megah, Ijen, aku menghadiri perayaan istimewa. Adikku dikrisma(semacam pentahbisan). Ibadah dan perayaan itu berlangsung megah dan khidmat, dengan diiringi lagu-lagu syahdu dari paduan suara Graciosso Sonora. Di akhir perayaan, uskup (pemimpin ibadah dan perayaan itu) membuka (katakanlah) kuis berhadiah untuk para peserta krisma. Ada enam pertanyaan dan enam hadiah. Uskup menghendaki tiga penanya dari peserta yang masih SMP dan tiga lagi dari peserta yang SMA. Hadiahnya adalah benda-benda terberkati yang dibawa uskup dari Vatikan, Roma-Italia. Aku pikir adikku pasti tidak mengangkat tangan. Ya, beberapa giliran terambil, beberapa peserta yang sangat beruntung dan terberkati maju ke depan altar mengambil hadiah. Aku pikir adikku tak akan berani seperti mereka. Ternyata tidak! Pada giliran selanjutnya, ia mengangkat tangan. Ia mendapat pertanyaan yang lumayan sulit. Pertanyaan tentang tujuh hal. Adikku hanya bisa menjawab enam. Namun, uskup yang baik itu menghargai keberaniannya dan memangilnya untuk maju mengambil hadiah di altar. Oh, luar biasa! Dihadapan beratus orang, ia bisa begitu percaya diri. Beda sekali denganku. Ibupun begitu bangga dengannya. Di akhir semua rangkaian acara, aku memberinya selamat dan melihat hadiahnya: Jam kaca cantik dari Roma!

Hmmm..aku sangat bahagia berada di hari yang sangat membahagiakan adikku ini. Ohya, aku jadi bersemangat untuk membantunya mewujudkan impiannya. Aku akan berdoa terus supaya ia diterima di sekolah idamannya. Aku akan menabung terus demi membantunya membeli biola. Tuhan memberkati kami. Tuhan memberkati pembaca dan keluarga. Amin.

Minggu, 13 Oktober 2013

Polo-Shirt

Mumpung di Blitar, aku cari kaos berkerah di tempat langgananku. By the way hari ini SPGnya ramah-ramah. Beberapa tersenyum-senyum kepadaku. Salah satu dari mereka, yang menemaniku nyari baju, keren! Manis nan ramah. Ia sangat beda dengan yang lain, begitu modis, begitu good fashioned, dan paling ramah. Aku sedikit heran hari ini, karena biasanya orang-orangnya cuek. Mungkin karena yang berkunjung di tempat itu, hanya aku yang muda, selebihnya bapak-bapak/om-om dan pasangannya. Semua mata, yang manis dan yang (maaf) tidak cantik tertuju ke satu arah, yakni titik dimana aku bepijak.
Di ruang ganti, kala mencoba salah satu kaos berkerah, kupandangi wajahku dan mulai berbangga akan penampilan. "Oh iya, aku sangar hari ini! Aku tampak begitu muda, energik, penuh semangat, dan gagah," kataku dalam hati. Aku berkata kepada diriku sekali lagi "aku bisa jauh lebih sangar, sangat jauh bahkan dari diriku sekarang ini, saat aku nanti dapat memijakkan kaki di Roma". Ternyata dengan berkaca kita juga bisa membakar semangat mimpi.
Dan usailah kunjunganku, untuk satu kaos berkerah yang..katakan berkualitas bagus nan murah. Selanjutnya, aku menuju Tawangsari untuk cari kaos bekas bagus, barangkali bisa nemu yang merknya Polo. Dan benar demikian! Aku nemu satu kaos kusut bermerk Polo. Dengan segera, kuambil kaos itu dan satu sweater bekas yang kainnya tak kalah bagus. Untuk keduanya, aku hanya perlu Rp. 30.000. Hanya perlu dicuci dan disetrika agar tampak seperti baru.

Ksatria Abu-abu

Perjalanan ke Blitar adalah salah satu hal paling menyenangkan. Mungkin ini sesuatu yang aneh, aku lebih rindu akan suasana di rumah dan di desa daripada suasana di kediamanku di Malang. Kusebut agak aneh karena kebanyakan anak kost lebih rindu berada di kostnya karena bisa lebih leluasa dan bebas ketimbang di rumah. Aku justru lebih senang kembali ke desa, karena perjalanannya sangat menyenangkan. Ketika berkendara, rasanya bak ksatria berkuda yang pulang ke rumah sehabis berjuang keras di medan perang. Menurutku, memang aku sama seperti ksatria tersebut, karena ketika pulang ke rumah, ia membawa kabar dari medan perang; akupun juga, membawa kabar tentang hidupku sebulan di 'kota perjuangan'. Mungkin bedanya, si ksatria tidak mendengarkan musik ketika berkendara karena belum ada band Queen, atau The Killers, atau Band of Horses, atau Cold Play di masanya. Sementara itu aku selalu ditemani lagu-lagu dari band-band luar biasa tersebut. Nahh, ketika sudah di desa, aku akan menjumpai hal-hal yang sama yang ngangenin. Keponakan yang gokil, anjing pudel kecil Belle, dan orang-orang desa yang menyenangkan. Semua membuatku nyaman untuk tinggal lama-lama disini. 

Mimpi Motor

*Aku di Blitar saat ini*
Mimpi semalam itu indah sekali. Bapak memperlihatkan GL-Max padaku. Motor yang sangat kuinginkan saat ini. Namun itu belalu terlalu indah dan cepat! Ketika hendak kukendarai, tiba-tiba aku terbangun dan sadar bahwa aku belum mengirim pertanyaan untuk kelompok Octa yang akan presentasi Rabu depan. Ohh! Sungguh terbalik. Di HP-pun kudapati nomor asing yang tak lain adalah Octa, yang memintaku segera mengirim pertanyaan. Segera saja, kubaca The Jailer Jailed karya Anthony Chekov, lalu mengirim pertanyaan padanya sambil minta maaf karena terlambat. Beres! Kini tinggal membersihkan gejolak hati yang ingin segera memiliki motor GL-Max. Pagi-pagi sekali, aku mengunjungi Bapak dan berbicara sedikit mengenai motor itu. Katanya, aku akan segera mengendarainya kurang lebih satu-dua bulan lagi. Yah! Kini saatnya menunggu sambil bersenang-senang. 

Kamis, 10 Oktober 2013

Hari Santai

Hari yang menyenangkan. Hanya ada satu kelas yang kudu diikuti siang ini; kelas Essay Writing-nya Ms. Enny Irawati. Biasanya kelas ini jadi salah satu faktor penyebab hari Kamis tidak menyenangkan. Biasanya, bokong terasa cepat panas dan ingin segera keluar ruangan. Lima menitpun terasa seperti berpuluh-puluh menit. Tidak kerasan. Kelas ini memang tidak nyaman. Berhubung setiap selesai kuliah pada hari Kamis aku dan kawan-kawan ada agenda PS-an bersama, rasanya nanggung kalau cuma ikut satu kelas dalam satu hari. Namun, hari ini tidak demikian. Segalanya tampak dan terasa segar, cocok sekali dengan lagu-lagu yang kuperdengarkan ketika berangkat. The Great Salt Lake-nya Band of Horses, serasa bagai pisau tajam yang menyabit segala rasa suntuk dan penat hari ini. Kuliah berjalan santai dan kasual, materi tentang rencana penulisan essaipun terserap dengan sempurna. Ohya, sungguh, aku senang sekali akan hari ini. Tidak ada penat sedikitpun. Ditambah, ketika (sebut saja) the queen (sebutan pribadiku untuk seseorang yang tiap hari mewarnai perasaanku ketika kuliah di gedung Q3) melepaskan senyum-nya yang paling manis kepadaku ketika berbicara sebentar tentang suatu hal, rasanya aku lupa akan segala beban pikiran. Beban pikiran karena belum mencuci sempak dan jaket tebalpun terbuang. Oh indahnya! Meski tak ada kemungkinan aku akan bersamanya, tapi sungguh, hanya dengan mengaguminya dan mendapatkan senyuman tulusnya, aku sangat bahagia. 
Karena segala hal indah tersebut, kelas Essay Writing serasa berlangsung 30 menit. Superb! Dalam perjalanan pulang, The Great Salt Lake kembali kuputar berulang-ulang. Tiapkali sampai pada nada tinggi di akhir-akhir lagu, serasa beban-beban terpotong berkeping-keping. Hmm, akupun tidak gerah samasekali hari ini. Begitu santai. Saat sampai di pedesaan Jedong dan menikmati bukit-bukit di ufuk utara, hati ini begitu puas, puas akan anugerah indah hari ini. Terimakasih, semua; terimakasih, dikau yang membaca...

Senin, 07 Oktober 2013

Bohemian

Ini ceritanya abis nonton Si Doel, jadinya pikirannya lagi dipenuhi bahasa Jakarta. Jadi gini nih, gw lagi kagum banget sama yang namenye bohemian. Gw sering kagum pas lihat pria gondrong yang pede aja sama hidupnye, dimanapun ie berade. Di kampus, banyak tuh bocah-bocah kayak gitu; tapi beda, cuma beberapa dari mereka yang benar-benar cool. Mereka yang gw kagumi adalah mereka yang positip. Maksudnye, meskipun berambut gondrong, suka ngopi sambil nikmatin Surya, ngga pernah pake hem pas kuliah, tapi bertanggunjawab sama hidupnye. Mereka punye karya-karya, dan dari itu mereka hidup. 
Ada juga sih, salah satu dosen, entah namenye siapa, yang berambut gondrong, yang musti bawa kopi pas ngajar, yang kemejanya jarang tuh dimasukin celana,  dan yang super-super kasual. Pernah nih, gw sama temen2 dibuat kaget pas beliau nungguin kelasnye sambil merokok. WOW! Di dalam kelas, bro! Sangar, sumpah ini. Tapi jangan salah sangka, die tuh dosen Sastra Inggris. Biar penampilannya kaya gitu, die kaya, cui. Mobilnya bagus! Mungkin beliau juga punya karya-karya hebat.
Gw senang lihat para gondrong-gondrong yang bohemian, yang indenpenden, semaunye sendiri, tapi penuh tanggungjawab dan sumbang asih buat negeri ini. Mungkin elo udah tahu siapa aja yang bohemian, yang punye jasa gede buat tanah air ini.
Nahh, karena ini nih, gw pengen melihara rambut gw sampe panjang, tapi sayang,  rambut gue kalo panjang jadinya kaya pemainnya Manchester United, Fellaini. Pasti ngerepotin banget tuh, punya rambut kaya jamur pendulum. Jadinye, gue cuma manjangin jenggot aja. Kalau kumis, nanti aja, coz biar nggak kelihatan bapak-bapak. Hmm, tapi sayang juga nih, jenggot gw sering dikritik sama biarawati tiap kali gw ngunjungi ibuk di tempat kerjanya. Mereka sering bilang kalo mreka ngga suka gw yang sekarang karena mirip teroris. What the hell. How dare they are. Anyway, gw tetep melihara nih, jenggot. Lagian siapa mereka berani minta gw ubah penampilan. Hmmm..lagi-lagi nih, gw benci banget sama biarawati-biarawati (tersebut coi). However, bagaimanapun, gw akan selalu jadi bohemian.

Tribute to Fellows

Jam 22.55 p.m.
Sebelum menuju ke peraduan yang hangat dan penuh mimpi, kusempatkan menulis satu puisi. Sebuah dedikasi dan penghormatanku pada kawan-kawanku, dimanapun mereka berada:

The Image Source is here
Tribute to Fellows (dari tumblr saya)

There's somebody out there 
Runs after the same victory
At mine, he always stare
For me, he claps happily
//
Neither cousins nor relatives
Could be a decent companion
yet he, old friends, new butties
thousand regards up to a million
From my grateful heart
That does always be the guard
in making life as if not hard
by realizing the fellowship and thank to God

Wooke, selamat malam, dunia... selamat malam musafir dan elang!

Minggu, 06 Oktober 2013

Fellows

Hmmm...memang, ada banyak hal yang ingin kuungkapkan malam ini. . .
Suatu saat dalam permenunganku selagi berkendara menuju kampus, ada satu hal yang tiba-tiba mengubah moodku; dari rasa lelah akan memperjuangkan segala hal, menjadi bersemangat berlipat-lipat. Apa itu? Itu sahabat. Aku langsung teringat bahwa aku tidak berjalan sendiri dalam semua ini. Ada seseorang di luar sana yang juga memperjuangkan kemenangan yang sama. Ada seseorang di luar sana, jauh sekali, yang akan selalu menjadi sahabat. Ada seseorang di luar sana, yang di masa depan nanti akan tidak jauh dariku. Ialah Stanley, seorang yang penuh inspirasi, yang padanya terdapat mimpi-mimpi besar; seseorang yang sangat menghargai persahabatan. Ya, dialah! Ia tidak meninggalkan sahabat-sahabatnya meskipun kini ia sudah memiliki kesibukan kuliah tersendiri di Surabaya. Ia sesekali mengunjungi Denta, seorang kawan dekat yang kuliah di Widya Mandala. Kami yang di Malangpun juga sering ia kunjungi. Biasanya, di suatu akhir pekan ia mampir ke kosnya Beni, Shandi, atau di kediamanku di tempat sunyi ini. Aku sangat senang ketika ia berkunjung. Di sisi lain hati, aku sungkan karena belum pernah mengunjunginya. Akupun ingin melakukan hal yang sama, meski aku harus menerjang panasnya Surabaya.
Nahh, karena sadar akan Stanlee yang sampai kini selalu ada inilah, pada hari tersebut aku menjalani segala hal dengan penuh semangat. Semangatku adalah bahwa aku tidak berjalan sendiri, ada seseorang di luar sana yang memperjuangkan kemenangan yang sama. Ada seseorang di luar sana yang akan selalu jadi sahabat. Aku merasa di setiap jalan yang kuambil, seolah ada ia berjalan di jalan yang tepat berada di samping jalanku. Ohya, FYI, bukan untuk hari itu saja. Semenjak permenungan itu, semangat karena ingat sahabat ini menjadi senjata ampuh untuk membakar gelora jiwaku. Senjata ampuh untuk mengusir pesimis dan rasa lelah. Great success!!!!
Memang sih, sebenarnya aku punya banyak teman dekat semenjak SMP. Namun, semua sahabatku kala itu sudah lenyap. Mereka merantau di tempat-tempat jauh. Kami tak pernah lagi ada kontak. Dan sampai detik ini, teman dekat yang selalu menyapaku di tengah kesibukan mereka adalah Stanlee, Denta, dan sesekali Handi, yang setiap kali mengirim pesan, menyebutku 'Sem', yang merupakan kependekan dari 'Sempak'. Stanlee selalu ada waktu untuk mengunjugi Malang, Denta dan Handi selalu mengirim pesan di Facebook untuk mengobrol2 setiap waktu tertentu. Hmmm...benar-benar indahnya hidupku karena ada mereka. Tuhan berserta mereka.

(Masih) Tentang Semangat

Nada-nadanya penuh dengan gelora semangat dan
kemenangan. Setiap baris liriknya mengandung
beraneka makna, yang terbalut dengan gaya bahasa
menakjubkan ala sastra.
Hari Senin dan Selasa adalah hari yang berat dalam seminggu. Jadwalnya padat dan harus berangkat pagi-pagi, lalu pulang sore, bahkan sampai petang hari. Nahh, di hari-hari itu aku selalu butuh penyemangat. Biasanya, sebelum berangkat kuliah, kuputar lagu-lagu yang penuh dengan simfoni perjuangan. Viva la Vida dan Human adalah pilihan absolut, yang selalu dapat mengangkat gelora dan keberanianku untuk menghadapi hari-hari berat itu. Betul, itu sungguh, benar-benar 'mengangkat', bahkan ketika merasa ngantuk di kelas, selalu kuingat semangat di pagi hari dan mulai terbangun lagi.
Mendengarkan musik sebelum menghadapi hari berat nampaknya juga menjadi senjata bagi kawanku, Oni. Ia suka mendengarkan lagunya Queen yang Don't Stop Me Now. Ia menyaraniku supaya juga memasukkan lagu itu kedalam playlist hari Senin dan Selasa pagi. Benar! lagu ini benar-benar 'mengangkat'. Rasanya, keberanian dan energiku bertambah dan berlipat ganda. Sungguh luar biasa!!
Mendengarkan musik sebelum menghadapi hal berat nampaknya juga menjadi senjata bagi seorang pelatih fenomenal Pep Guardiola. Aku ingat, salah seorang kawanku pernah bercerita bahwa setiapkali Barcelona akan menghadapi pertandingan besar, sang pelatih ini tidak memberikan instruksi apapun kala di ruang ganti pemain. Ia hanya memutarkan lagu Viva la Vida agar para pemainnya termotivasi untuk menang. Ini bukan bual, kalau tidak percaya, baca tautan ini. Hebatnya, Viva la Vida yang menjadi theme song-nya Barcelona ini adalah kunci besar dalam setiap kemenangan mereka di kompetisi-kompetisi krusial. 
Nahh, hebat bukan? Mendengarkan musik yang penuh dengan nada-nada bergelora mempunyai efek yang sangat besar dalam hidup ini. Anda mungkin juga setuju, karena anda demikian juga, seperti saya dan seperti Oni, dan seperti Pep. Kalau anda 'belum' seperti kami, cobalah lakukan hal yang sama, pasti keren!

Pesan Singkat dari Ibu

Pernahkah kau menyadari besarnya pengaruh orang-orang terdekat di saat engkau dalam masalah dan keterpurukan? Aku punya banyak pengalaman tentang hal ini. Sore ini contohnya; suasana yang membosankan dan orang-orang menyebalkan yang berada di sekeliling tempatku ini lagi-lagi mendorongku untuk keluar. Ditambah, pikiran akan keadaan ibu yang tidak bahagia karena orang-orang yang juga menyebalkan (lebih bahkan) di tempat kerjanya, membuatku (lagi-lagi) menyesali hidup ini. Namun, bagaimana? Jika aku keluar, orangtuaku akan tambah repot soal biaya tempat tinggal untukku. Belum lagi, uang untuk makan sehari-hari. Damm it! Ngomong-ngomong, aku masih agak beruntung bisa dapat tempat tinggal yang layak dan makan disini. But, hidup di lingkungan biarawati adalah mimpi buruk. Kau harus menjaga keheningan dan menjaga sikap dan perilaku saat berhadapan dengan mereka. What the heck! Bagaimanapun, ini demi orangtuaku, juga masa depanku. Bagaimanapun, aku akan bertahan sebab selalu ada sumber penyemangat. Pesan singkat dari ibu tanggal 2 September lalu adalah salah satunya. Ingin tahu isinya? Ini:
Message from: Mom
Content: Selamat pagi Septian anakku, selamat ulang tahun yang ke-19. Semoga panjang umur dan sukses selalu... Doa ibu menyertaimu.
Ketika membaca ini, aku teringat banyak nasehat darinya. Nasehat-nasehat untuk bertahan di tempat ini hingga sarjana dan untuk terus berteguh hati. Aku tidak ingin menyia-nyiakan semua wejangan itu. Aku akan bertahan. Demi ibu. Aku akan membawanya kepada kebahagiaan hidup sejati, di dalam kemenanganku.

Jumat, 04 Oktober 2013

The Parable of The Knight

Sedang penuh inspirasi dan rahmat; aku bikin satu puisi malam ini. Suatu perumpamaan tentang kehidupan seseorang yang tiap hari kulihat, yang digambarkan sebagai ksatria. Ini dia:

The knight is back,
Bringing triumph from the war
and bravery and courage in a sack
to be shown to people
in the village,
to prove that he does not crumble

The knight's also called hero
for he could fight his own sorrow
and the others', and the fellows'
He's the brave one
among the challengers
among his enemies
Glory, glory, the hero!

Then, he does still ride
Grasping his dreams and pride
his family's, and comrades'


Once he was forlorn
cuz he has no wife, even a minion, no
He strives alone,
When he got wounded,
nobody but his mother nursed
"That's a great grace from God," he says
He sighs,
"I do need someone else like mother!"
"I will it, and I'll strike a blow for it," he says further
"For love," the knight hails and go farther...



Kehilangannya

Sudah lebih dari satu setengah tahun aku tidak berjumpa dengan ia yang dulu mencintaiku. Aku kehilangannya. Mungkin ia demikian juga. Pertemuan terakhir begitu singkat. Kami telah kehilangan kontak satu sama lain. Di tiap jejaring sosial aku tak menemukannya. Maka 'hilang' mungkin adalah istilah yang tepat.
Aku berusaha tidak berbuat jahat. Aku berupaya menanti kesempatan menemuinya, meski sekilas. Aku tidak mencari pengganti, karena belum ada kata 'putus' maupun berpisah diantara kami berdua. Suatu kali aku bertekad menjelajah setiap pelosok selatan kotaku, menemuinya, lalu mengucap kata perpisahan agar hatiku bisa bebas mencari sosok lain. Hmm, ide bodoh! Jahat! Aku tak pernah melakukannya. 
Ia kini hanyalah kenangan yang telah terhapus masa. Suatu saat ketika kami akan bertemu, mungkin biasa saja. Bukan tidak mungkin ia melupakanku, dan berpaling pada seseorang, seseorang yang lebih tinggi, lebih tampan, dan lebih muda. Oh shit! Kalau bicara tentang tinggi badan, aku payah. 
Hmm..aku bingung. Sementara, sih. Apa yang dapat kulakukan kini hanyalah menganggap diriku single

Minggu, 29 September 2013

Ambrosius Dean Perwira

Nama yang bagus. Kawan yang baik. Ialah Dean, salah satu teman dekatku kala SMA. Ia datang dari pulau yang sangat pedas, Lombok, untuk menempa pendidikan di Seminari Santo Vincentius a Paulo, Garum(almamater tercintaku). Di awal tahun ajaran baru, ia adalah sosok yang paling cool dan penuh talenta. Bermain gitar klasik? Dia jagonya. Bakat luar biasa itu diturunkan dari ayahnya, yang sangat mencintai musik klasik.
Aku tak begitu dekat dengannya di tahun itu. Baru di awal-awal kelas dua, entah bagaimana aku sering berbagi kesan dengannya. Para siswa sekolahku biasa menyebutnya sharing. Sharing merupakan salah satu aspek penting dalam pembinaan di sekolah dan asrama kala itu. Para pembimbing dan pengajar justru menganjurkan para siswanya agar punya sahabat dekat, atau teman sharing, supaya tidak menanggung beban-beban masalah sendirian dan supaya kerasan hidup di asrama. Nahhh, pada saat itu ia sudah punya banyak keluh-kesah dan angan yang ingin sekali ia bagikan kepada seseorang. Aku adalah salah satu orang yang tepat pada saat itu. Kusebut salah satu karena pada saat itu sahabatku Stanlee juga merupakan orang yang tepat untuk Dean.
Jadi mulai awal-awal semester baru di kelas dua, pada saat jam bebas, ia sering mengajakku jalan keluar sambil berbagi-bagi cerita. Ia bercerita tentang keinginannya untuk keluar dari sekolah kami itu dan melanjutkan perjuangan untuk meraih mimpinya di tempat lain. Ia juga kadang mengeluhkan otoritas pemimpin asrama kami, yang membuat hidup jadi tidak bebas dan terikat ketat. Ohya, ngomong-ngomong ini adalah rahasia besar kala itu. Hanya aku, Stanlee, dan pembimbing pribadinya Dean yang tahu soal ini. Sungguh, dipercayainya adalah suatu kehormatan besar bagiku. Ia mengungkapkan satu hal yang sangat privasi; bahwa ia 'akan' keluar di semester dua. Sebelum keluar, ia ingin menyabet juara kelas terlebih dahulu di semester itu. Hmm, sangar!
Jam bebas yang hanya tiga jam terasa begitu cepat ketika kita sharing. Sebelum kembali ke asrama, biasanya aku mengantarnya ke wartel untuk menelepon keluarganya. Kemudian, setelah itu adalah momen favorit: makan bakso! Hmmm, bakso (aku lupa namanya), sungguh-sungguh indah; menyimpan banyak kenangan indah bersama kawanku ini.
Waktu Yang Dinantikan
Tibalah itu, saat perpisahan yang menyedihkan. Sebelum itu, ada satu kenangan indah; yaitu kala aku dan teman-teman seangkatan mendaki puncak Panderman. Waktu itu sudah malam. Semua orang tampak sudah terlelap di tenda masing-masing, kecuali tiga insan yang tengah bercakap-cakap di atas puncak yang dingin tersebut. Sambil menikmati kopi panas yang segera membeku, aku, Stanlee, dan Dean memandang jauh kebawah, ke pemandangan dunia malam kota Batu yang terlihat kecil bagaikan lampu-lampu pohon natal. Kami bicara banyak hal, mulai dari ke-otoriter-an para petinggi asrama seminari, perpisahan yang tidak lama lagi, mimpi-mimpi, dan kecintaan akan kota yang mempesona ini. Aku ingat, Dean mengungkapkan bahwa ia suatu hari ingin punya rumah disini, di kota ini. Hmmm...menarik! Kami terus berbagi cerita hingga mata memaksa kami untuk istirahat dan kembali ke tenda untuk persiapan turun besok. Hmm, kenangan yang amat berkesan, kawan!
Ini dia Dean yang awesome dan
cool. Foto diambil dari akun
Facebook-nya
Setelah hal-hal indah berlalu, tibalah itu, saat ia berpamitan kepada semua penghuni seminari di depan altar kapel setelah ibadah pagi. Itu adalah saat-saat yang tak terjelaskan. Tak lama setelah pagi itu, saat mentari mulai membumbung keatas, orangtuanya datang dengan mobil, pertanda sudah siap mengangkut semua barang-barang Dean. Setelah itu... kami tak bertemu lagi selain di dunia maya sampai saat ini. Oh iya, Dean ini memang Dean. Keren! Seperti yang telah ia inginkan dan ungkapkan; ia berhasil menyabet juara 1 di kelas IPS. By the way, juara dua saat itu aku, hehehe.
Hmm..kawan. Kau masih tetap cool hingga sekarang, lebih bahkan. Kawan, aku tidak akan lupa akan banyak hal indah yang telah mengisi hidupku yang indah ini. Aku sangat bangga dan senang pernah kau beri kepercayaan itu. Aku sangat beruntung bisa mengenal orang sepertimu, yang membuat pengejaranku akan mimpi-mimpi tak pernah surut. Dari kediamanku disini, aku berdoa untuk perjalanan hidupmu! Semoga mimpi-mimpimu yang indah dapat engkau rengkuh dengan kemenangan bahagia. Semoga kelak engkau punya rumah di Malang, hehehe.
Oke, sekian, kawan. Carpe Diem!!!!

Jumat, 27 September 2013

Tentang Rumah

Aku seringkali berbagi kepada teman atau orang-orang terdekat manakala bermimpi tentang suatu hal. Kala SMA hingga kini, Stanlee adalah orang yang tepat untuk berbagi hal-hal demikian. Kami mungkin memiliki mimpi yang sama tentang rumah. Aku bermimpi punya rumah di kota yang indah ini (Malang), yang berlokasi di tempat yang jauh dari keramaian dan kemacaetan, namun amat dekat dengan peradaban kota. Bukan di desa, tentu saja. Bukan di Jedong atau di Wagir, atau apalah, karena aku tak suka dengan pemuda-pemuda desa yang berandalan dan tak berpendidikan, yang seringkali membuat bising suasana dengan motor-motor mereka yang istilahnya dipretheli (dibongkar-pasang nggak jelas). Aku sangat tidak suka dengan itu. Aku juga membenci orang-orang alay, yang biasa kutemukan di daerah pinggiran. Meski aku bukan asli orang kota, aku tahu bagaimana seharusnya orang-orang berpakaian yang pantas. Orang-orang yang kusebut tadi tidak tahu itu, cara berpakaian yang pantas, cara bergaul, dan cara menghabiskan akhir pekan yang menyenangkan tapi tidak alay. Aku tidak fashionable atau modis, tapi aku suka sekali berusaha untuk entah bagaimana aku bisa berpenampilan yang pantas. Dan begitulah, aku ingin tinggal di kota, tetapi di tempat dimana ada keheningan dan dekat dengan peradaban. Dan, menurutku, Malang adalah kota yang cocok, cocok sekali, bahkan.
Rumah di tidar,
apakah esok masih tersedia?
Alasan lain untuk tinggal di kota Malang adalah supaya aku mudah ditemukan teman-teman. Sejauh ini, aku telah memiliki (menurutku) cukup banyak teman di kota ini, teman baik bahkan. Setelah lulus, tentu kami akan berpisah, namun aku tidak ingin kehilangan teman-temanku, seperti yang terjadi pada pertemananku kala SMP. Aku ingin tinggal disini, di kota ini, supaya kawan-kawan dari luar kota yang berkunjung ke Malang bisa mampir ke rumahku; supaya aku mudah menemukan kawan-kawan seperjuangan kuliah, dan supaya mereka yang sudah mengenalku dapat dengan mudah menemuiku kala butuh sesuatu. 
Nahh, tentang impian rumah ini, aku sengaja membagikannya supaya aku merasa terus terpacu untuk meraihnya, sebab, sepanjang sejarah hidupku, tiapkali aku berbagi keinginan tentang sesuatu kepada seseorang, aku selalu berusaha utuk meraihnya, dan kebanyakan tercapai.


Kamis, 26 September 2013

Band Of Horses

Musik adalah hal yang tidak pernah tidak ada di setiap hariku. Musik itu bagian hidup. Pagi ini, Band of Horses menjadi bagian dari permulaan hari ini. Berawal dari mencari The Funeral, aku menemukan lagu-lagu lain yang tak kalah menyentuh. On my way back home adalah satu yang sering kuputar ulang. Begitu merdu dan ringan di telinga. Lagu ini cocok untuk suasana tenang dan hening dan sejuk di pagi ini. Hmm, sampai pada saat menulis kata-kata yang saat ini sedang engkau baca, lagu ini masih berputar. 
Band of Horses 2013

I came in this way and here now I'll stay
If the 'unknown' have to wait one more day
There is often times when it comes out wrong
But luckily I, I got a mind to know
On my way back home

Musik memang menyejukkan. Kau pasti juga punya musik yang mengiringi setiap harimu. Kau pasti punya musisi yang setiap saat selalu membuatmu terdorong untuk tetap berusaha dan menang dalam perjuangan hidupmu. Hiduplah dengan itu!



Gambar: http://media.musicfeeds.com.au/files/4f77d1c2e83ba4adbe7ddc718cf6c8d01.jpg

Senin, 23 September 2013

Too-busy Person Has No Love

Terlalu lucu untuk terlantar
Judulnya mungkin terlalu ekstrim; ini karena aku sedang kecewa dengan orang-orang seperti itu. Ini berawal ketika aku menemukan seekor anak kucing seminggu yang lalu. Oh, bukan; Bukan aku yang menemukannya, tapi anak kucing itu menemukanku. Jadi ceritanya begini; hari selasa yang lalu, kira-kira saat itu sudah petang hari, aku sampai di kost setelah seharian kuliah. Sesaat setelah memarkir motor di garasi, seekor anak kucing berlari kearahku sambil mengeong-eong. Ia terlihat sedikit kurus. Dari ciri-ciri yang terdapat padanya, aku bisa menebak; bahwa ia telah ditinggalkan induknya. Ngomong-ngomong aku sudah banyak tahu tentang hidup kucing, karena dari kecil hingga sebelum SMA aku selalu memelihara kucing. Nah, karena tidak bisa membiarkan kucing kecil itu kelaparan, aku mulai merawatnya, dan semenjak saat itu ia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi, kecuali ketika aku pergi keluar dengan motor.

Terlalu lincah untuk difoto
Pagi ini, si kucing mengikutiku ketika aku hendak mengambil sarapan di dapur karyawan. Salah satu karyawati dapur yang saat itu melihat teman kecil ini dan menjadi jengkel dan hendak mengusirnya dengan sapu lantai. Bukan hanya itu, ia terus mengomel sendiri dengan mulut monyong yang membuat wajahnya tampak lebih buruk. Ia sesekali mengeluh pada karyawati lainnya dan berkata bahwa suatu saat ingin membuang kucing itu. Aku samasekali tak menghiraukan keluhan mereka, bahkan, ketika si pengomel menyuruhku membuang kucing itu di tempat yang jauh. Aku tak menjawab permintaannya. Aku tidak menatapnya. Sungguh saat itu aku muak dan kecewa dengan sikap mereka. Bukankah lebih baik memberi makan kucing itu agar tidak mengeong-eong, daripada mengeluh dan mengomel hingga monyong dan jelek? Bukankah mereka bisa ambilkan sisa-sisa makanan karyawan? Bukankah disitu terdapat banyak sekali kepala ikan yang hendak dibuang? Hmm, aku paham. Aku tahu kesimpulannya. Karyawati itu terlalu sibuk dengan pekerjaan dapur setiap hari, hingga ia tak punya waktu untuk berbuat kasih. Sekedar anda tahu, karyawati-karyawati disini bekerja mulai pagi hari hingga larut malam untuk tetap menyediakan makanan. Mereka jarang sekali keluar untuk menyapa dunia. Mereka tidak punya libur akhir pekan. Tiap hari minggu mereka hanya bebas pagi hingga sore. Dan parahnya, tiga diantara mereka(mereka berempat) sudah berumur tapi belum bersuami. Sungguh memilukan, bukan? Bagiku itu mengerikan. Mereka terikat ruang dan waktu setiap hari, melakukan hal-hal yang sama setiap hari, tidak punya teman lain selain di tempat kerja, tidak punya orang ‘tercinta’ selain keluarga. Oh, itu mimpi buruk! Bagaimana mereka bisa menikmati hidup ini? Well, yang terpenting itu pilihan mereka. Aku akan terus menjadi orang bebas agar aku punya banyak waktu untuk mencintai dan berbuat baik.

Jumat, 20 September 2013

Waktu si Pemberontak

Inilah salah satu caraku untuk membuat diri merasa bebas. By the way, tiapkali aku tidak kuliah, aku dituntut untuk bekerja; disini, di tempat yang bernama Betlehem ini. Namun aku tidak bekerja melulu, dan aku tidak akan. Aku tidak bisa memaksakan kehendak hati. Jika lelah dan ingin istirahat, aku hiraukan kewajiban itu. Jika sedang suntuk dan ingin keluar, akupun tetap tidak akan memaksakan kehendak untuk bekerja. Pemimpin di tempat ini tak akah tahu, sebab aku selalu cari alasan jika aku tidak bekerja. Oleh karena hal ini, sebut saja aku ini pemberontak. 
Disini ada banyak pekerjaan yang menyebalkan. Maka, aku selalu memberontak untuk menikmati kebebasanku. Biasanya aku akan berkendara keliling-keliling kota, mengunjungi tempat-tempat menarik, nongkrong bersama teman-teman, atau PS-an bareng-bareng. Tak ada yang menghentikanku.

Gaming is full of joy;
Aku, Manyun, Satrio,
Rendi, & Oni. Lawan-lawan
yang tangguh!
Sumber gambar-gambar: Schreenshot Masterleague PES 2013 di laptop.

Self Quest

Kadang aku bertanya-tanya; apakah aku ini pecundang? Ataukah pejuang? Aku kerapkali menulis tentang hal-hal berat dan keluh kesahku. Apakah karena ini aku bisa disebut si payah? Atau, justru 'pejuang' yang lebih pantas untukku? Engkau mungkin ingin memberikan penilaian. Aku takkan keberatan. I just care a bit wether I am suck or a reality changer. Aku hanya sedang menikmati dan mencatat setiap langkah perjuanganku.

Menyikapi Keadaan

Meski aku menyebut diriku sebagai bohemian, atau free man, atau orang yang berkehidupan bebas, bukan berarti sekarang ini aku punya kehendak sebebas burung elang. Aku tengah dalam usaha menuju hal itu, karena kini aku dan keluargaku tengah menghadapi hal rumit yang sulit untuk dikatakan. Bagaimanapun, bohemian tetap bohemian. Bagaimanapun caranya, aku selalu membuat diriku merasa bebas; bagaimanapun caranya. Keadaan terkadang tidak bisa diubah, jadi diri sendiri harus menyikapinya. 
Apapun keadaannya, aku tetap bisa terbang
untuk menghirup udara kebebasan;
setiap hari.

Kamis, 19 September 2013

I Did It for Love


I Adore Freddie Mercury

Kekagumanku pada sang legenda, Freddie Mercury semakin tinggi, setelah menyadari bahwa lagu-lagu mengagumkan yang selama ini pernah kudengar adalah karyanya. (Dan) Pagi ini, aku memutar "It's a Hard Life" secara berulang-ulang.
Dari liriknya, lagu ini jelas dapat dimengerti sebagai sebuah lagu putus hati(sedalam-dalamnya); bahwa cinta menggoreskan banyak luka akibat tindakan berkorban. Cinta membutuhkan pengorbanan! Sekalipun seseorang telah melakukan banyak hal berat demi yang dicintainya, belum tentu ia mendapatkan 'yang setimpal'. "That is true story," menurut kawanku.
What do u see
when u look at him?
Dari nada yang amat khas, bagiku lagu ini menggemakan suara-suara semangat jiwa di tengah keterpurukan. Lebih terdengar seperti lagu penyemagat, jika kau tak menangkap kata-kata dalam liriknya dengan jelas. Aku memasukkan lagu ini kedalam daftar playlist untuk mengiringi perjalananku ke kampus hari ini. Ngomong-ngomong hari ini aku berangkat jam 10-an. Kuliah masuk jam 13.10, namun temanku, Oni mengajak nongkrong di panggung dekat kantin gedung kuliah kami. 

Kata Kawan Tentang Lagu
Di tempat biasa, Oni menunggu, ditemani secangkir kopi, satu pack Marlboro kesukaannya, dan buku mata kuliah Basic Prosaic yang terbuka di bagian cerita pendek berjudul My Oedipus Complex. Kami ngobrol-ngobrol, seperti biasa, sambil menunggu yang lain datang. Ketika membicarakan tentang lagu It's a Hard Life, ia berkata bahwa ada makna yang lebih luas di dalam lagu ini; bahwa 'cinta' yang dimaksud sang legenda bukan hanya berarti kekasih, namun juga keluarga, teman-teman, sahabat, dll. Setelah mendapat pencerahan ini, aku langsung teringat adikku, ibuku, ayah, sahabat-sahabatku, dan lain-lain. Aku sadar, bahwa segala perjuanganku selama ini, saat ini, dan yang akan kulakukan adalah untuk 'cinta'. Bagaimana menurutmu? Bukankah benar orang-orang berusaha untuk sukses karena cinta? Keberasilan seseorang adalah kebahagiaan bagi orang-orang yang mencintainya. Aku merasa demikian. Aku, segala 'pantang' yang kulakukan, segala jerih payah yang lalu dan kini, serta segala angan bahagiaku adalah untuk ibu, untuk Frida (adikku), untuk ayah, untuk sahabat-sahabatku, untuk seseorang yang akan menjadi kekasihku kelak, dan untuk semua orang yang sangat berarti bagiku. Aha, aku merasa sangat bersemangat. Aku ingin berterimakasih pada kawanku, yang membuat tafsiranku tentang lagu ini lebih luas. Terimakasih, kawan!!
Oleh karena dialah,
aku bersemangat untuk menghidupkan
hidup.