Sabtu, 09 November 2013

Darkest Hours

Hari ini; arus keras dunia melemparkan keluargaku keluar dari gemerlapnya kehidupan. Kami terpental; jauh dan terpencil di dalam kegelapan terdalam. Kami terpisah. Aku bisa mendengar suara ibu dan adik dari kejauhan, namun tak dapat kuraih tangan mereka karena aku sendiri terjebak dalam sebuah tempat yang bahkan aku tak tahu apakan dataran, atau jurang. Kami bisa berbicara; aku bisa menyampaikan sesuatu dengan berteriak, begitu juga dengan mereka. Namun, itu sangat melelahkan. Satu-satunya cara untuk kembali kepada indanya kehidupan adalah dengan menemukan jalan untuk mendapatkan mereka berdua dan keluar bersama-sama. Tentu saja, untuk bisa mendapatkan jalan, aku butuh cahaya. Apapun. Sekecil apapun. Kadang-kadang, jauh diatas tempatku berpijak, kulihat setitik cahaya. Terkadang, dari titik itu, seolah-olah aku mendengar suara pesta. Ada bermacam-macam suara; orang berbincang, bernyanyi, tertawa, dan tepuk tangan. Suara-suara yang samar-samar, namun membangkitkan asa untuk tetap hidup. Sekarang, masih dalam kegelapan, aku merangkak. Aku dapat melihat, masih sangat samar-samar,  tanganku diterpa sebersit cahaya dari titik mungil di tengah buasnya sang gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar