Selasa, 12 November 2013

Ayah

Engkau kini tinggal di rumah tua itu sendiri. Engkau lakukan segala sesuatu sendiri, seperti halnya aku menjalani hidup di kota ini. Hujan turun sepanjang sore hari, hawa dingin menusuk kulit kala kuterjang sisa-sisa hujan petang hari. Sesampainya di kediaman, seperti biasa, meski aku tengah menggigil kedinginan, kurampungkan segala sesuatu terlebih dahulu. Mungkin, engkau juga demikian, ayah. Hmm, itu tadi bisa jadi gambaran hidup kita. Dingin memang seringkali kuidentikkan dengan perih kesendirian kala menghadapi saat-saat berat. Syukurlah, aku punya kawan-kawan baik dan menyenangkan. Disana, apakah engkau juga punya kawan-kawan baik? Aku tidak tahu dengan siapa saja engkau bergaul; dan baik atau tidakkah orang-orang di sekelilingmu. Aku harap engkau punya sahabat, atau kawan baik, setidaknya.
Untuk engkau, di hari ayah ini, kupersembahkan doa setulus dan sepenuh iman. Kuselipkan semangatku, supaya engkau tahu bahwa aku senantiasa berusaha berteguh hati seperti engkau. Ayah, siapa yang tak bahagia memiliki ayah yang penuh ketulusan sepertimu.
Untuk engkau yang telah mewujudkan keinginan-keinginanku, dan juga membantuku untuk terus maju, meski engkau harus mengorbankan banyak hal. Hari ini, Rahmat Tuhan bersamamu. Oh, sanubari, kutanam sebuah tekad untuk merubah segala sesuatu di masa depan. Akan kulawan segala tata dan hukum demi kehangatan di rumah tua itu. Kelak, engkau tak akan sendiri lagi di rumah itu. Aku 'kan bawa semua yang meninggalkanmu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar