Jumat, 13 November 2015

Perkembangan Skripsi

Sekarang syukulah saya sudah sampai di bab III dan beruntung dosen saya adalah pembimbing skripsi terbaik yang menyediakan waktu beliau satu minggu sekali untuk konsultasi, berbeda dengan dosen lain yang pada umumnya dua minggu sekali. Selain dalam hal pertemuan, dosen pembimbing saya tidak muluk-muluk. Bagi beliau, yang terpenting adalah statement of problems atau rumusan masalah yang jelas dan teori yang tersedia untuk pembahasannya. Semenjak berganti topik, sejauh ini skripsi lancar dan hanya disertai sedikit kendala. Saya mengerjakan skripsi di rumah akhir-akhir ini. Sebelum hari-hari belakangan ini, udara di Malang panas sekali dan mandi sore di kos saya tidak enak rasanya karena air dari bak penampung di atap kos tidak segar setelah terjemur dibawah matahari berjam-jam. Selain hal ini, kamar kos saya berlokasi paling depan jadi efek panasnya paling terasa. Karena hal ini saya lebih suka mengerjakan skripsi di rumah dan pulang kampung setiap minggunya. Namun, syukurlah sekarang di Malang sudah hujan; menurut saya hujan ini mengembalikan Malang jadi indah dan nyaman seperti seharusnya. 

Dalam skripsi ini banyak teman yang tidak beruntung seperti saya, yang harus mengganti total topik dan mulai dari awal. Saya berusaha membantu mereka sebisa mungkin, mulai dari menunjukkan teori-teori yang saya tahu tentang topik mereka, memberi previous studies sebagai rujukan, hingga sekedar bertanya dan berniat memberi semangat. Syukurlah satu teman saya sudah (istilahnya) menemukan jalannya dan lancar mengerjakan bab demi bab. Namun, beberapa teman lain masih kurang beruntung. Saya terkadang menanyakan kabar perkembangan mereka dan senang apabila mereka sudah yakin dan berprogress. Namun apabila teman-teman ini stuck dan tersesat, saya turut bersusah hati, karena melihat betapa saya sekarang sudah lancar sedangkan teman-teman yang lain masih kesulitan. Saya hanya akan merasa betul betul berhasil apabila teman-teman yang kesulitan ini juga berhasil dan lulus di hari yang sama. Bagaimanapun, seperti kata seorang teman; kita harus pecaya dengan kemampuan teman-teman yang kita dukung, karena sesulit apapun, pasti ada pencerahan bagi mereka semua.

Minggu, 27 September 2015

Awal Skripsi

Akhir-akhir ini kesibukan saya adalah skripsi. Sejauh ini yang telah selesai adalah bab 1. Sebenarnya bisa saja bab 2 selesai namun karena harus ganti topik saya memulai dari awal lagi demi menghindari resiko buntu di tengah jalan. Semester ini hanya ada sedikit kuliah karena saya selalu mengambil jatah di setiap semester sehingga hanya tersisa dua mata kuliah yang kegiatannya di dalam kelas. Dua lainnya adalah magang yang telah selesai itu dan skripsi sekarang ini. Karena hanya ke kampus dua kali seminggu, jadinya saya sering pulang ke rumah karena sedikit aktivitas yang dapat dilakukan di kos. Meskipun kos saya menyediakan wifi yang super cepat, namun setiap akhir pekan rasanya selalu ingin pulang. 

Di rumah sekarang kami mememelihara kucing yang diberi nama Kiwa oleh bulek saya dan kucing ini menggemaskan. Setiap kali sudah di Malang untuk beberapa waktu lamanya biasanya saya akan kangen sendiri dengan kucing ini. Jadi mungkin Kiwa adalah alasan besar mengapa saya kangen untuk pulang setiap akhir pekan. Alasan kedua adalah ingin makan dengan layak, hehe. Bukan bermaksud mengatakan saya tidak makan layak setiap harinya di kos-kosan, namun rasanya masakan desa lebih lezat daripada yang dijual di warung manapun di Malang. Selain itu, disini saya tak perlu mengeluarkan uang banyak ketika ingin membeli makanan di warung yang enak. Alasan selanjutnya mungkin adalah ingin melihat seseorang di gereja sore di paroki Blitar. Jadi setiap Sabtu sore saya sengaja jauh-jauh ke gereja (istilahnya) pusat di Blitar. Saya lebih suka ibadah sore daripada pagi, jadi saya harus ikut ibadah disana. Seperti biasanya, saya duduk di deret belakang kanan, dan biasanya pula ia di deret kiri agak ke depan. Hari ini saya melihatnya sudah berbeda. Rambutnya pendek kira-kira sebahu dan diikat; membuatnya tampak lebih ceria dan lincah. Ini adalah gadis yang sama seperti yang saya share di posting lain dahulu dan mungkin tampak seperti ironi, bagaimana saya tak kunjung berkenalan dengannya. Namun, bukannya tidak berusaha, tapi karena saya bulan-bulan terakhir lebih sering di Malang ketika akhir pekan, jadi perlahan pada akhirnya lupa sendiri akan hal ini. Hari ini, saya kembali terkesan dan akan memikirkan hal terbaik yang harus saya lakukan kedepannya. 

Jumat, 21 Agustus 2015

Saudara

Pagi ini saya dilanda kebingungan. Setelah mandi dan menyiapkan makanan untuk hari ini, saya tak tertarik melakukan apapun. Maunya mengerjakan laporan magang, tapi tidak ada mood yang baik untuk itu. Kalau sudah kebingungan seperti ini biasanya ujungnya adalah kesepian, dan begitulah jadinya tadi pagi. Saya bingung hendak pergi kemana. Akhirnya, sebuah pikiran yang tak terduga muncul, yaitu mengunjungi rumah retret di Jedong, Malang. Tujuan utamanya adalah bertemu dengan pak Salome. Ia adalah orang yang banyak membantu dan berjasa pada waktu saya tinggal disana. Ia adalah kawan yang baik dan berjiwa muda serta ramah. Keluarga pak Salome sudah menganggap saya seperti saudara sendiri. Sayapun demikian juga. Maka, rasanya sungkan sekali apabila lama tidak menjumpai mereka semua.
Siang ini, saya disana terus dari jam 11 hingga jam 5. Selain pak Salome, saya juga bertemu karyawan-karyawan lain yang dulu juga sering membantu saya. Menggembirakan, demikianlah kesannya. Saya telah mengenal orang-orang baik di Malang ini, yang sudah menganggap saya bagian dari keluarga mereka. Maka, sangat menyenangkan bisa berkunjung dan bertemu dengan mereka semua. Saya tidak akan melupakan mereka semua dan akan terus berkunjung, sebab sekarang mereka adalah saudara.

Lagu Memorable

"Tiada nada, tiada suara
mampu mengungkapkan rasa
bahagia tak terkira
Tiada sungai, tiada samudera
mampu tandingi agung cinta-Mu
lembut hatimu ubah hidupku"

Ini adalah salah satu lagu kesukaan saya. Judulnya adalah "Karena Aku Kau Cinta." Lagu ini selalu membuat saya teringat akan momen bahagia ketika masih di asrama bersama teman-teman. Dulu, saya sering menyanyikan lagu ini ketika ikut bertugas paduan suara. Itu adalah masa yang sangat membahagiakan. Bagi saya lagu ini adalah sebuah ungkapan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati itu sendiri adalah sukacita bersama orang-orang yang saya cintai, keberhasilan melewati tantangan besar, dan kedamaian hati karena dekat dengan Tuhan. Setiapkali saya menyanyikan lagu ini, momennya selalu pas, yakni ketika saya berkumpul dengan para sahabat, ketika sudah lulus, dan pada hari-hari yang penuh dengan berbagai event dan perayaan besar. Lagu ini benar-benar memorable!

Kamis, 20 Agustus 2015

Pindah Kos Lagi


Kos yang indah hancur dalam 3 hari
Saya pindah kos lagi. Kos yang nyaman dan tenang itu kini telah dibeli oleh seseorang pada awal lebaran lalu dan ia merubuhkan bangunannya bahkan ketika saya dan yang lainnya masih tinggal di tempat itu. Sebenarnya kami diberi waktu hingga tanggal 20 Agustus, namun pada tanggal 14 ia sudah menyuruh tukang-tukangnya membongkar bangunan itu. Setelah itu ia berkata bahwa tanggal 15 kos harus sudah kosong. Maka dengan bekerjasama dengan penghuni lain, cepat-cepat saya segera memindahkan barang-barang saya di kos yang baru. Kami menyewa kendaraan pick-up agar cepat dalam pindahan satu hari itu.
Malam-malam mengambil sisa-sisa barang yang ketinggalan.

Di malam-malam sebelumnya saya dan teman-teman kos sering berkumpul. Saya merasa senang bisa lebih akrab dengan mereka namun juga sedih karena akan berpisah dan tidak satu kos lagi.

 Kami semua sangat menyesali pemilik kos menjual tempat nyaman dan tenang itu. Kami juga jengkel dengan si pemilik baru yang seenaknya dan tidak menepati janji. Bagaimanapun, ia punya uang dan kuasa. Hal terbaik adalah pindah secepatnya agar terhindar dari suara-suara bising pembongkaran bangunan itu.

Sekarang saya tinggal di kos-kosan yang serumah dengan keluarga pemilik kos. Ini pertamakalinya saya ngekos seperti ini. Jadi, sekarang saya tidak sebebas dulu. Namun yang terpenting bagi saya adalah kenyamanan dan ketenangan dan kos ini sangat berpotensi untuk menjadi demikian.

Begitulah kawan! Memang seringkali peristiwa-peristiwa tak terduga datang menghampiri. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang menyusahkan atau bisa juga menjadi kejutan yang membawa banyak kebaikan bagi kita.

Semester 7

Tidak terasa sekarang sudah memasuki semester 7. Ini berarti skripsi sudah di depan mata. Saya sendiri merasa siap-siap-nggak-siap. Rasanya tidak terasa tiga tahun sangat cepat berlalu; terlalu cepat. Bagaimanapun ketika waktunya sudah tiba maka hal yang menjadi kewajiban pada waktu itu harus dilakukan. Saya sendiri bukan pertamakalinya menghadapi hal semacam ini. Anda pasti juga lumayan sering mengalami hal yang sama; misalnya perpisahan dengan teman SMA. Ketika menjadi siswa kelas tiga di akhir semester, pasti rasanya berat meninggalkan teman-teman dekat di kelas. Atau, mungkin berat sekali rasanya meninggalkan zona nyaman sekolah dan menjadi lebih harus mandiri sebagai mahasiswa. Hal-hal semacam ini seringkali saya pikirkan ketika merasa tidak siap dan ragu. "Saya sudah menghadapi hal yang serupa sebelumnya, dan sekarang meskipun merasa tidak siap, saya yakin saya akan berhasil dan kesiapan itu sendiri akan dibentuk oleh proses," demikianlah kata-kata saya sendiri untuk memotivasi diri. Jadi akhir kuliah ini adalah hal "akhir" yang serupa dengan apa yang pernah saya alami.

Bagi anda yang juga menjalani masa-masa akhir kuliah, tetaplah enjoy dan woles! Lulus tidak harus tepat waktu, tapi pada waktunya! Hehe, ini bukan kata-kata saya tetapi semoga dapat menyemangati anda!

Minggu, 10 Mei 2015

Akhir Semester 6



Semester 6 ini mungkin semester yang paling berat dibanding semester lainnya. Dulu sering sekali ada keluhan tentang tugas, namun itu semua tidak ada apa-apanya jika dibanding semester ini. Ada 8 mata kuliah yang diajarkan dua dosen dan semua tugas akhirnya ialah essay. 2000 kata untuk masing-masing tugas dari dosen A, dan 4-5 halaman essay dari dosen B. Tanggal 8 yang lalu adalah pengumpulan terakhir tugas-tugas tersebut dan saya lega sekali dapat mengerjakan semuanya dengan baik.
Sekarang setelah selesai semester 6, saya dan semua teman sekelas akan menjalani masa magang (KKN) selama 6 minggu. Itu 5 hari lagi dan berarti masih ada sedikit waktu untuk berekreasi kecil sebelum menghadapi ujian lainnya itu. 

Saya tidak begitu peka terhadap pergantian waktu; dan karena inilah masa-masa kuliah terasa terlalu cepat habis. Rasanya sedikit tidak menyenangkan, namun saya bersyukur karena masih bisa bebas. Hal ini berkaitan dengan apa yang seseorang katakan kepada saya beberapa waktu yang lalu.

Beberapa Waktu yang Lalu

Di teras rumah seorang wanita bercerita kepada saya tentang kehidupannya di awal-awal pernikahan. Ia tidak begitu bahagia, sebab kehidupannya sekarang jauh berbeda dari dulu ketika ia masih bekerja di Jogjakarta. Menikah kira-kira tahun lalu; wanita ini tidak pernah membayangkan bahwa ia akan harus hidup di desa. Sebelumnya, ketika kuliah, ia sering menjelajahi kota bersama teman-temannya dan berekreasi ke tempat-tempat yang menyenangkan. Setelah lulus kuliah, iapun masih di kota itu, bekerja. 
"Hidup di kota menyenangkan," katanya.
"Pola pikir orang-orang sudah maju dan kita bisa bergaul dengan siapa saja tanpa ada banyak norma dan prasangka-prasangka orang lain seperti di desa," tambahnya.
Kini keadaan sudah berbeda jauh dari apa yang ia miliki. Setelah bertemu seorang pria di kota kelahirannya (sepupu saya), dan menikah bersamanya, kehidupan yang menyenangkan di kota sekejap hilang. Ia harus melepaskan pekerjaannya dan tinggal bersama sepupu saya di desa; dan tak pernah bisa bertemu dengan teman-temannya lagi di kota. Ia juga mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan di tempat yang baru. Jadi sekarang ia hanya di rumah, dan masih beradaptasi dengan lingkungannya yang baru; proses yang sangat sulit, katanya. 
"Orang-orang di desa kolot pemikirannya; Mereka terlalu banyak norma; sehingga pikiran mereka tidak terbuka; Disini sulit sekali mencari seseorang yang bisa diajak bicara;" demikian tuturnya. 
"Jadi, apa yang mbak lakukan ketika begitu kesepian?" Saya bertanya.
"Ini," katanya sambil menunjukkan group chat yang ia buat di Line bersama teman-temannya. Setelah itu ia terus bercerita; saya hanya mendengar, karena ada banyak sekali uneg-unegnya dan hanya sedikit sekali waktu yang tersedia sebelum suaminya datang. 
Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya ia ingin kembali ke kota lagi bersama teman-temannya, karena disana masih ada banyak lowongan. Namun, sayang sekali ia tak bisa karena sudah empat bulan mengandung dan terikat pernikahan. 
Ia juga berpesan kepada saya agar menikmati masa-masa kuliah, selagi di kota dan masih bebas. 

Setelah beberapa menit, akhirnya si suami datang dan ia menghentikan ceritanya. Kemudian mereka berdua ngobrol. Saya pergi ke dalam rumah.

Saya merasa turut bersusah hati atas apa yang dialaminya itu, namun saya tidak merasa enak jika mencoba membantu wanita itu karena mereka menikah beberapa bulan yang lalu. Saya juga tidak mau mengganggu kehidupan sepupu saya. Mungkin mendengarkan sharing nya itu saja sudah cukup membantu baginya. 

Minggu, 19 April 2015

Saat Hening

Beberapa waktu yang lalu terjadi pemadaman pada petang hari di kota Malang. Sesaat setelah itu segala suara benda-benda elektronik yang sebelumnya mengisi keheningan, hilang seketika. Tidak ada yang terdengar selain suara orang bercakap-cakap di kejauhan dan segelintir kendaraan yang lewat. Tidak lama kemudian, hujan turun dan membuat suasana semakin sepi (kalau sedang hujan, seringkali tidak ada kendaraan yang lewat). Jika sudah demikian, tidak ada suara-suara lain selain suara alam sendiri. Keadaan seperti ini justru lebih baik untuk dinikmati, bukannya dihindari. Mungkin beberapa orang lebih suka memecah keheningan seperti ini dengan menyalakan musik dari gadget mereka yang masih menyala. Namun, untuk beberapa, saat pemadaman listrik menjadi kesempatan untuk lebih dekat dengan alam. Saat saat hening memang merupakan waktu yang sangat berharga,  terutama bagi mereka yang selalu menghargainya.

Jumat, 17 April 2015

Seorang Teman dari Kota Jauh

Beberapa hari yang lalu seorang kawan datang ke kosan saya untuk meminta bantuan mengerjakan draft proposal skripsinya. Saya mengenal kawan ini sejak semester 4 dan kini saya merasa cukup baik mengenalnya. Namun, ternyata saya tidak begitu baik mengenalnya karena saya tidak tahu bahwa ternyata kawan ini telah dan sedang melalui banyak hal berat. 
Di sela-sela mengerjakan draft, ia mengeluh tentang semester ini yang tak kunjung selesai dan banyaknya tugas serta jadwal kegiatan drama (wajib) yang memusingkan. Ada banyak sekali kesibukan sementara ibunya dirawat di rumah sakit di kotanya. Saya bertanya tentang sakit apa yang ibunya keluhkan dan kawan ini dengan raut muka sedih menjawab "Bermacam-macam, Sep." Kemudian ia mulai bercerita kepada saya dan seorang kawan lagi yang kebetulan juga sedang berniat mengerjakan tugas di kos saya.
Panjang sekali ceritanya, namun saya menceritakannya secara lebih singkat. Jadi begini; teman saya ini adalah anak sulung diantara saudara-saudaranya dan ia bertanggungjawab besar dalam keluarga. Setiap akhir pekan ia selalu pulang ke Situbondo untuk merawat ibunya di rumah sakit. Dia jugalah yang mengurus segala urusan rumah sakit, mulai dari pendaftaran hingga pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan. Kadang-kadang, tidak hanya akhir pekan saja ia pulang menemui ibunya, namun juga di hari-hari kuliah karena didorong rindu dan rasa kasihan yang semakin membesar. Karena hal ini, kadang teman saya ini harus membolos beberapa kelas. Ia juga sering tidak ikut latihan drama sampai-sampai kebanyakan dari kami menganggapnya malas dan tidak tenggang rasa. 
Kepada saya ia berkata bahwa ia enggan memeberitahu teman-teman yang lain alasannya tidak bisa datang ke latihan drama karena takut nanti dianggap cari simpati. Ia juga sudah sejak dulu ingin bercerita tetapi tidak ada timing yang tepat. Sudah lama sekali ia ingin bercerita kepada teman kami Kana, karena ia merupakan salah satu teman yang kawan saya ini kenal dengan baik sekali. Namun, tidak ada waktu hingga akhirnya ia bercerita kepada saya sendiri. 
Jadi kawan ini sekarang sedang dirundung kesusahan yang besar, sebab sebelum ibunya sakit, ayahnya opname di RS dan kini sebelum beliau sembuh total, ibunda teman saya  jatuh sakit. Beliau menderita tekanan darah tinggi. Tensi darah beliau mencapai 200. Saya sangat keheranan mendengarnya sebab nenek dulu tekanan darahnya yang tertinggi setahu saya 195. Selebihnya nenek saya tekanan darahnya 130-150. Sedih mendengarnya. Ia satu-satunya anak yang bisa diandalkan. Ayahnya masih belum sehat sepenuhnya, adik-adiknya masih SMP dan saudara-saudaranya tidak bisa menjaga ibunya terus karena memiliki kesibukan masing masing, sementara ia masih harus menyelesaikan kuliah semester ini; ia harus berada jauh di Malang sementara ibunya sakit di rumah sakit. 
Seringkali teman saya ini merasa kesepian dan terpuruk karena selalu teringat ibunya. Bukan saja darah tinggi saja yang diderita ibunya, melainkan penyakit-penyakit lainnya yang kawan saya ini enggan memberitahukannya.
Ia berkata bahwa sebenarnya ia selalu ingin bercanda ketika di kampus, agar ia bisa lupa segala kekhawatirannya, namun ketika telah meninggalkan kampus ia cenderung bersusah hati karena secara tidak dikehendaki, kehawatiran selalu datang dengan sendirinya.
Saya tahu kawan saya ini pasti sangat terpuruk di saat-saat ini karena saya juga mengalami hal yang serupa beberapa waktu yang lalu. Ketika nenek sakit, setiap akhir pekan saya selalu di rumah sakit, selama kurang lebih satu bulan. 
Kini setelah saya tahu masalah yang dialaminya, saya akan membantu sebisanya sebagai seorang teman. Ia terlihat lebih lega setelah becerita hal ini kepada saya dan seorang kawan lain. Saya sendiri merasa cukup senang bisa membantunya sedikit dan mendengarkannya. 
Semoga Tuhan menolong dan memimpin kawan ini, serta menghiburnya agar selalu berteguh dalam iman. Amin. 

Beeswax

Saya sekarang memasuki akhir semester. Ada banyak sekali tugas essay yang harus diselesaikan dan belum saya sentuh, namun saya tidak begitu memusingkan hal ini karena saat ini saya kembali ke Blitar. Disini tenang sekali. Suasana disini sangat mendukung untuk apa saja, membuat saya kepikiran untuk membuka soundcloud dan memutar lagu-lagu orang-orang di daftar 'following'. Ada satu dari orang-orang yang saya ikuti yang serius menciptakan lagu, merekamnya dengan baik serta meng-uploadnya di media ini. Ada lumayan banyak lagu yang ia unggah, mulai dari yang memakai alat alat sendiri hingga yang sudah direkam di studio rekaman. Nikmat sekali membiarkan aplikasi memainkan semua lagu-lagunya secara berurutan sambil merasakan tenang dan sejuknya udara di sekitar rumah. Melakukan hal ini membuat saya berpikir tentang dua hal, yang pertama ialah proses. Teman saya ini terus berproses. Dulu saya lihat ia mengunggah lagu-lagu rekaman sendiri dan sekarang beberapa lagunya hasil rekaman studio. Yang kedua ialah tentang 'do what you love'. Mendapati beberapa karya berhasil diterbitkan mungkin merupakan salah satu hal yang paling menyenangkan bagi teman ini, karena saya berpikir melakukan sesuatu yang kita suka dan bekerja keras untuk hal tersebut merupakan salah satu hal yang membanggakan. 

Jumat, 27 Maret 2015

Hari-hari Ramai

Satu hari setelah kepergian nenek; saya tidak begitu larut dalam suasana sedih karena ada banyak orang di rumah. Pada tujuh hari berturut-turut ini diadakan doa arwah atau semacam ibadat kecil yang dihadiri oleh umat lingkungan gereja. Selain doa arwah, ada pula selamatan dengan adat jawa yang dihadiri oleh para tetangga dekat. Jadi suasana di rumah hari-hari ini sangat ramai. Tetangga-tetangga (khususnya ibu-ibu) membantu memasak dan membantu segala pelaksanaan dua acara sembahyangan itu tadi. Orang orang silih berganti datang untuk turut menyampaikan dukacitanya. Ada banyak sekali tamu dan saya sesekali ikut menyalami mereka. Saya merasa aman sejauh ini. Sanak saudara masih berkumpul. Keluarga pakpoh yang dari Batu, keluarga paklik dari Tawangsari Blitar, dan semua anggota keluarga besar tinggal di rumah untuk beberapa waktu (mungkin selama seminggu penuh ini). Kami semua menyebar di setiap sudut rumah pada waktu malam (semacam berjaga). Ada yang tidur di ruang tamu, di kamar kakek, dan bahkan di ruang belakang rumah.

Kehadiran mereka semua membuat perasaan aman. Bahkan di moment ini bapak dan ibu saya bisa berkumpul. Semuanya hadir menghangatkan suasana di tengah dukacita ini. Saya senang, namun sesekali juga khawatir apabila kami semua meninggalkan rumah ini dan menjalani hidup sendiri-sendiri seperti biasanya, perasaan kehilangan dan duka itu kembali datang dan membuat saya bersusah hati dan terpuruk. Namun ini hanya kekhawatiran. Mungkin nanti jika tiba waktunya, apa yang saya takutkan tidak terjadi.

Begitulah, teman! Hari-hari ini mungkin saya belum bisa kembali ke Malang untuk menjalani rutinitas harian. Namun saya juga rindu bertemu dengan kawan-kawan saya disana.

I Think God Has Told Me

It’s like God has told me that the primary purpose of this life is to go back home; to meet Him in His glorious kingdom of eternity.
I am not really sure about what I am talking but I think that that is how we are supposed to live this life. I think it is God who wants us to live well and to be a fine harvest to fill the kingdom with goodnessess.

I just Can't Believe

It has been four weeks. I and all of my kin have been busy taking care of our sick mother, my grandmother exactly. She’s suffering a malignant tumour. I do not know what it is usually called; it may be a cardiac tumour, a mass of cells growing in or on a part of my grandma’s heart.
It is very devastating. Doctors have said for several times; any medical help can do nothing about it. Neither chemotherapy nor surgery can help my grandma, so we just have the last hope.
We try to lay the burden down and trust in Him and patiently take care of our mother.
Days have been hard for me and others. Beside believing in the power of God and all kind of miracles, we are often afraid, especially when our beloved mother coughing and vomitting.
It is so depressing. Our beloved parent is dying and nothing we can help but praying for her.
Day by day; our mother were fine before she died this morning.
I was sleeping and dreaming of an unpleasant stepdaughter of my aunt came in our house and made the situation unpleasant. Before a long unhappy moment happened in my dream, my phone rang and I woke up. It was at 01:49 a.m. I picked the phone, it was my aunt. She told me, not in a clear voice, that grandma had just passed away. I could not believe it. “Just like that?” I asked my self. I could’t say much about that moment. I was so depressed and sad.
I just cried and mourned in that silent moment. Meanwhile in the phone, there were several people crying;
Then the harder part came for me. Aunt told me I must tell my mother. I called her. She picked it up. I told her what happened and I. Sorry, I can’t explain this moment. I was miserably sad. The way I told the news to my mother and her reaction only made me saddened. It has haunted me until now, at this very moment.
I am in a big grief, friend!
Now I pulled myself from the crowd of people in the house.
I sort of try to accept what has happened and let God take her back home. It is a simple thing, actually but I just can’t believe it happens today. I think I just need some time.
There are a lot of people in the house. Neighbors, family, and people from the church came to see our mother for the last time.
There was a kind of rite and a praying. Some requiems have just been sang. Some prayers have just been finished. I just wait in grief what would be next.
Now they are singing “Our Father”.
I remember the face of my grandma in the coffin. She looked so beautiful and kind. She even looked like smiling like the way a pretty woman smile because of being grateful to God.
Now the song is finished. It is finished, maybe. It is about time. My grandma’s body will be sent to the cemetery.
I would like to say goodbye to her.
Thank you, friend for seeing this sharing. God bless you!

Minggu, 08 Maret 2015

Keluarga Kucing

Di rumah sakit khususnya di area pasien penyakit dalam, terdapat keluarga kucing yang tinggal di atap. Ada enam kucing, satu induk dan lima anak. Mereka hidup bergantung pada sisa sisa makanan pasien. Setiap hari si induk bisa mendapatkan beberapa potong daging ayam untuk diberikan kepada anak anaknya, sehingga mereka semua tumbuh dengan baik dan kelihatan gemuk dan lucu. Orang orang senang melihat tingkah laku keluarga itu, sama seperti saya. Hampir semua orang menikmati memandang kumpulan binatang binatang kecil yang menggemaskan itu. Namun, ternyata apabila didekati, mereka ganas dan liar.

Kehidupan mereka baik baik saja sebelum kejadian kemarin. Salah satu anak kucing mencoba ikut induknya, melompat dari atap ke pohon lalu ke tanah dan setelah itu tidak bisa kembali ke atas.Si induk tidak bisa menolong karena anak kucing itu sudah besar dan berat. Oran orang juga tidak bisa; setiapkali hendak ditangkap untuk dikembalikan ke atap, ia lari. Saya sudah mencoba beberapa kali namun tidak bisa. Jadi si anak kucing tetap di bawah pohon di taman; siang, malam hingga pagi. Ia mengeong-eong seharian dan semalaman. Saya merasa kasihan pada kucing itu , se
perti halnya orang orang; namun sulit sekali menangkapnya. Hingga pada akhirnya, setelah semua upaya mengejar gagal, muncul satu kesempatan. Pagi ini, si kucing kelihatan tidur di antara tetumbuhan. Saya mengendap endap lalu menangkapnya. Si kucing memberontak dan mengeluarkan suara buasnya dan mencakar setiap sisi tangan saya yang bisa ia jangkau. Ia juga menggigit jempol kiri saya sehingga berdarah. Saya segera melepaskannya ke atap. Masalah beres. Orang orang bisa tidur nyenyak lagi dan si kucing kembali kepada keluarganya.
 Beberapa orang terlihat senang; beberapa heran bagaimana saya menangkapnya.




Jumat, 27 Februari 2015

Di Rumah Sakit

Sekarang saya berada di RS Saiful Anwar Malang. Jam berkunjung sudah berakhir dua jam yang lalu. Suasana di sekitar lumayan sepi. Hanya ada para pasien dan satu anggota keluarga yang berjaga, di setiap bilik ruangan. Di satu sudut, para perawat dan dokter berjaga ditemani TV yang menyala. Sepi namun tidak terlalu sunyi; mungkin begitulah kata kata yang tepat untuk menggambarkan suasana saat ini karena di luar masih terdengar beberapa orang bercakap cakap. Selain di luar, di bilik sebelah juga masih terdengar percakapan.
 Disana seorang bapak yang usianya sekitar 50 tahun menemani isterinya, seorang perempuan sakit yang masih (bahasa jawanya) etes, atau semacam cerewet. Mereka berbicara banyak. Si ibu banyak mengeluh tentang banyak hal; tentang ketidakbetahannya hanya duduk dan berbaring, tentang kebosanannya, tentang anak anaknya yang nekat mudik jauh jauh untuk menjenguk, tentang kesulitannya untuk tidur, dan lain lain. Disamping mengeluh, si ibu juga suka membuat suara suara; ketika menguap, ketika  bernafas saat berbaring, dan ketika meregangkan badan. Biasanya ketika si ibu demikian, bapak itu menegurnya. "Opo seh iku ma," atau "koyok koyok o ndek omah wae."  Bsegitulah mereka berdua, menit demi menit dan jam demi jam. Alih-alih merasa terganggu, saya justru menikmati percakapan mereka. Suatu penghiburan tersendiri mendengar mereka berbicara. Semacam lucu. Namun, diluar apa yang saya ceritakan ini, nenek rupanya tidak suka mereka. Si bapak itu tidak sopan, kata nenek. Seringkali berjalan membuka pintu dan tidak menutupnya kembali. Saya tidak tahu akan hal ini karena ini pertamakali saya menjaga nenek.

Bagi saya mungkin si bapak itu hanya tidak tahu kalau hal itu mengganggu ketrentaman orang lain. 

Ya begitulah sekiranya ini dapat menyambung cerita sebelumnya. Mungkin terdapat banyak typo karena saya mengetik lewat ponsel saya yang sudah lemot kebanyakan aplikasi. Baiklah. Sampai jumpa!









The Bucket List

Kamis, 26 Februari 2015

Tentang Orang Tua dan Sakit

"Apakah ini tentang bagaimana segala sesuatu melewati hidup? Siang dan malam, tanpa istirahat,"
(Confucius, Guru jarang mengerjakan, Bab 9 alinea 16).
Kutipan dari Confucius dalam buku yang saya pinjam dari seorang teman saya ini mungkin dapat mewakili apa yang saya dan keluarga alami akhir-akhir ini. 

Karena kesibukan kuliah dan urusan pribadi, saya sering melewatkan kesempatan berkumpul dengan kawan-kawan lama saya. Sekitar dua minggu yang lalu, di akhir pekan, ketika ada kesempatan menghabiskan waktu bersama mereka, saya justru sibuk di kampung halaman karena acara keluarga. Seminggu kemudian, saya tidak ada waktu lagi untuk weekend. Nenek saya sakit dan harus menjalani serangkaian proses medis yang serius. Tidak ada yang memberitahu tentang apa sakitnya, yang jelas beliau harus opname di RS Syaiful Anwar Malang, di tempat khusus pasien penyakit dalam, dua hari yang lalu. Semua anggota keluarga membantu semampu mereka, namun hanya bibi saya yang paling muda yang bisa menemani nenek saya selama masa perawatan karena disamping peraturan yang hanya memperbolehkan satu orang saja yang menjaga di luar jam besuk, bibi saya ini satu satunya yang tidak terikat rutinitas harian. Jadi selama ini ia menjaga nenek siang dan malam, namun di akhir pekan ini saya akan menggantikannya sampai hari Minggu agar ia dapat beristirahat dan menghirup udara segar. Sungguh, hari-hari ini terasa berat. Namun beruntung saya sudah presentasi proposal skripsi kemarin; beruntung juga, saya tidak memiliki job seperti teman-teman saya yang seluruh waktunya tersita hingga depresi sehingga saya punya cukup waktu untuk membantu keluarga saya, khususnya nenek.

Saya juga bersusah hati, sama dengan yang lain. Karena, sosok nenek saya ini bukanlah sosok seorang yang tua, yang hanya dikunjungi ketika liburan atau akhir pekan, namun lebih dari itu. Kehadiran beliau sama berartinya dengan kehadiran ibu. Dulu di SMA, nenek yang sering mengunjungi saya di asrama karena pada waktu itu ibu bekerja di Malang dan bapak saya, meskipun ada di kota ini tapi tidak pernah berkunjung. Jadi, sangat menyedihkan sekali melihat beliau tidak sehat dan aktif seperti biasanya. 

Saya membaca blog teman karib saya dan seorang teman lama. Mereka juga mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan seperti saya akhir-akhir ini. Ayah mereka juga sedang menderita sakit. Namun, salah satu dari orangtua kawan saya ini berada di luar kota dan lumayan jauh. Mungkin hari-hari ini juga berat bagi kawan ini. Saya turut bersedih atas apa yang ia alami akhir-akhir ini. Namun, saya harap hari-harinya tidak suram dan tidak seperti apa yang saya katakan "mungkin" tadi, melainkan tetap penuh berkah dan kebaikan. Saya berharap rahmat Tuhan selalu menyertai segalanya. Semoga rahmat kesembuhan berserta orang tua- orang tua kami yang sakit. Amin. 

 Demikianlah, kawan. Demikianlah bagaimana saya akhir-akhir ini. Merasa bersedih, ya, saya mengakuinya. Namun, hari-hari ini juga ada banyak anugerah yang saya terima. Ada banyak rasa syukur yang saya ucapkan setiapkali saya sembahyang. Semoga, siapa saja yang juga mengalami hal berat di saat ini juga menerima banyak berkah dan kebaikan seperti saya.

Jumat, 06 Februari 2015

Perubahan

Rasanya baru kemarin saya memposting tentang "all is well," dan hari ini saya mendapatkan tantangan untuk menerapkannya. 
Akhir-akhir ini, mungkin bisa menjadi hari-hari paling tidak menyenangkan bagi keluarga saya di tahun 2015 ini. Di tempat kerjanya, ibu terlibat suatu masalah serius hingga ia harus segera angkat kaki dari tempat itu. Pagi ini, saya membantu mengemasi barang-barang dan mencari kost untuk adik saya. Mencari kost; ini yang paling saya khawatirkan. Kami harus segera menemukannya sehingga ada tempat tinggal untuk adik meskipun ibu sudah kembali ke Blitar.* Saya berusaha untuk tidak bersusah hati karena masalah yang mengejutkan ini. Cuaca cukup cerah untuk mendukung saya berusaha tetap tenang dan syukurlah, berkat doa-doa pengharapan, saya dan ibu tak butuh waktu yang lama untuk menemukan sebuah kos sementara untuk adik. Berkah Tuhan!
Setelah itu, sambil membantu packing barang-barang, saya mencoba menenangkan suasana hati untuk dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Segala hal memang masih kacau dan hari-hari berikutnya masih berat bagi kami, terutama ibu saya. Perubahan ini memang begitu cepat; sebelumnya kami tidak membayangkan masalah itu terjadi. Namun, di atas semua ini yang paling penting adalah bahwa Tuhan tidak meninggalkan kami. Hari ini Ia membantu; maka hari-hari berikutnya Ia pasti juga akan hadir menyertai kami. All is well. Semua akan baik-baik saja dan saya akan mengusahakan apa yang saya bisa.

Ya, begitulah kawan, hari-hari saya akhir-akhir ini. Semoga engkau dan semua anggota keluarga tercintamu, dimanapun mereka berada, tidak akan mendapati masalah seperti kami saat ini. Tuhan memberkati!

*Adik saya juga harus meninggalkan tempat itu.

Senin, 02 Februari 2015

Interval

Untuk mengisi kekosongan semata.
 
Suka film 3 Idiots? Saya pertamakali menontonnya bersama teman-teman SMA saya. Ada banyak pesan di komedi itu. Dulu, yang menurut saya paling berkesan ialah tentang jargon "all is well" nya itu. Begini kira-kira kutipan percakapannya;
"All is well.
"Whenever you are in trouble, say these words! Though it doesn't solve the problem, it gives you strength/courage to deal with the situation."
Atau begini;
"Di kala kesusahan, katakanlah dalam hatimu, "all is well."
"Memang ini tidak akan menyelesaikan masalahmu, tapi memberimu kekuatan untuk menghadapinya."
Sekarang, setelah sekian lama lupa dengan pesan filmnya dan menontonnya lagi, saya kembali teringat akan teman-teman dekat saya di seminari dan menangkap pesan baru yakni tentang keutamaan atau keunggulan. Kepada dua kawannya Rancho memberi petuahnya; bahwa dalam hidup jangan mengejar kesuksesan, tapi keutamaan, keunggulan. Keutamaan yang dimaksud ini, saya artikan dengan hal-hal yang kita perjuangkan. Sebagai contoh; kawan saya suka menulis, atau memotret, dan ingin memperjuangkan hobinya ini; maka itulah keutamaan miliknya. Jadi, sangat dianjurkan kawan saya ini untuk terus memperjuangkan hal itu, memperjuangkan hal yang ia sukai supaya kesuksesan yang ia raih nanti kesuksesan yang sejati. 

Ya, demikianlah.
Semoga engkau berhasil memperjuangkan hal-hal yang engkau suka!

Senin, 26 Januari 2015

Perempuan

Sudah dua minggu saya selalu pulang di akhir pekan. Alasannya hanya karena kehabisan bahan-bahan pokok harian saja. Namun semenjak dua kepulangan terakhir ini, saya merasa punya alasan lain untuk pulang, yakni untuk mencari kesempatan bertemu dan (berharap) berkenalan dengan seseorang. 
Di salah satu tempat ibadah tertua di kota itu, saya selalu beraharap menemukannya di bangku dimana saya melihatnya untuk pertama kalinya. Pada dua minggu yang lalu, saya tak menemukannya, dan pada sabtu sore yang lalu, saya melihatnya lagi di tempat yang sama, di deret bangku sebelah kiri. Senang mendapatinya duduk di bangku yang sama, sama halnya dengan saya yang selalu duduk di deret kiri belakang, dari pekan ke pekan. Senang; ada seseorang yang "nyata" yang dapat membuat saya kagum sekaligus suka. Sudah beberapa waktu lamanya saya tak mendapati gadis manapun yang membuat saya suka sekaligus takjub dan sekarang inilah dia. Mungkin akan terbilang seperti omong kosong jika saya mengucapkan ini; "Ia berbeda dengan yang lainnya, jauh berbeda dan jauh lebih baik," namun memang demikianlah; meski saya belum mengenalnya, saya melihatnya sebagai sosok yang paling anggun. Oleh karena hal ini, saya merasa menghirup udara baru, merasa melihat bentang alam menakjubkan di tempat yang belum pernah saya kunjungi. Demikianlah! Jikau engkau dulu mungkin bertanya-tanya apa yang saya alami selama saya vacuum menulis, inilah jawabannya.

Minggu, 18 Januari 2015

Two Thousand and Fifteen

Tulisan pertama di tahun 2015!
Haha, salam! Setelah beberapa waktu tidak menengok blog, saya kembali. Nah, sekarang sudah tahun 2015; lega rasanya sudah melewati masa-masa berat di penghujung tahun 2014. Ada banyak perubahan yang saya alami. Pertama, drama yang menjadi beban harian sudah usai dan sakit batuk akut saya sudah mulai hilang. Saya tidak pulang malam-malam lagi dan tidak memiliki banyak tugas wajib; tidak terlalu banyak kegiatan, sehingga ada banyak waktu untuk istirahat dan menjadi lebih sehat. Kedua, tugas-tugas yang menakutkan sudah berhasil saya selesaikan. Ketiga, saya sudah pindah kos. Ini yang paling menyenangkan. Sekarang saya menempati suatu kamar yang lumayan luas di sebuah rumah kos di perumahan. Ada yang menarik tentang bagaimana saya bisa sampai kesini, mungkin akan saya ceritakan suatu saat nanti. Yang terpenting untuk saat ini adalah bahwa tidak ada lagi suara gaduh musik alay dan cengeng serta kegilaan orang-orang muda tak bermoral dan tak bertoleransi. Saya merasa lebih tenang dan hidup! Lebih banyak keheningan yang saya dapat di tempat ini dan ini terasa seperti hadiah dari Tuhan yang sangat berharga. 
Demikianlah, kawan! Sekarang saya merasa bahagia sekali mendapati tahun 2015 menyambut saya dengan hal-hal baik. Saya harap tahun 2015-mu ini juga terisi dengan hal-hal yang menggembirakan.