Jumat, 17 April 2015

Seorang Teman dari Kota Jauh

Beberapa hari yang lalu seorang kawan datang ke kosan saya untuk meminta bantuan mengerjakan draft proposal skripsinya. Saya mengenal kawan ini sejak semester 4 dan kini saya merasa cukup baik mengenalnya. Namun, ternyata saya tidak begitu baik mengenalnya karena saya tidak tahu bahwa ternyata kawan ini telah dan sedang melalui banyak hal berat. 
Di sela-sela mengerjakan draft, ia mengeluh tentang semester ini yang tak kunjung selesai dan banyaknya tugas serta jadwal kegiatan drama (wajib) yang memusingkan. Ada banyak sekali kesibukan sementara ibunya dirawat di rumah sakit di kotanya. Saya bertanya tentang sakit apa yang ibunya keluhkan dan kawan ini dengan raut muka sedih menjawab "Bermacam-macam, Sep." Kemudian ia mulai bercerita kepada saya dan seorang kawan lagi yang kebetulan juga sedang berniat mengerjakan tugas di kos saya.
Panjang sekali ceritanya, namun saya menceritakannya secara lebih singkat. Jadi begini; teman saya ini adalah anak sulung diantara saudara-saudaranya dan ia bertanggungjawab besar dalam keluarga. Setiap akhir pekan ia selalu pulang ke Situbondo untuk merawat ibunya di rumah sakit. Dia jugalah yang mengurus segala urusan rumah sakit, mulai dari pendaftaran hingga pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan. Kadang-kadang, tidak hanya akhir pekan saja ia pulang menemui ibunya, namun juga di hari-hari kuliah karena didorong rindu dan rasa kasihan yang semakin membesar. Karena hal ini, kadang teman saya ini harus membolos beberapa kelas. Ia juga sering tidak ikut latihan drama sampai-sampai kebanyakan dari kami menganggapnya malas dan tidak tenggang rasa. 
Kepada saya ia berkata bahwa ia enggan memeberitahu teman-teman yang lain alasannya tidak bisa datang ke latihan drama karena takut nanti dianggap cari simpati. Ia juga sudah sejak dulu ingin bercerita tetapi tidak ada timing yang tepat. Sudah lama sekali ia ingin bercerita kepada teman kami Kana, karena ia merupakan salah satu teman yang kawan saya ini kenal dengan baik sekali. Namun, tidak ada waktu hingga akhirnya ia bercerita kepada saya sendiri. 
Jadi kawan ini sekarang sedang dirundung kesusahan yang besar, sebab sebelum ibunya sakit, ayahnya opname di RS dan kini sebelum beliau sembuh total, ibunda teman saya  jatuh sakit. Beliau menderita tekanan darah tinggi. Tensi darah beliau mencapai 200. Saya sangat keheranan mendengarnya sebab nenek dulu tekanan darahnya yang tertinggi setahu saya 195. Selebihnya nenek saya tekanan darahnya 130-150. Sedih mendengarnya. Ia satu-satunya anak yang bisa diandalkan. Ayahnya masih belum sehat sepenuhnya, adik-adiknya masih SMP dan saudara-saudaranya tidak bisa menjaga ibunya terus karena memiliki kesibukan masing masing, sementara ia masih harus menyelesaikan kuliah semester ini; ia harus berada jauh di Malang sementara ibunya sakit di rumah sakit. 
Seringkali teman saya ini merasa kesepian dan terpuruk karena selalu teringat ibunya. Bukan saja darah tinggi saja yang diderita ibunya, melainkan penyakit-penyakit lainnya yang kawan saya ini enggan memberitahukannya.
Ia berkata bahwa sebenarnya ia selalu ingin bercanda ketika di kampus, agar ia bisa lupa segala kekhawatirannya, namun ketika telah meninggalkan kampus ia cenderung bersusah hati karena secara tidak dikehendaki, kehawatiran selalu datang dengan sendirinya.
Saya tahu kawan saya ini pasti sangat terpuruk di saat-saat ini karena saya juga mengalami hal yang serupa beberapa waktu yang lalu. Ketika nenek sakit, setiap akhir pekan saya selalu di rumah sakit, selama kurang lebih satu bulan. 
Kini setelah saya tahu masalah yang dialaminya, saya akan membantu sebisanya sebagai seorang teman. Ia terlihat lebih lega setelah becerita hal ini kepada saya dan seorang kawan lain. Saya sendiri merasa cukup senang bisa membantunya sedikit dan mendengarkannya. 
Semoga Tuhan menolong dan memimpin kawan ini, serta menghiburnya agar selalu berteguh dalam iman. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar