Senin, 30 Juni 2014

Primbon Benar! Part 1

Saya baru saja membuka blog sahabat yang judulnya Yang Dulu Bukanlah Yang Sekarang. Disitu disinggung soal kebahagiaan, yang pada masa lalu bisa didapat dari hal-hal sederhana; sedangkan kini konsep sesungguhnya tentang kebahagiaan semakin pudar. Membaca dan mengulang-ulang tulisan itu membuat saya kepikiran lagi tentang kegelisahan-kegelisahan kecil tentang kebahagiaan, yang kerapkali mengusik hati. 
Bicara soal kebahagiaan, saya telah merasakan suatu keinginan yang menggema sejak masa yang lama. Keinginan itu adalah keinginan untuk hidup di masa lalu. Mengapa? Bukankah masa lalu itu tidak enak karena jaman orde baru? Ya, memang masa lalu kita agak kelam. Saya tidak tahu juga mengapa saya begitu ingin hidup sebagai orang agak dewasa di tahun 80-90 an, di era figur-figur artis wanita suka dengan model-model rambut pendek hingga sebahu atau berponi bergelombang, juga di era para figur terkenal pria masih banyak yang berkumis, serta di jaman CB dan honda 90 berjaya. Tidak banyak alasan yang saya punya. I just like it. Menarik sekali menonton film-film jadul, apalagi serial warkop DKI yang mempertontonkan orang-orang di era itu dengan gaya jadul. Lucu. Saya suka melihat gaya mereka berpenampilan. Lucu aja, demikian saya akan menjawab jika ditanya. Namun, terlepas dari hal-hal ini, kebahagiaan di masa lalu itu lebih simpel dan banyak pilihannya, khususnya untuk seorang yang hidup di desa. Dulu itu yang namanya mainan untuk anak kecil banyak sekali (saya akan menyinggung ini pada kesempatan lain). Untuk kaum muda dan dewasa, banyak sekali pilihan tontonan dan hiburan, dimulai dari ludruk, tayub, jaranan, pagelaran pencak, wayang, dan pasar malam. Kalau sekarang yang sering ada hanyalah pasar malam disertai konser dangdut dengan biduan-biduan yang bisa joget ngebor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar