Minggu, 29 September 2013

Ambrosius Dean Perwira

Nama yang bagus. Kawan yang baik. Ialah Dean, salah satu teman dekatku kala SMA. Ia datang dari pulau yang sangat pedas, Lombok, untuk menempa pendidikan di Seminari Santo Vincentius a Paulo, Garum(almamater tercintaku). Di awal tahun ajaran baru, ia adalah sosok yang paling cool dan penuh talenta. Bermain gitar klasik? Dia jagonya. Bakat luar biasa itu diturunkan dari ayahnya, yang sangat mencintai musik klasik.
Aku tak begitu dekat dengannya di tahun itu. Baru di awal-awal kelas dua, entah bagaimana aku sering berbagi kesan dengannya. Para siswa sekolahku biasa menyebutnya sharing. Sharing merupakan salah satu aspek penting dalam pembinaan di sekolah dan asrama kala itu. Para pembimbing dan pengajar justru menganjurkan para siswanya agar punya sahabat dekat, atau teman sharing, supaya tidak menanggung beban-beban masalah sendirian dan supaya kerasan hidup di asrama. Nahhh, pada saat itu ia sudah punya banyak keluh-kesah dan angan yang ingin sekali ia bagikan kepada seseorang. Aku adalah salah satu orang yang tepat pada saat itu. Kusebut salah satu karena pada saat itu sahabatku Stanlee juga merupakan orang yang tepat untuk Dean.
Jadi mulai awal-awal semester baru di kelas dua, pada saat jam bebas, ia sering mengajakku jalan keluar sambil berbagi-bagi cerita. Ia bercerita tentang keinginannya untuk keluar dari sekolah kami itu dan melanjutkan perjuangan untuk meraih mimpinya di tempat lain. Ia juga kadang mengeluhkan otoritas pemimpin asrama kami, yang membuat hidup jadi tidak bebas dan terikat ketat. Ohya, ngomong-ngomong ini adalah rahasia besar kala itu. Hanya aku, Stanlee, dan pembimbing pribadinya Dean yang tahu soal ini. Sungguh, dipercayainya adalah suatu kehormatan besar bagiku. Ia mengungkapkan satu hal yang sangat privasi; bahwa ia 'akan' keluar di semester dua. Sebelum keluar, ia ingin menyabet juara kelas terlebih dahulu di semester itu. Hmm, sangar!
Jam bebas yang hanya tiga jam terasa begitu cepat ketika kita sharing. Sebelum kembali ke asrama, biasanya aku mengantarnya ke wartel untuk menelepon keluarganya. Kemudian, setelah itu adalah momen favorit: makan bakso! Hmmm, bakso (aku lupa namanya), sungguh-sungguh indah; menyimpan banyak kenangan indah bersama kawanku ini.
Waktu Yang Dinantikan
Tibalah itu, saat perpisahan yang menyedihkan. Sebelum itu, ada satu kenangan indah; yaitu kala aku dan teman-teman seangkatan mendaki puncak Panderman. Waktu itu sudah malam. Semua orang tampak sudah terlelap di tenda masing-masing, kecuali tiga insan yang tengah bercakap-cakap di atas puncak yang dingin tersebut. Sambil menikmati kopi panas yang segera membeku, aku, Stanlee, dan Dean memandang jauh kebawah, ke pemandangan dunia malam kota Batu yang terlihat kecil bagaikan lampu-lampu pohon natal. Kami bicara banyak hal, mulai dari ke-otoriter-an para petinggi asrama seminari, perpisahan yang tidak lama lagi, mimpi-mimpi, dan kecintaan akan kota yang mempesona ini. Aku ingat, Dean mengungkapkan bahwa ia suatu hari ingin punya rumah disini, di kota ini. Hmmm...menarik! Kami terus berbagi cerita hingga mata memaksa kami untuk istirahat dan kembali ke tenda untuk persiapan turun besok. Hmm, kenangan yang amat berkesan, kawan!
Ini dia Dean yang awesome dan
cool. Foto diambil dari akun
Facebook-nya
Setelah hal-hal indah berlalu, tibalah itu, saat ia berpamitan kepada semua penghuni seminari di depan altar kapel setelah ibadah pagi. Itu adalah saat-saat yang tak terjelaskan. Tak lama setelah pagi itu, saat mentari mulai membumbung keatas, orangtuanya datang dengan mobil, pertanda sudah siap mengangkut semua barang-barang Dean. Setelah itu... kami tak bertemu lagi selain di dunia maya sampai saat ini. Oh iya, Dean ini memang Dean. Keren! Seperti yang telah ia inginkan dan ungkapkan; ia berhasil menyabet juara 1 di kelas IPS. By the way, juara dua saat itu aku, hehehe.
Hmm..kawan. Kau masih tetap cool hingga sekarang, lebih bahkan. Kawan, aku tidak akan lupa akan banyak hal indah yang telah mengisi hidupku yang indah ini. Aku sangat bangga dan senang pernah kau beri kepercayaan itu. Aku sangat beruntung bisa mengenal orang sepertimu, yang membuat pengejaranku akan mimpi-mimpi tak pernah surut. Dari kediamanku disini, aku berdoa untuk perjalanan hidupmu! Semoga mimpi-mimpimu yang indah dapat engkau rengkuh dengan kemenangan bahagia. Semoga kelak engkau punya rumah di Malang, hehehe.
Oke, sekian, kawan. Carpe Diem!!!!

Jumat, 27 September 2013

Tentang Rumah

Aku seringkali berbagi kepada teman atau orang-orang terdekat manakala bermimpi tentang suatu hal. Kala SMA hingga kini, Stanlee adalah orang yang tepat untuk berbagi hal-hal demikian. Kami mungkin memiliki mimpi yang sama tentang rumah. Aku bermimpi punya rumah di kota yang indah ini (Malang), yang berlokasi di tempat yang jauh dari keramaian dan kemacaetan, namun amat dekat dengan peradaban kota. Bukan di desa, tentu saja. Bukan di Jedong atau di Wagir, atau apalah, karena aku tak suka dengan pemuda-pemuda desa yang berandalan dan tak berpendidikan, yang seringkali membuat bising suasana dengan motor-motor mereka yang istilahnya dipretheli (dibongkar-pasang nggak jelas). Aku sangat tidak suka dengan itu. Aku juga membenci orang-orang alay, yang biasa kutemukan di daerah pinggiran. Meski aku bukan asli orang kota, aku tahu bagaimana seharusnya orang-orang berpakaian yang pantas. Orang-orang yang kusebut tadi tidak tahu itu, cara berpakaian yang pantas, cara bergaul, dan cara menghabiskan akhir pekan yang menyenangkan tapi tidak alay. Aku tidak fashionable atau modis, tapi aku suka sekali berusaha untuk entah bagaimana aku bisa berpenampilan yang pantas. Dan begitulah, aku ingin tinggal di kota, tetapi di tempat dimana ada keheningan dan dekat dengan peradaban. Dan, menurutku, Malang adalah kota yang cocok, cocok sekali, bahkan.
Rumah di tidar,
apakah esok masih tersedia?
Alasan lain untuk tinggal di kota Malang adalah supaya aku mudah ditemukan teman-teman. Sejauh ini, aku telah memiliki (menurutku) cukup banyak teman di kota ini, teman baik bahkan. Setelah lulus, tentu kami akan berpisah, namun aku tidak ingin kehilangan teman-temanku, seperti yang terjadi pada pertemananku kala SMP. Aku ingin tinggal disini, di kota ini, supaya kawan-kawan dari luar kota yang berkunjung ke Malang bisa mampir ke rumahku; supaya aku mudah menemukan kawan-kawan seperjuangan kuliah, dan supaya mereka yang sudah mengenalku dapat dengan mudah menemuiku kala butuh sesuatu. 
Nahh, tentang impian rumah ini, aku sengaja membagikannya supaya aku merasa terus terpacu untuk meraihnya, sebab, sepanjang sejarah hidupku, tiapkali aku berbagi keinginan tentang sesuatu kepada seseorang, aku selalu berusaha utuk meraihnya, dan kebanyakan tercapai.


Kamis, 26 September 2013

Band Of Horses

Musik adalah hal yang tidak pernah tidak ada di setiap hariku. Musik itu bagian hidup. Pagi ini, Band of Horses menjadi bagian dari permulaan hari ini. Berawal dari mencari The Funeral, aku menemukan lagu-lagu lain yang tak kalah menyentuh. On my way back home adalah satu yang sering kuputar ulang. Begitu merdu dan ringan di telinga. Lagu ini cocok untuk suasana tenang dan hening dan sejuk di pagi ini. Hmm, sampai pada saat menulis kata-kata yang saat ini sedang engkau baca, lagu ini masih berputar. 
Band of Horses 2013

I came in this way and here now I'll stay
If the 'unknown' have to wait one more day
There is often times when it comes out wrong
But luckily I, I got a mind to know
On my way back home

Musik memang menyejukkan. Kau pasti juga punya musik yang mengiringi setiap harimu. Kau pasti punya musisi yang setiap saat selalu membuatmu terdorong untuk tetap berusaha dan menang dalam perjuangan hidupmu. Hiduplah dengan itu!



Gambar: http://media.musicfeeds.com.au/files/4f77d1c2e83ba4adbe7ddc718cf6c8d01.jpg

Senin, 23 September 2013

Too-busy Person Has No Love

Terlalu lucu untuk terlantar
Judulnya mungkin terlalu ekstrim; ini karena aku sedang kecewa dengan orang-orang seperti itu. Ini berawal ketika aku menemukan seekor anak kucing seminggu yang lalu. Oh, bukan; Bukan aku yang menemukannya, tapi anak kucing itu menemukanku. Jadi ceritanya begini; hari selasa yang lalu, kira-kira saat itu sudah petang hari, aku sampai di kost setelah seharian kuliah. Sesaat setelah memarkir motor di garasi, seekor anak kucing berlari kearahku sambil mengeong-eong. Ia terlihat sedikit kurus. Dari ciri-ciri yang terdapat padanya, aku bisa menebak; bahwa ia telah ditinggalkan induknya. Ngomong-ngomong aku sudah banyak tahu tentang hidup kucing, karena dari kecil hingga sebelum SMA aku selalu memelihara kucing. Nah, karena tidak bisa membiarkan kucing kecil itu kelaparan, aku mulai merawatnya, dan semenjak saat itu ia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi, kecuali ketika aku pergi keluar dengan motor.

Terlalu lincah untuk difoto
Pagi ini, si kucing mengikutiku ketika aku hendak mengambil sarapan di dapur karyawan. Salah satu karyawati dapur yang saat itu melihat teman kecil ini dan menjadi jengkel dan hendak mengusirnya dengan sapu lantai. Bukan hanya itu, ia terus mengomel sendiri dengan mulut monyong yang membuat wajahnya tampak lebih buruk. Ia sesekali mengeluh pada karyawati lainnya dan berkata bahwa suatu saat ingin membuang kucing itu. Aku samasekali tak menghiraukan keluhan mereka, bahkan, ketika si pengomel menyuruhku membuang kucing itu di tempat yang jauh. Aku tak menjawab permintaannya. Aku tidak menatapnya. Sungguh saat itu aku muak dan kecewa dengan sikap mereka. Bukankah lebih baik memberi makan kucing itu agar tidak mengeong-eong, daripada mengeluh dan mengomel hingga monyong dan jelek? Bukankah mereka bisa ambilkan sisa-sisa makanan karyawan? Bukankah disitu terdapat banyak sekali kepala ikan yang hendak dibuang? Hmm, aku paham. Aku tahu kesimpulannya. Karyawati itu terlalu sibuk dengan pekerjaan dapur setiap hari, hingga ia tak punya waktu untuk berbuat kasih. Sekedar anda tahu, karyawati-karyawati disini bekerja mulai pagi hari hingga larut malam untuk tetap menyediakan makanan. Mereka jarang sekali keluar untuk menyapa dunia. Mereka tidak punya libur akhir pekan. Tiap hari minggu mereka hanya bebas pagi hingga sore. Dan parahnya, tiga diantara mereka(mereka berempat) sudah berumur tapi belum bersuami. Sungguh memilukan, bukan? Bagiku itu mengerikan. Mereka terikat ruang dan waktu setiap hari, melakukan hal-hal yang sama setiap hari, tidak punya teman lain selain di tempat kerja, tidak punya orang ‘tercinta’ selain keluarga. Oh, itu mimpi buruk! Bagaimana mereka bisa menikmati hidup ini? Well, yang terpenting itu pilihan mereka. Aku akan terus menjadi orang bebas agar aku punya banyak waktu untuk mencintai dan berbuat baik.

Jumat, 20 September 2013

Waktu si Pemberontak

Inilah salah satu caraku untuk membuat diri merasa bebas. By the way, tiapkali aku tidak kuliah, aku dituntut untuk bekerja; disini, di tempat yang bernama Betlehem ini. Namun aku tidak bekerja melulu, dan aku tidak akan. Aku tidak bisa memaksakan kehendak hati. Jika lelah dan ingin istirahat, aku hiraukan kewajiban itu. Jika sedang suntuk dan ingin keluar, akupun tetap tidak akan memaksakan kehendak untuk bekerja. Pemimpin di tempat ini tak akah tahu, sebab aku selalu cari alasan jika aku tidak bekerja. Oleh karena hal ini, sebut saja aku ini pemberontak. 
Disini ada banyak pekerjaan yang menyebalkan. Maka, aku selalu memberontak untuk menikmati kebebasanku. Biasanya aku akan berkendara keliling-keliling kota, mengunjungi tempat-tempat menarik, nongkrong bersama teman-teman, atau PS-an bareng-bareng. Tak ada yang menghentikanku.

Gaming is full of joy;
Aku, Manyun, Satrio,
Rendi, & Oni. Lawan-lawan
yang tangguh!
Sumber gambar-gambar: Schreenshot Masterleague PES 2013 di laptop.

Self Quest

Kadang aku bertanya-tanya; apakah aku ini pecundang? Ataukah pejuang? Aku kerapkali menulis tentang hal-hal berat dan keluh kesahku. Apakah karena ini aku bisa disebut si payah? Atau, justru 'pejuang' yang lebih pantas untukku? Engkau mungkin ingin memberikan penilaian. Aku takkan keberatan. I just care a bit wether I am suck or a reality changer. Aku hanya sedang menikmati dan mencatat setiap langkah perjuanganku.

Menyikapi Keadaan

Meski aku menyebut diriku sebagai bohemian, atau free man, atau orang yang berkehidupan bebas, bukan berarti sekarang ini aku punya kehendak sebebas burung elang. Aku tengah dalam usaha menuju hal itu, karena kini aku dan keluargaku tengah menghadapi hal rumit yang sulit untuk dikatakan. Bagaimanapun, bohemian tetap bohemian. Bagaimanapun caranya, aku selalu membuat diriku merasa bebas; bagaimanapun caranya. Keadaan terkadang tidak bisa diubah, jadi diri sendiri harus menyikapinya. 
Apapun keadaannya, aku tetap bisa terbang
untuk menghirup udara kebebasan;
setiap hari.

Kamis, 19 September 2013

I Did It for Love


I Adore Freddie Mercury

Kekagumanku pada sang legenda, Freddie Mercury semakin tinggi, setelah menyadari bahwa lagu-lagu mengagumkan yang selama ini pernah kudengar adalah karyanya. (Dan) Pagi ini, aku memutar "It's a Hard Life" secara berulang-ulang.
Dari liriknya, lagu ini jelas dapat dimengerti sebagai sebuah lagu putus hati(sedalam-dalamnya); bahwa cinta menggoreskan banyak luka akibat tindakan berkorban. Cinta membutuhkan pengorbanan! Sekalipun seseorang telah melakukan banyak hal berat demi yang dicintainya, belum tentu ia mendapatkan 'yang setimpal'. "That is true story," menurut kawanku.
What do u see
when u look at him?
Dari nada yang amat khas, bagiku lagu ini menggemakan suara-suara semangat jiwa di tengah keterpurukan. Lebih terdengar seperti lagu penyemagat, jika kau tak menangkap kata-kata dalam liriknya dengan jelas. Aku memasukkan lagu ini kedalam daftar playlist untuk mengiringi perjalananku ke kampus hari ini. Ngomong-ngomong hari ini aku berangkat jam 10-an. Kuliah masuk jam 13.10, namun temanku, Oni mengajak nongkrong di panggung dekat kantin gedung kuliah kami. 

Kata Kawan Tentang Lagu
Di tempat biasa, Oni menunggu, ditemani secangkir kopi, satu pack Marlboro kesukaannya, dan buku mata kuliah Basic Prosaic yang terbuka di bagian cerita pendek berjudul My Oedipus Complex. Kami ngobrol-ngobrol, seperti biasa, sambil menunggu yang lain datang. Ketika membicarakan tentang lagu It's a Hard Life, ia berkata bahwa ada makna yang lebih luas di dalam lagu ini; bahwa 'cinta' yang dimaksud sang legenda bukan hanya berarti kekasih, namun juga keluarga, teman-teman, sahabat, dll. Setelah mendapat pencerahan ini, aku langsung teringat adikku, ibuku, ayah, sahabat-sahabatku, dan lain-lain. Aku sadar, bahwa segala perjuanganku selama ini, saat ini, dan yang akan kulakukan adalah untuk 'cinta'. Bagaimana menurutmu? Bukankah benar orang-orang berusaha untuk sukses karena cinta? Keberasilan seseorang adalah kebahagiaan bagi orang-orang yang mencintainya. Aku merasa demikian. Aku, segala 'pantang' yang kulakukan, segala jerih payah yang lalu dan kini, serta segala angan bahagiaku adalah untuk ibu, untuk Frida (adikku), untuk ayah, untuk sahabat-sahabatku, untuk seseorang yang akan menjadi kekasihku kelak, dan untuk semua orang yang sangat berarti bagiku. Aha, aku merasa sangat bersemangat. Aku ingin berterimakasih pada kawanku, yang membuat tafsiranku tentang lagu ini lebih luas. Terimakasih, kawan!!
Oleh karena dialah,
aku bersemangat untuk menghidupkan
hidup.



Minggu, 15 September 2013

Parade Baris

Usai sudah akhir pekan menyenangkan di desa. Kini aku kembali lagi ke kehidupanku di Malang. Bak ksatria yang berkuda menyusul barisannya dan menuju ke pertempuran; sore ini aku berkendara cepat menembus bias-bias sinar matahari di jalanan. Musik-musik yang baru kukenal mengiringi perjalanan sore ini. Mulai dari Kaiser Chiefs dengan Ruby, Love is not a competition, dan Oh My God-nya, Queen, dengan Bohemian Rhapsody hingga Sheer heart Attack-nya, dan Kid Rock, dengan Born free dan Slow My Roll-nya; semua memberi nuansa baru. Oh ya, Miss Atomic Bomb-nya The Killers juga ikut, karena ini akan selalu ada di tiap perjalananku. Ini adalah lagu kemenanganku, yang suatu saat, aku ingin memutarnya di hari paling bahagia dalam hidupku.
Nyaman sekali rasanya bisa berkendara cepat dengan diiringi lagu-lagu kesukaan. Bak menerjang angin dan berpacu dengan pengendara-pengendara lainnya; kuterobos segala hal yang memperlambat jalanku, kecuali parade di Selorejo. Nahh, sore ini jalanan agak macet karena ada parade baris-berbaris di sepanjang jalan raya Selorejo. Sambil berjuang di tengah kemacetan, kucoba menikmati parade tersebut. Musik dimatikan, dan pandangan tertuju pada barisan bapak-bapak berseragam merah yang berbaris rapi sambil melakukan tarian ala Aitakatta(bener ngga ejaannya?). Mereka terlihat lucu sekali; dengan badan-badan tegapnya mereka menari tarian ala AKB 48 dengan gerakan-gerakan centil nan penuh keceriaan ala gadis remaja. Berikutnya, kulihat barisan pemuda berkostum seragam militer. Mereka berbaris rapi tapi tidak kelihatan begitu gagah karena cengengesan. Selanjutnya, kulihat suatu barisan yang mencoba berkostum ala pakaian khas orang Mesir, namun terlihat konyol karena mereka menggunakan serbet di kepala mereka, yang ditutup dengan ketu(wahh aku nggak tahu bahasa Indonesianya nih; itu lho, semacam topi yang biasanya dipakai pak presiden dan pejabat-pejabat negara)
Sementara terus melaju dan menerobos celah-celah diantara kendaraan-kendaraan besar, kunikmati barisan kelompok ibu-ibu arisan yang memakai kostum elegan nan fashionable. Mereka tampak ceria, dengan yel-yel bernada semangat yang tidak terlalu terdengar dari kejauhan, mereka membuat senang para penonton yang memenuhi bagian tengan boulevard (bagian tengah yang memisahkan dua jalan satu arah). Selanjutnya, ada satu barisan kecil orang-orang yang berkostum binatang-binatang buas. Di belakang mereka, ada barisan ladyman, atau waria, yang amat anggun terbalut gaun-gaun indah mereka. Demikianlah seterusnya aku menjumpai hal-hal unik dan menyenangkan sepanjang jalan tersebut. 
Suasana pada sore hari ini mengingatkanku akan masa laluku, dimana aku selalu tidak pernah ketinggalan melihat parade dan festival-festival seru di daerahku. Dulu, biasanya aku melihat baris-berbaris semacam ini bersama rombongan orang-orang di desaku. Aku bahkan pernah ikut karnaval. Aku pernah didandani cantik dan ikut barisan waria dadakan di desaku. Memang, saat itu, setelah melalui rapat, desaku memutuskan untuk menampilkan parade bencong. Aku PeDe pada waktu itu, karena teman-teman semuanya juga berdandankan ala perempuan. Haha, aku dulu memang tak punya malu; bahkan ketika keesokan harinya jadi bahan lelucon di kelas karena satu temanku yang bernama Mahendra mengenaliku kala karnaval. Aku justru senang. Nahh, itu tinggal kenangan. Ingin sekali sebenarnya menikmati semuanya itu bersama sahabat-sahabatku di desa dulu, yang sekarang sudah merantau kemana-mana. 
Diatas semuanya, sore ini sore yang indah!

Tentang Nama

Pada kesempatan baik ini, kujelaskan sedikit tentang nama blog ini. 'Viva Vox, Viva la Vida;' adalah sebuah frasa bahasa Latin dan sebuah klausa bahasa Spanyol. 'Viva Vox' (latin), berarti Suara Hidup. Ngomong-ngomong, nama Viva Vox sudah digunakan oleh organisasi pembuat majalah SMA-ku. Aku memilihnya karena bagiku hidup itu perlu disuarakan. Tiap orang harusnya menyuarakan suara kehidupannya; maksudnya, menyuarakan hal-hal apa saja yang terjadi padanya, entah dalam bentuk tulisan, karya, atau melalui cerita lisan dalam percakapan. Mungkin jelasnya bisa disimpulkan begini: tiap orang perlu mencatat perjalanan hidupnya supaya ada banyak hal darinya untuk bisa selalu dikenang.  A person may die sometime, but his voice, his stories, may be still alive. Life is full of miscellaneous moments, so, share it! Share your life!
'Viva la Vida' (bahasa Spanyol), berarti 'live the life', 'hidupkanah hidup'. Aku mengambilnya secara cuma-cuma, dengan alasan pada saat itu tengah terkagum-kagum dengan lagu Viva la Vida-nya Cold Play. Meski cuma-cuma, klausa ini sangat bermakna bagiku; bahwa hidup harus dibuat 'hidup'. Setiap titik embun yang menyejukkan dan setiap terjalnya bebatuan yang menggoreskan luka, harus dirasakan. Itulah normalnya kehidupan. Jadi, kalau digabung aku mengartikannya begini; Inilah suaraku, inilah kehidupanku, aku menulisnya dengan semangat untuk 'menikmati'; setiap titik embun yang menyejukkan, dan tiap bebatuan terjal yang menggoreskan luka.

Sabtu, 14 September 2013

Nyawa

Hari ini sebenarnya ada kesempatan baik untuk dapat uang 300 ribu. Kemarin malam, saat hendak tidur untuk persiapin fisik buat pulang ke Blitar, temanku Bagas menawari job keren. Jobnya yaitu melakukan survey ke pedesaan-pedesaan. Oh ya, ngomong-ngomong ini berkaitan dengan LSI (Lembaga Survey Indonesia kalu nggak salah, kepanjangannya). Lumayan bukan? 300 ribu dalam sekali survey. Didorong oleh keadaan dompetku yang amat tipis, kuterima tawaran itu; dan pagi ini, aku bergegas ke kosnya Bagas di sekitar jalan Soekarno-Hatta. Hmm, karena sesampainya disana Bagas dapat pesan yang mengatakan   bahwa persiapan awal akan diadakan setelah maghrib hari ini, kuurungkan niatku untuk ikut survey berhadiah ini. 
Maka, aku kembali ke niat awal; pulang ke Blitar. Seperti biasa, dengan diiringi musik-musik favorit yang Rock and Roll, aku melaju dengan kecepatan tinggi. Ketika melaju di area sekitar ...ohh aku lupa, mungkin jalan raya Sumberpucung, ketika hendak mendahului mobil jeep didepanku, aku hampir terpental karena disaat yang sama mobil itu juga mendahului kendaraan didepannya. Aku keluar dari jalan raya, ke area berkerikil. Karena kecepatannya begitu tinggi, aku bersiap-siap terjatuh dari motor dan.....
..
...
Selamat. Entah bagaimana motorku begitu kuat menahan guncangan mendadak nan keras. Aku kembali ke jalur utama dengan sedikit rasa ketar-ketir. Jalan raya dan area berkerikil berjarak sekitar lima senti dalam hal ketinggian, jadi tadi aku begitu deg-degan kala ban depan menerjang aspal, mencoba naik ke jalan utama. Syukurlah aku tak apa, si motor juga tak apa. Setelah saat yang menegangkan tersebut aku masih saja berkendara dengan kecepatan tinggi, namun lebih was-was.
 Terimakasih, Tuhan, kami selamat....Nah, inilah yang berkesan hari ini. 

Kamis, 12 September 2013

Missionaris

Perhatian:
*Beberapa bagian menggunakan bahasa Jawa
*Istilah bercetak tebal memiliki keterangan di bagian paling bawah teks


Hari ini semestinya bisa menjadi hari baik bagiku untuk tidur dan istirahat sebanyak-banyaknya. Namun alih-alih berbahagia di Rabu malam, aku justru malas untuk menyambut hari ini. Ketika bangun, rasa malas dan bosan, serta jengkel bercampur menjadi satu. Aku takkan punya kesempatan untuk tidur sepanjang hari ini, sebab ketika biarawati tahu motorku ada di garasi, aku harus bekerja. Tiap libur harus bekerja. Dan pagi ini dengan seribu keterpaksaan kaki bergerak ke kamar mandi, tangan melepasi pakaian, lalu mendayung air yang dinginnya bukan main. Setelah badan kedinginan, lagi-lagi, dengan seribu keluhan tentang kebosanan, kaki menggiringku untuk membantu Mamat(salah satu karyawan di Betlehem). Daun-daun berguguran dan menumpuk tebal. Sungguh menyusahkan menyapu halaman luas hanya berdua. Di saat hati masih dipenuhi dengan suara-suara pergumulan, dari jauh terlihat sosok-sosok yang tidak asing. Mereka berempat; tengah bersepeda bersama rekan-rekan mereka yang kesemuanya adalah pria. Tidak asing lagi, mereka adalah para missionaris dan calon missionaris Kongregasi Misi; dan yang berempat adalah kawan-kawanku ketika masih di seminari. Mereka adalah Aldo, Ovan, Bertus, dan Rinto. Dari kejauhan Ovan dengan ragu menyapaku. Aldo, Bertus dan Rinto tampak juga menoleh kearahku.
Deret paling bawah, di kanan gambar: Aku, Aldo, Ovan. Rinto
adalah ia yang berjongkok disamping kanan
Carel (kiri bawah berseragam).
Ia yang berkemeja batik adalah pemusik dan missionaris hebat;
beliau sekarang tengah menempuh studi di Jerman. Hebat!
*Gambar ini diambil dari kamera lamaku yang telah rusak
"Do..Aldo..." aku berteriak.
"Wei...Sep.."
Semuanya menoleh dan..kamipun bereuni. Aku sangat bahagia, sungguh sangat bahagia, melihat mereka yang masih berjuang untuk menjadi missionaris, dan kini berjumpa kembali dan membawa seribu kenangan manis dan membawa semangat. 
"Weh...suangar saiki Septi" Ovan memuji. "Jenggot'e iku lho, puehhh, suangarrr", imbuhnya.
Bertus dan Aldo juga berkata demikian. Membahagiakan, kami tadi berbincang-bincang sebentar sebelum Romo Armada, pemimpin rombongan pria-pria pemberani tersebut memanggil mereka semua untuk sarapan di Wisma Betlehem ini. Akupun melanjutkan kerjaku dengan dipenuhi kegembiranan. Semangat telah kembali. Beberapa saat, rombongan itu selesai sarapan dan bergegas melanjutkan 'bersepeda' mereka. Aldo, dkk berpamitan padaku.
"Wiss, tak dongakne sukses sampek tahbisan yo.." kataku pada Aldo.
"Matur suwun bro...Perjalanan masih panjang Sep... perjuangan bakal lama," jawabnya.
"Kuat kok. Aku yakin bakalan tercapai." Kusampaikan dukunganku padanya dan kami TOSS!!!
"Sukses ya Tus," kataku pada Bertus.
"Oke bro...dongakno wae,,, aku iki mboh kuat mboh ora, kok, bro," jawabnya dengan penuh keraguan.
"Bisa kok bro, tak dongakno terus." Kamipun TOS!!
Lalu, kuhampiri Ovan. 
"Van, sing kuat ya sampek berhasil"
"Aminn, dongakno ya Sep.."
"Oke, sukses, coi..."
Kamipun toss.
Kemudian Rinto. Kuberikan kata-kata dukunganku kepada kawan ini, lalu bertoss. 
Rombongan bergegas pergi. Para missionaris mengayuh kembali sepeda mereka. Keempat kawan bergerak perlahan sambil melambai-lambaikan tangan mereka. Sungguh sangat bahagia bisa bertemu mereka kembali. Aku yang dipenuhi semangat dan kerinduan untuk bercakap-cakap lebih lama dengan mereka, melanjutkan pekerjaanku dengan kegembiraan.
Terimakasih, Tuhan...Semoga kelak mereka berhasil menjadi missionaris.

Catatan:
1. Betlehem adalah suatu kawasan yang berfungsi seperti Villa; disewakan; namun ini lebih ke hal-hal yang bersifat kerohanian.
2. Missionaris: Orang-orang luar biasa yang mau membaktikan dirinya untuk kesejahteraan orang lain. Mereka diutus ke pedalaman-pedalaman untuk memperkenalkan pendidikan, membuka pandangan orang-orang primitif akan hidup, dan memperkenalkan Tuhan pada mereka. 
3. Kongregasi Misi: Sebuah serikat missionaris yang memiliki daerah-daerah misi di tempat-tempat tertentu. Biasanya, daerah misi mereka adalah pedalaman Kalimantan, Papua Nugini, Papua, Taiwan, pedalaman-pedalaman di Afrika, Meksiko, dan lain-lain.

Pikun

"Dasar pikun!"
"Haagggghhhhhh"
Entah bagaimana tadi aku mengumpati diriku. Aku pikun. Sudah sejak lama. Dan sore ini, ketika membeli bensin di toko langgananku, kusadari bahwa STNK berada di saku jaket, bukan di dompet seperti biasanya. Saat penjaga toko mengisi tanki, kuambil STNK dan hendak memindahkannya ke dompet. Nahh, setelah itu pikun menyerang tiba-tiba. Entah bagaimana aku sudah lupa bahwa ada STNK di tanganku, mengeluarkan uang dari dompet dan membayarkannya, lalu memasukkan dompet kembali dan lupa akan STNK. Setelah itu kutinggalkan toko dan ke minimarket untuk beli margarin, lalu pulang. Sampai di kost, baru kutahu bahwa STNK sudah tidak ada di saku jaket maupun di dompet. Saat itulah aku benar-benar marah pada diri sendiri. Kumaki-maki sendiri 'kepikunan' ini. Maka bersegeralah kutancap gas motor dan melaju dengan kecepatan out of maximum. Seratus duapuluh lebih, spidometer berkata. Sesampainya di toko, syukurlah bapak penjaga toko sedang terlihat membolak-balik kertas asing yang ditemukan seorang pembeli yang saat itu juga masih di tempat. Syukurlah, ia ketemu. Aku berterimakasih pada seorang bapak yang menemukannya dan memberikannya pada penjaga toko. 

Rabu, 11 September 2013

Rentangkan Sayapmu

Entah angin apa yang membuatku membuka mp3skull dan mencari lagu-lagu Queen, lalu menemukan Spread Your Wings, kemudian jatuh cinta pada semua lagu dan karya sang Legenda Freddie Mercury. Selama ini aku memang belum pernah mengenal lebih jauh tentang Queen; hingga ketika aku mulai kuliah, salah satu kawanku, Oni, kerapkali membicarakan kekagumannya pada Queen. Kawan-kawan lain tampakya juga telah mengenal sang legenda dan lagu-lagunya. Hal itu membuatku penasaran akan sebagaimana indahnya karya-karya Queen, selain dari sedikit lagu-lagu terkenal mereka yang sering kudengar. Nahh, pagi inilah, sesaat sebelum aku mengetik posting ini beberapa lagu Queen telah terdownload, dan satu lagu begitu cocok dengan romansa dan mimpi-mimpiku. Lirik Spread Your Wings, yang merupakan salah satu single dari album News to The World menceritakan tentang perjuangan dan mimpi-mimpi seseorang untuk mendapatkan kebebasannya. Aku sangat menyukai lagu-lagu yang mengambarkan hal-hal yang mirip dengan kisah hidupku, seperti Human karya The Killers; demikian juga Queen membuat karya yang bagiku sangat spesial.

Spread Your Wings
and fly away, fly away,
far away........
Pull yourself together
cos you know you should
do better...
That's because you're a free man


Sure, I love this song!!! Lagu ini spesial untuk seorang yang ingin selalu bebas dan pergi jauh-jauh sepertiku. Thank you, legends! Terimakasih para legenda, pagi ini aku menjadi lebih bersemangat.

Selasa, 10 September 2013

Cintaku Kandas Di Dapur

Judulnya alay, ya. Well, that's as suck as what happened. Di tiap jenjang hidup, aku selalu punya 'seseorang' yang jadi pujaan tiap hari. Kala masih di SD, aku suka banget sama yang namanya Ayu. Dia bukan teman satu sekolahan, melainkan teman..eh, kenalan di gereja, eh..entahlah aku bingung menyebutnya apa karena aku tak pernah bicara padanya(You are suck, young Septian!). Di usiaku itu, tentu aku belum tahu tentang cinta, namun tentu aku bisa menamakannya suka karena tiapkali melihat wajahnya, hatiku senang. Oh ya, by the way dia itu rambutnya sebahu, hitam, lurus. Wajahnya? Tak perlu ditanya, setiap cewe yang kukagumi selalu merupakan primadona di tempatnya masing-masing. Nahhh, karena kepayahan Septian kecil, hilanglah sudah segala rasa itu sebab ia tak pernah mengajak bicara gadis itu hingga ia pindah ke Medan dan menghilang untuk selamanya. Anak yang malang! 
Septian dulu nama panggilannya Septi. Seberapapun payahnya dia, banyak juga cewe yang suka padanya. Bahkan, ia pernah ditembak cewe(hahahahaha, saatnya berbangga). Namanya Lenny, dia teman satu kelas Septi(Septian kecil maksudnya). Dia adalah salah satu cewe tercantik seangkatannya. Yang tercantik lainnya adalah Putri(kamu pasti tahu dia kalau dulu kamu pernah jadi penonton setia 'Star Dut' di Indosiar. Nahh, kejadiannya begini; semua berawal dari si Septi yang selalu jadi 'canda booster' kelas. Teman-temannya menyukainya, juga si Lenny. Kejadiannya tepat pada saat Lenny dan kawan-kawan mengerjakan tugas akhir di rumah Septi(by the way ini sudah kelas enam atau lima, aku lupa). Saat itu Septi kerapkali bikin temen-temennya tertawa(entah bagaimana dulu aku bisa melakukan hal sedemikian). Lenny menjadi amat gemas padanya. Nahh, pada saat mau ambil peralatan makan di dapur(ceritanya lagi butuh piring ato apalah buat makan sesuatu), Lenny mengunci pintu dapur. Septi yang kala itu hanya satu-satunya orang yang bersamanya di ruangan itu kaget. Lenny kemudian berkata "Ihhh, Septi, kamu kok lucu banget sihhh!!!". Lalu ia mendorong Septi ke tembok, kemudian berkata lagi "Kamu mau jadi pacar aku?". Si Septi tentu kaget. Bagaimana ia menjawab? I was suck, reader! Aku payah, pembaca budiman....Aku tak ingat apa reaksiku kala itu karena aku benar-benar menyesali hal itu. Aku dulu memang juga suka, tapi karena kepayahanku...aku melakukan suatu hal payah yang aku sudah lupa. Pokoknya akhirnya Lenny tidak jadi jadian denganku. 

Girls in My Life

Bingung. Setelah lupa akan apa yang ingin kuceritakan, tak ada kesan-kesan yang dapat mendorongku menulis. Hmm...well...Oke... ... ...Got it! 'Cewe'. Aku ingin berbagi kesan dan sedikit kisah tentang cewek. 
Hmm... lagi lagi aku kesulitan memulai. Begini saja, jadi aku ini belum pernah merasakan pacaran yang benar-benar 'pacaran'. Sumpah, selama ini aku belum pernah mengalami hal itu yang benar-benar 'itu' (Damn, this is a fact). Why? Mengapa? Jawabannya adalah karena aku payah. I was a suck, bro, sis. Untuk selengkapnya, nikmati sharingku mengenai cewe-cewe dalam hidupku dari waktu ke waktu. 

Senin, 02 September 2013

2 September

Sebuah komentar dalam berita kemenangan The Reds atas The Red Devils begitu berkesan. Seorang anonim berkata: "Sturridge hebat! Dia bikin kado untuk dirinya sendiri di hari ulang tahunnya." Hebat benar Daniel Sturridge itu. Bukan hanya berhasil membawa Liverpool memenangi pertandingan, namun juga membuat hari bahagianya makin spesial dengan gol-nya. Lebih dari itu; ia berasil membuat hari menjelang ulang tahunku makin spesial dengan kebahagiaan dan kebanggaan sebagai fans berat Liverpool. Nahh, esok hari setelah kemenangan itulah aku ulang tahun. Esok hari setelah ulang tahun Daniel Sturridge itulah ulang tahunku. WOW!
Dan hari ini...menurutku pribadi, sangat berkesan. Saat berangkat kuliah, ada SMS ucapan selamat dari ibuku tercinta dan adik. Itu sungguh membuatku bersemangat. Sungguh! Dengan sejuta rasa bahagia kuarahkan kemudiku menuju kampus. 
Setelah ucapan tadi memang tiada ucapan lain. Ini memang kusengaja karena aku tidak begitu suka dengan ulang taun yang dirayakan banyak orang. Lebih tepatnya hura-hura dan dikerjain. Jadi aku lebih suka merayakan ini dengan orang yang kucintai. Bagaimanapun, hari ini teman-teman semakin di hati. Mereka...oleh karena merekalah aku bertahan, bertahan memperjuangkan cita-citaku. 
Oh iya, karena pada hari ini kuliahnya ada sela panjang; aku, Manyun, dan Rendi ikut Satrio ke rumahnya di Sawojajar, dengan Andrei juga tadi. Ini kali pertama aku mengunjungi rumah Io. Kami disana tadi nonton film dokumenter yang agak banyol, berjudul 'Borat'. Tentang bagaimana filmnya aku tak bisa bercerita banyak karena aku ingin segera istirahat dari senam jari ini(mengetik, coi). Pokoknya, We have a nice and funny time. Setelah itu, kami kembali ke kampus dan kuliahh lagii....Oh iya, ibunya Satrio baik banget; tadi kami dipersilahkan makan siang terlebih dahulu disana. Puji Tuhan!! Kamipun pamitan dan mengucap terimakasih. God Bless Io's family....Amen.
Di kelas, seperti biasa, udara begitu panas dan sedikit pengap. Canda tawa meramaikan kelas yang merupakan gedung bekas asrama tersebut, seperti biasa. Di sela-sela persiapan kelas, Oni mengucap ulang tahun ke Satrio. Aku kaget(sambil tetap menjaga rahasia bahwa aku lahir 2 September, hehehe); terpikir bahwa Io punya tanggal lahir yang sama denganku, meski juga terpikir Oni mengucapnya untuk hari sebelumnya. Aku terkadang suka mengaitkan hal-hal. Sturridge ulang tahun sehari lebih dulu dariku. Aku akan berusaha menjadi hebat sepertinya. Io berulang tahun sama denganku(mungkin). Aku akan berusaha menikmati hidup ini sebebas dia.