Senin, 31 Maret 2014

Perjalanan Ini, Kawan

Singkat cerita, siang hari ini saya kembali ke Malang. Ketika sampai di area sekitar Sumberpucung, sebuah kecelakaan maut terjadi. Dua orang perempuan terlempar dari sepeda motornya. Saya berkendara pelan, sambil menengok kearah korban yang mulai dikerumuni orang. Satu orang tergeletak dan kejang-kejang, sama persis dengan perempuan hamil yang saya tabrak jauhari. Spontan, rasa gentar dan trauma datang merusak konsentrasi berkendara. Bayangan kelam itu muncul dan mengaburkan pandangan saya, bak video yang berputar di kaca helm. Setelah penglihatan itu, hati saya kembali diuji dengan penglihatan akan korban lainnya; seorang perempuan yang sudah tak sadarkan diri. Ada darah di dahinya, dan ia memejamkan mata. Saya tak sanggup melihatnya. Saya tak kuat melihat darah. Maka saya berhenti sejenak beberapa meter dari lokasi kejadian, menenangkan hati dan menghilangkan trauma, kemudian melanjutkan perjalanan. Beberapa pengendara tampak melakukan hal yang sama. Setelah itu, semua kendaraan yang menuju ke timur melaju pelan sekali.
Sangat menegangkan! Perjalanan tadi terasa sangat menyedihkan. Sayang, engkau tak duduk disampingku, kawan. Saya sedih, saya melaluinya sendirian . Sungguh miris, sungguh menegangkan. Andai tadi saya pulang bersama Akbar, saya tak akan segentar dan setakut itu. I should have not walked alone.

Jumat, 28 Maret 2014

It's a Hard Life 2

Gambar ini didapat dari retweet sebuah akun twitter sore ini. Engkau bisa melihat; seorang kakek penjual pangsit dan es degan tampak tertidur di samping gerobaknya. Seseorang yang menceritakan kisah ini melihat kakek itu di trotoar sekitar stasiun Kotabaru, di siang hari. Di sore hari, ketika ia pergi ke stasiun lagi, kakek itu masih disana, tertunduk lelah di dadanya. Sepertinya dagangannya kurang laku, demikian pikir si pencerita. Maka, Ia memutuskan untuk menghampiri kakek itu dan memesan sepuluh pangsit dan es degannya semuanya. Si kakek lalu berkata "degannya sudah banyak yang basi dek, gara-gara tidak laku-laku." "Kalau sampean beli semuanya karena kasihan pada saya, saya enggak ikhlas, dek; nanti yang lain nggak kebagian," lanjut si kakek. Si pencerita kemudian mbrebes mili (menangis).
Kisah tentang kakek penjual pangsit ini sangat menyentuh hati. Saya selalu kepikiran tatkala melihat orang yang nasibnya tidak beruntung seperti kakek ini. Tidak seharusnya orang yang baik dan tulus sepertinya hidup susah. It's a hard life. Ini adalah hidup yang sulit. Ini adalah kenyataan. Untuk kakek penjual pangsit ini, mari kita sertakan beliau dalam doa kita, sebagai keturutsertaan kita membantu beliau.

Anyway...

Sederhana; bahagia itu sederhana!
Tak ada yang dapat menandingi kedamaian suasana desa saya. Sore ini, seperti biasa, saya duduk di teras rumah. Orang-orang lalu-lalang, anak-anak kecil bermain-main di halaman dan di jalan, dan beberapa waktu kemudian semua menjadi sepi. Petang hari telah tiba. Kesunyian menyapa dan mulai menyelubungi langit. Suasana yang biasa namun sangat mengena di hati.
Kadang-kadang saya menikmati suasana ini dengan nenek, ibu, atau adik saya Elisa. Biasanya kami sharing, tentang hal kecil dan hal besar. Suasananya memang sangat cocok sekali untuk itu. Cocok juga untuk merenung, bahkan, cocok sekali untuk menulis suatu karya; dan, pada suatu hari yang Tuhan janjikan untuk saya, senja di teras rumah akan menjadi salah satu momen terindah bersama orang terkasih.

Dengan hanya duduk diam sambil memandang ke sekeliling, saya merasa damai bukan main.

What The Heck Is Happening to Me??

Entah apa yang langit bicarakan tentang saya saat ini. Entah apa yang sedang direncanakan. Entah apa arti dari rentetan hal-hal buruk akhir-akhir ini.
Setelah selesai dengan semua perkara yang lalu, saya berencana menenangkan pikiran di kampung halaman. Sialnya, pagi ini saya kena tilang dan berurusan dengan hukum. Dua minggu lagi, saya harus menghadiri sidang di pengadilan, sedangkan saya ada kuliah pada hari itu. Sungguh menyebalkan, gara-gara tidak menyalakan lampu utama saja pikiran saya dibuat tidak tenang selama dua minggu kedepan.
Minggu ini sungguh payah, dan penuh kesialan. Saya membenci dunia ini. Beberapakali terjebak dalam kemacetan parah, kecelakaan, dan kena tilang kiranya cukup untuk menyebut minggu ini minggu paling payah selama ini.
Fuck! I hate this world at this time. The cops are fucking scoundrel! The city is hell! Traffic jam is a rubbish! 
This is the fucking paper from the foolish police
Maaf, saya marah-marah kali ini. Semoga engkau tidak pernah menjumpai minggu payah seperti yang saya alami saat ini. Tuhan memberkati..

Kamis, 27 Maret 2014

Somewhere Only We Knows

Oh simple thing where have you gone?
I'm getting old and I need something to rely on
So tell me when you're gonna let me in
I'm getting tired and I need somewhere to begin
Lagu "Somewhere Only We Knows" versi Lily Allen kiranya mewakili serangkaian kegelisahan akhir-akhir ini. Saya merasa sumpek berada di kota ini. Pikiran dipenuhi dengan kesesakan dan bayang-bayang keramaian. Saya ingin kembali ke kampung halaman yang tentram; ke tempat dimana tak ada perasaan takut dan khawatir, serta rasa sesak. Desa memang tempat teraman, menurut saya. Disana tak ada kriminalitas dan hal-hal yang membahayakan. Tak ada pula kemacetan. Saya ingin kembali kesana, meredakan gejolak pikiran, membuat awal baru sebelum kembali ke Malang. Saya ingin menemukan kembali kebahagiaan yang alami, yang dapat ditemukan dari hal-hal sederhana, dan yang tidak akan dapat ditemukan di kota. Bahagia itu sederhana, begitu kata beberapa orang. Saya setuju dan akan menemukan kebahagiaan itu, yang sudah sekian lama ditinggalkan oleh pencarinya.

Selasa, 25 Maret 2014

Petaka dan Berkah

Ceritanya panjang. Kemarin sebenarnya adalah hari yang indah. Saya dan kawan-kawan pergi ke Batu, ke rumah kawan kami, Manyun. Waktu terasa panjang di Batu. Kami sangat menikmati kebersamaan di rumah dan di sekitar alun-alun. Kami dijamu dengan sejuta keramahan oleh orangtua Manyun. 
Ketika petang, kami berpamitan pulang. Rendi turun di Sengkaling. Saya, Satrio, dan Oni terus berkendara. Satu persatu berpisah, dan saya seorang diri berkendara melintasi kota Malang yang tampak gemerlapan. Saya terus berkendara, menembus gelapnya jalanan pinggiran kota. Saya melaju dengan kecepatan 60km/h. Secara sangat tidak terduga, ada seorang perempuan menyeberang. Saya tak bisa menghentikan motor. Saat itu yang terdengar adalah jeritan keras, suara benturan, dan, kemudian kesunyian sejenak. "Tamatlah sudah," saya berkata dalam hati. Saya melihat kebelakang, membanting motor dan menghampiri perempuan dan anaknya. Si anak menangis keras. Ada luka goresan di kepala belakangya. Sementara itu, perempuan yang ternyata hamil itu kejang-kejang. Saya terdiam terpaku, dipenuhi penyesalan, ketakutan, kengerian, dan kegelapan. Orang-orang membawa perempuan itu ke dalam rumahnya, yang ternyata di bawah jalan raya itu. Seorang lelaki, yang mengatakan bahwa perempuan itu adalah istrinya, membawa saya ikut serta.
Kerumunan tampak sedang menghakimi saya. Sungguh mengerikan. Saya di tanah orang, dan mendapati diri saya sebagai tersangka. Sejenak kemudian, seorang penyelamat datang; pak Salome, rekan saya di wisma Betlehem, yang sudah saya anggap paman sendiri. Ia mencoba menjernihkan perkaranya. Seorang lelaki dari pihak korban tampak marah-marah dan menyalahkan saya sebagai yang harus bertanggungjawab atas semuanya. Beruntung sekali saya, yang dihadapi lelaki itu adalah orang yang disegani di daerah itu. Pak Salome, dengan ketegasannya berhasil membentaknya hingga tak berkata apa-apa lagi. Setelah itu terjadi kesepakatan bahwa semua harus ditanggung bersama, karena sebagian besar saksi mengatakan bahwa si perempuan juga salah, karena nekat menyeberang. 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pikiran saya dipenuhi kekhawatiran. Bagaimana kandungan didalam perut perempuan itu? Apakah ada cedera patah tulang? Bagaimana dengan balitanya, mudah-mudahan tak ada gegar otak.
Semuanya akan terjawab keesokan harinya, tepatnya hari ini. 
Semalam saya tak bisa tidur, karena penyesalan yang begitu besar tak terkira. Saya dihantui flashback. Bayangan akan kejadian tabrakan terus tampak berulang-ulang di dalam pikiran, bagaikan video pendek. Menyeramkan! Rasa khawatir akan kesusahan orangtua karena mendengar berita ini juga turut menambah kegelapan malam tadi. Saya hanya bisa berdoa dan tersungkur dihadapan Tuhan memohon pertolongan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini, pagi ini khususnya, setelah mengikuti ujian tengah semester saya langsung menuju rumah korban. Ayah saya datang dari Blitar dan turut menemani saya menyelesaikan masalah. Ayah tak bisa lama-lama, ia meninggalkan uang kepada saya. Jadi, hari ini saya merampungkan dan menjernihkan persoalan setahap demi setahap. Ohya, syukurlah, perempuan itu, yang ternyata namanya adalah Tata, sudah bisa berjalan; dan si balita, yang bernama Chelsea tampak hanya kena luka gores di kepala mungilnya. Chelsea mungkin membenci saya, karena ia cemberut tiapkali menatap saya, dan ketika digendong buleknya, yang saya bonceng menuju rumah sakit, ia menangis terus. Ia juga tampak membenci si GL max, si kuda besi keras yang dengan kejam menubruknya yang tidak berdosa.
Saya menyelesaikan semua urusan rumah sakit; mulai dari pendaftaran, tahap loket ke loket,pemeriksaan janin, hingga pembelian obat. Proses yang panjang namun tidak rumit. 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saya menunggu di depan ruang USG. Saya memegang salib kecil saya, yang telah menjadi penyelamat di setiap persoalan, dengan erat sambil berdoa berulangkali. Sungguh, saya gemetar tak karuan menunggu hasil pemeriksaan kandungan. Setelah melalui penantian yang lama, penuh kegentaran, dan kecemasan, akhirnya saya mendapati kenyataan bahwa janin di dalam kandungan Tata baik-baik saja. Saya bersyukur dan bersukacita setengah mati. Puji Tuhan!! Akhirnya, semuanya dapat pulang dari RS dengan sukacita.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di siang hari yang terik, di bawah atap rumah mas Hendro (suami) dan Tata, saya menemani mereka, ketika saudara dan sanak-sanak berkumpul ramai-ramai menjenguk, hingga semua pulang dan rumah menjadi sepi. Akhirnya, saya berpamitan pulang juga, meminta maaf sebesar-besarnya sekali lagi dan berterimakasih atas kesabaran dan keramahannya. Saya meninggalkan uang yang ayah tinggalkan untuk saya kepada Tata, yang pada saat saya berpamitan, tersenyum dan mengucap terimakasih banyak. Seluruh isi rumah memberi salam keramahan pada kepergian saya. Chelsea sementara itu masih marah. Ia memalingkan wajah saat saya menyalaminya. Akhirnya, hari yang panjang ini berhasil saya lalui. Berkat dukungan pak Salome, teman-teman yang kepada mereka saya bercerita pagi ini, ayah, ibu, dan pak Ponari yang mengantar ayah saya, semua berhasil berjalan dengan baik. Namun, diatas semua itu, yang paling besar perannya adalah Tuhan. Saya berdoa, di tengah kegentaran dengan perasaan yang sedih dan penyesalan tak terkira, memohon supaya tak terjadi apa-apa pada Chelsea dan Tata, serta janin di dalam kandungan. Saya berdoa, Tuhan menjawab. Sungguh besar kuasa-Nya, saya takjub dan tunduk, bersyukur dengan sepenuh hati. Tuhan sungguh sangat baik. Ia menolong tepat pada waktunya. Ia tak membiarkan saya menanggung semuanya sendiri.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kejadian ini tentu merubah hidup saya. Kini saya takut berkendara dengan kecepatan lebih dari 60km/h. Saya lebih berhati-hati. Kini, saya sadar bahwa selama ini saya buang-buang waktu. Saya tidak pernah menanyakan kabar kepada ibu dan ayah. Saya menyesal harus menelepon mereka, setelah sekian lama tidak menelepon, dan mengatakan bahwa saya baru saja menabrak seorang perempuan hamil dan balita. Saya tidak akan mengulang ini. Saya mencintai keluarga saya, dan sudah seharusnya saya sering memperhatikan mereka. Kemudian, satu hal paling penting dari kejadian ini adalah bahwa saya perlu lebih mendekatkan diri pada Tuhan, lebih dekat. Sebab, Tuhanlah sumber hidup saya. Dialah pemberi kebahagiaan. Dialah sumber cinta kasih. Dialah pertolongan sejati.
---------------------------------------------------------
Terimakasih telah membaca sharing saya yang panjang ini. Tuhan memberkatimu dan segenap keluarga, sahabat-sahabat, serta orang-orang yang engkau cintai!!
Salam kasih!!







Selasa, 18 Maret 2014

What Do U Listen Today?

Musik apa yang engkau dengar saat ini? Kalau saya, Radiohead jadi tema hari ini, dan mungkin untuk hari-hari kedepan juga. Kata-kata yang suram dalam lirik dan nada-nada yang syahdu di setiap falseto membuat bulu kuduk merinding kala mendengarnya. Kesukaan saya adalah Fake Plastic Trees, lagu tentang penyesalan yang mengalun pelan namun sangat emosional. Selain ini, Karma Police juga sangat mengena; cocok sekali didengar kala menikmati suasana malam sambil merenungkan keberadaanmu di tengah dunia yang luas dan penuh kegilaan.
Mendengarkan musik memang menggelorakan hidup. Apa musikmu untuk hari ini dan esok? Itulah temamu kedepan.
Im: Radio Head Climbing up The Walls

Senin, 17 Maret 2014

Ah, Rose!

Ah, Rose!! Today my secret was revealed. Entah bagaimana hari ini rahasia saya terbongkar. Memang, saya tak pernah berhasil menyimpan rahasia dari kawan-kawan saya. Selalu terbongkar, karena keterlalu-bukaan saya sendiri. Hmm. Rose! Saya memang tidak memberitahukan ini pada orang lain karena tidak mau dapat cap playboy. Bukan. Bukan. Saya bukan playboy. Saya kan jomblo. Saya mengasihi, tidak mempermainkan hati mereka. 
Dalam sebuah momen hari ini, saya diminta menuliskan dua nama wanita yang saat ini di hati. Saya menulis Casablanca dan Rose. (Hmm. Lama-lama saya merasa aneh menyebut nama samaran). Somehow, I did not care my paper, then everybody knows what is written on it. Hmm, begitulah.
Namun, di atas semua ini, satu hal terpenting dalam hidup saat ini adalah kehadiran kawan-kawan itu sendiri. Kawan-kawan saya tahu, saya mengharapkan siapa. Ini menjadi semangat bagi saya pribadi; semangat untuk bekerja keras untuk sukses dan mendapatkan apa yang telah diharapkan sejak saat ini. 

Hai Rose, engkau sangat menyenangkan! Keramahanmu adalah semerbak wangi kesegaran pagi hari. Tawamu melengking bagai nada-nada tinggi pada seruling bambu. Merah di rambutmu sangat liar, seliar tumbuhan putri malu, namun begitu murni, semurni embun. Bersinarlah selalu, untuk para pengagummu, dan untukku!

The Top of The Wish List

Usually, it is not easy to get what we desire. We dream, and then we must deal with any possibility that obstruct us to get the dream itself. There is always something to fight. There will always be some problems. We must go ahead and chase after the dream; then, it usually ends with happiness if we can deal with the obstructions.
Biasanya, ketika kita menginginkan sesuatu, kita harus bersabar, karena hidup tidaklah serba instant. Kita bermimpi dan harus dapat mengatasi halangan-halangan yang ada. Selalu ada sesuatu untuk diperangi. Akan selalu ada beberapa masalah. Kita harus terus maju untuk mengejar sang mimpi; biasanya, ini akan berakhir dengan kebahagiaan jika kita berkomitmen dan menyikapi segala rintangan yang ada.
Saat ini, saya sedang menginginkan sebuah ponsel baru. Satu wish yang sudah dipertimbangkan dalam hal harga dan prioritas kegunaan. Targetnya sebenarnya bulan ini seharusnya saya sudah menggenggamnya, sesuai rencana. Namun, karena kebutuhan-kebutuhan mendadak seperti mengganti ban bocor sepeda motor, kehabisan uang saku, membeli buku, fotokopi, dan sebangsanya, saya harus menunda keberhasilan mencapai rencana ini. Mau bagaimana lagi, namanya urusan mendadak. Ini resiko bermimpi; seperti postingan Stanlee. Sayapun kini tertuntut untuk lebih baik lagi dalam memanage keuangan. Ini hanyalah ponsel; hal kecil dalam kehidupan yang luas dengan berbagai aspek ini. Berusaha untuk punya ponsel baru: latihan untuk mencapai mimpi yang lebih besar. 

Berlatihlah mengejar impian, kawan!!

Minggu, 16 Maret 2014

Bekerja Keras untuk Cinta

"That is why I work very hard to be strong. It's very hard indeed! But, I am very pleased to shop with my own money. Then, when I feel strong enough, I will tell that to the one I love: Hey, I am ready for true love!"

"Itulah sebabnya aku bekerja keras supaya menjadi kuat. Memang, terkadang itu sangat berat. Namun, aku sangat menikmati berbelanja dengan hasil jerih payah sendiri. Dan, jika aku merasa sudah cukup kuat, akan kukatakan pada orang yang aku cintai: Hei, aku sudah siap untuk cinta sejati!"

 Itu adalah kutipan dari film "Finding Mr. Right." Singkat saja, saya sekarang juga sedang bekerja keras seperti tokoh yang mengatakan hal diatas. Saya mencintai seseorang, namun tak ingin mengatakannya hingga saya sudah kuat. Kuat dalam kehidupan ini. Saya bekerja keras untuk hal ini, di tengah kehidupan yang dinamis dan keadaan keluarga; saya siap untuk melalui semuanya demi kebahagiaan sempurna di akhir. Ketika saya sudah mencapai tahap tertentu, ketika saya berhasil, saya akan datang untuknya; untuk cinta.

Untuk engkau, pembaca, yang barangkali juga sedang bekerja keras dalam kehidupan ini agar bisa merasa pantas dan siap mengatakan cinta pada orang yang selama ini menjadi idaman; semoga Tuhan menyertai usahamu! Goodbye (God be with You!!)

High Advantage

Dunia ini keras; bukankah begitu? Hidup penuh persaingan. Kompetisi berlangsung sengit di segala bidang. Kehidupan bagaikan hidup di hutan rimba. Binatang yang besar dan kuat berkuasa dan memangsa binatang-binatang lain yang lebih kecil. Mereka yang lemah memojokkan diri di sudut tertentu yang aman, membentuk kelompok untuk keselamatan. Binatang pemakan tumbuhan harus berhati-hati; apa yang dimakan bisa saja tumbuhan yang beracun. Siapapun yang berjalan harus memerhatikan langkah-langkahnya. Jebakan bisa saja menerkam secara tiba-tiba. Hidup sangatlah keras dan kejam. Semua yang tinggal di dalamnya rentan untuk terjerumus dan merasakannya. Namun, ada satu binatang yang tak terpengaruh dengan keadaan rimba yang demikian, karena ia tinggal di tempat yang aman. Di pinggir hutan, diatas tebing; disanalah elang tinggal. Elang adalah yang paling bebas diantara semua binatang. Ia tak akan masuk ke hutan, karena tak perlu terlibat dalam kehidupan yang kejam. Ia bisa mencari makanan dimana saja ia mau dan terbang ke padang rumput seberang, dimana ada banyak makanan tersedia.
Sama halnya elang, seorang bohemian juga bebas. Pun demikian, menjadi bohemian sangatlah sulit di kehidupan seperti ini, namun tak berarti tidak mungkin. Semua hanya perlu beberapa pencapaian bertahap.

"Menjadi bebas itu mengasyikkan. Biarlah dunia ini keras dan kejam. Biarlah kehidupan ini kejam. Selama kita tak terlibat di dalamnya dan terus terbang tinggi, kita bahagia!"

Kamis, 06 Maret 2014

Bagai Sayur Tanpa Garam

Lelah! Hidup mulai lagi terasa hambar. Rutinitas harian menguras tenaga. Lima hari dalam seminggu selalu diawali dengan berangkat pagi ke kampus. Ketika serangkaian aktivitas di kampus berakhir, ketika kembali ke kost, rasa lelah selalu membebani diri untuk melakukan sesuatu. There is nothing to do as I feel exhausted after attending college. Hmm. Sebenarnya saya ingin berkarya; namun rasa lelah dan waktu yang tak cukup banyak selalu mengusik hati, membujuk diri untuk istirahat. Kini saya sedang menggulatinya. Semoga kehampaan ini segera menemukan titik terang. Semoga hidupmu tak hampa seperti saya sekarang ini!

Selasa, 04 Maret 2014

Sharing Mimpi

Mimpi yang tidak biasa selalu memicu permenungan akan mimpi itu sendiri. Kemarin malam, saya bermimpi sedang mendaki gunung bersama suatu rombongan. Entah bagaimana, saya dan beberapa teman terpisah dari rombongan utama dan tersesat di hutan yang kemudian secara tidak sadar menarik kami kedalam gua. Gua itu gelap, dingin, dan lembab. Saya dan rekan-rekan berusaha mencari jalan keluar dari gua itu dengan menelusuri tiap sudut. Kemudian, ketika usaha kami justru membawa semua orang jauh kedalam gua, rasa takut mulai menghantui setiap orang. Suasana menjadi kian tegang kala kami berpikir akan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Namun, beberapa saat kemudian terdengar suara hentakan kaki di atap gua; setelah itu, entah bagaimana dinding-dinding gua runtuh; saya dan rekan-rekan bisa keluar dan bergabung kembali dengan rombongan, yang ternyata adalah sumber dari suara-suara di atap gua itu. 
Saya tidak tahu apa makna sebenarnya dari mimpi ini. Sedikit interpretasi, mungkin ini adalah gambaran perjuangan hidup bersama kawan-kawan. Ketakutan dan kekhawatiran mungkin adalah beban berat jika ditanggung sendiri, namun, ketika bersama kawan-kawan, ada kemungkinan baik yang lebih besar untuk menghadapi dua hal itu.

Sabtu, 01 Maret 2014

Nostalgia!

Sumber murni; airnya bisa diminum!

Dulu masih belum ada undakan tangga seperti diatas ini.
Saya dan Rendi meninggalkan hiruk-pikuk kota Malang kemarin, dan menikmati suasana damai dan tentram di desa. Disini tak ada keramaian; tak ada kemewahan seperti yang tersaji di setiap sudut kota. Namun, waktu terasa berlalu dengan cepat karena kesenangan. 
Nostalgia!!! Hari ini kami mengunjungi belik, atau sumber; tempat yang sering saya kunjungi pada masa kecil. Dulu di tempat ini saya biasa mencuci pakaian, mandi, dan bermain. Hari ini, saya hanya berkunjung untuk merasakan kembali kesegaran air sumbernya. Bak raja yang sedang singgah, kami berdua disambut ikan-ikan dengan layanan pedicure alami nan gratis. Memorable! Demikianlah waktu menyenangkan di hari yang singkat di Blitar ini.

Segerombolan ikan siap memanjakan kakimu!
Ikan-ikan disini sangat ramah!