Sabtu, 10 Agustus 2013

Seminari

Anggota RT 6, wilayah tiga
Ingin kuceritakan sedikit mengenai kehidupanku setelah lulus SMP dulu. Aku melanjutkan pendidikan ke seminari Santo Vincentius a Paulo, Garum, Blitar dengan motivasi ingin menjadi pastor. Entah apa yang membuatku berani meninggalkan nikmatnya kebebasan sebagai remaja dan sekolah di luar demi sebuah motivasi yang menggiringku ke tempat yang tertutup dari keramaian dan kemegahan dunia. Namun tak ada yang perlu disesali, sebab di dalam seminari aku merasa seperti hidup di dunia yang lebih luas; wawasanku bertambah! Oh iya, pembaca perlu sedikit mengenal apa itu seminari. Seminari berasal dari kata "semen" dan "arium"(bahasa Latin) yang masing masing berarti benih dan tempat. Jadi, dalam konteks pembinaan menjadi pastor, seminari atau "semenarium" berarti tempat pembenihan calon-calon pastor. Tipe tempat pembinaannya adalah boarding school, yaitu sekolah dimana para siswa didiknya tinggal di asrama, kalau Islam seperti pondok pesantren, atau bisa juga disamakan dengan Hogwarts dalam serial Harry Potter(Nahhhh, ini...hampirr sama persis). Disini, para calon akan digembleng selama empat tahun untuk lebih matang dan mantap menjadi pastor.

Kelas XA & Septian
Siswa di seminari beragam. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Sejauh pengetahuanku, ada yang datang dari Sumatera, Kalimantan(Banjarmasin, Batulicin, dll), Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Jogjakarta, Jawa Timur(tentu saja), Bali, Lombok, Kupang, Sumbawa, Flores, hingga dari ujung timur Papua. Mereka datang dengan berbagai motivasi besar maupun kecil. 

Masa-masa di seminari adalah masa-masa berharga dalam hidupku. Disitu aku temukan keindahan persahabatan, persaudaraan, perjuangan hidup mandiri, dan petualangan iman dalam mencari Tuhan. Untuk hari ini aku hanya ingin berbagi mengenai hari pertamaku di tempat itu. Well, aku tak terlalu ingat tanggal dan hari; di suatu pagi kedua orangtuaku sibuk mempersiapkan diri untuk mengantarkanku ke seminari. Saat itu waktu betul-betul berlalu cepat; sebentar kemudian semua persiapan telah mantap dan semua siap mengantarkanku ke seminari. Benar-benar cepat! Aku dan sekeluargaku sampai di depan gerbang suci seminari. Saat itu dapat kulihat raut wajah kedua orangtuaku dan segenap keluarga sedikit sendu, karena pada hari itu juga anak yang paling besar di keluarga tidak akan lagi berada di rumah. Sungguh menyedihkan aku mengenangkan ini, namun pada saat itu aku tidak terlalu sedih, rasa sedih karena berpisah dengan orangtua dan keluarga serasa kalah dengan rasa penasaran pada diriku akan seperti apa kehidupan di seminari. 
Ini Rookies tahun 2009, termasuk aku
Maka akupun resmi menjadi seminaris(sebutan siswa seminari). Saat memasuki gerbang, beberapa pemuda di meja yang berfungsi sebagai meja resepsionis menyambutku, lalu satu diantara mereka mengantarkanku ke asrama. Kesan pertama memasuki asrama seminari sangat mengagumkan! bangunan-bangunan berarsitektur belanda benar-benar megah terawat! Orangtua dan segenap keluarga yang mengantarku juga sempat menikmati keindahan klasik itu. Mereka diberi waktu (mungkin) sampai jam lima sore sebelum merelakan putra-putra mereka berpisah dari pelukan hangat keluarga untuk hidup mandiri di tempat penggemblengan, seminari. 
Di seminari kumulai hidupku sebagai anggota RT 6 di asrama, siswa kelas 10A, dan anggota dari angkatan baru yang bernama SAINT JOSEPH BROTHERS. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar