Sabtu, 10 Agustus 2013

Masalah yang Salah Timing

Di lebaran yang seharusnya ada sukacita ini, lagi-lagi keluargaku berantakan. Adikku Frida yang kemarin lusa baru datang di Blitar bersamaku harus pulang karena larangan orang yang namanya suster Luis(pemimpin Sang Timur tempat ibuku bekerja). Di timur sana, ibuku tengah menghadapi masalah 'biasa' yang besar. Si grandong, karyawati kesayangan suster lagi-lagi menghasut si pemimpin itu sehingga ibuku terus bertugas, sementara Frida jadi tidak bisa lebaran di Blitar. Aku menyebut masalah 'biasa' karena memang sudah jelas, segala penderitaan yang dialami Frida dan ibu, serta kebanyakan orang disana berasal dari si grandong jelek dan mrongos yang suka menghasut si pemimpin untuk melakukan apa yang ia pinta. Sungguh itu sangat keterlaluan bagiku, meski aku tak merasakannya. Namun, tak kuasa hati ini menahan terus amarah karena orang-orang yang aku cintai disakiti terus. Difitnah terus sehingga suster Luis sering memarahi mereka. Ohh sungguh keparat! Jika dan hanya jika aku sudah bekerja, aku akan mengentaskan ibu dan Frida dari temppat jahanam tersebut. Mengalami hal ini rasanya hidupku sudah hancur, keluargaku patah! Tak ada harapan, tak ada pertolongan. Bagaimana tidak? Aku curhat ke emak, ia tak menatap setiap kata-kataku; ia nyelimur! Sanak-saudara? Mereka punya hidup masing-masing; mereka hanya bisa menasehati supaya sabar. Sungguh, hanya aku dan keluargakulah yang menghadapi hal ini. Diriku? Aku terpuruk, sungguh mengapakah hal berat ini tak kunjung berhenti menyiksa orang-orang tercinta. Mengapa si grandong jahat itu, yang dibenci banyak orang, tetapi tetap kuat sejak dulu dan amat disayang si pemimpin? Sungguh, apakah ini suatu keadilan dalam hidup?
Hmmm...syukurlah tadi pagi ibu curhat kalau semua karyawan dimarrahi suster, setelah sebelumnya ibu takut hanya ia dan Frida yang akan dimarahi suster. Dengan dimarahinya banyak orang, jadi ibu merasa tidak sendirian terpojok. Mungkin Tuhan menjawab doa-doa dan rintihan kami perlahan. Sebuah rencana agar ibu bertahan sampai Frida lulus, lalu keluar, cari kerja lain, sementara Frida sekolah di Blitar, terlintas di pikiranku, pikiran ibu, bapak, dan emak. Semoga terwujud! AMIN.

Terlepas dari itu semua, aku merasa segala cobaan ini adalah supaya aku dan semua menjadi orang yang teguh hatinya(courageous). Aku sebagai ujung tombak akan mengangkat kembali keluargaku. Aku bertekad. Aku akan selalu memulai, dan Tuhan, hanya berkat-Nyalah yang akan menyongsongku menembus batas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar