Sabtu, 31 Agustus 2013

Jadwal Kuliah

Jadwal kuliah...
Semester ini benar-benar unusual, tidak biasa! Hari Senin kuliah dimulai jam 7 pagi, lalu selanjutnya kosong terus dan masuk lagi jam 1.10 hingga jam 4.30. Hari Selasa juga dimulai jam 7 pagi, lalu lanjut terus sampai jam 12.10; selanjutnya kosong, lalu berlanjut jam 2.50 hingga jam setengah enam petang atau lebih. Hmm, dua hari awal weekdays ini berat. Beruntung sekali, hari Rabu kuliahnya hanya jam 1.10 sampai jam 4.30. Hari Kamis juga lebih ringan. Hanya ada kelas jam 1.10. Jum'at seperti biasanya(tidak ada kuliah). Hari Sabtu? Tentu, dari dulu itu dihitung libur.
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Untung-diuntun aku tipe orang yang lebih suka berat di awal lalu semakin ringan menuju akhir. Bagaimanapun, kuliah itu menyenangkan! Aku sangat betah kuliah, tapi sangat tidak ingin berlama-lama kuliah seperti Ian dalam 5cm.

Senin, 26 Agustus 2013

Poet of Life

Hari ini hari pertama kuliah. Rasanya begitu berat memulai semuanya setelah liburan yang kata teman-teman terlalu panjang. Tiga bulan, bayangkan! Rasa deg-degan yang entah karena apa juga membelenggu pagi ini. Untuk menutupinya, kuputar lagu-lagu ceria saat berangkat menuju kampus. 
Di langkah pertamaku menginjak lantai dua gedung Q3, wajah-wajah manis dan asing menyapa dengan pesona-pesona indahnya. Mungkin mereka rookies. Memang pada pagi itu semua terlihat baru diawal-awal. Nahh, di depan kelas, semua kembali bereuni setelah terpisah lama. Adalah Manyun, yang makin cool, Rendi, Oni, mas Wahid, Rendi Kempel si Kribo, dan Pandu, the best ketua kelas yang sifatnya selalu mudah ditebak. Ohh, by the way dia sepertinya sudah tidak kepikiran lagi sama seseorang yang sebelumnya telah membuatnya stress berat. Nahh, kini semua sama. Kami sama seperti yang biasanya. Bercanda, ngobrol seputar sepakbola, ngejahatin Miranti, ngegosip(kalo ini enggak coi). Bagiku, kehidupan telah kembali. Perjuangan kuliah dan teman-teman baik, semua telah kembali. Meski dunia tak menyapaku secara khusus pagi ini, namun semua indah dan baik adanya.
We Are Poet
Somehow(entah bagaimana) pagi ini aku menemukan hal-hal indah. Pertama adalah kata-kata Rendi kribo, yang pada saat bu dosen bertanya: What's the meaning of your name for your parents (apa arti nama kamu bagi orangtuamu), ia menjawab: It's their hope (nama yang diberikan orangtua adalah harapan dan doa mereka). Sangarrr sumpah, kata-kata indah ini muncul dari Kempel kribo. Jadi kalau kupikir, benar apa kata ibuku dahulu, ketika kutanya apa arti namaku. Ia menjawab bahwa 'Prasetyo' ia berikan padaku agar aku menjadi orang yang setia, pada keluarga dengan segala tanggungjawabku, juga kepada hidupku. Jadi ini doa dan harap ibu untuk diriku ini. 
Keindahan lainnya adalah kata-kata bu dosen. Entah pada saat membicarakan apa, aku mendengarnya mengatakan begini (kira-kira): You are a poet of your life. You are the poet and life is the poem. As a poet, try to make your poems as beautiful as possible. Begini artinya; kalian adalah penyair hidup kalian. Kalian adalah penyairnya, sedangkan hidup adalah syairnya, puisinya. Sebagai seorang penyair, buatlah puisi-puisi seindah yang kalian bisa. Buatlah segala rentetan hal dalam hidup ini seindah-indahnya. Kata-kata ini terus memanjakan jiwaku sepanjang hari ini. Sungguh indah, aku ingin ini terpatri dalam sanubariku dan bergabung bersama harapan-harapanku yang telah lama menghiasi jiwa dan hatiku. Mempesona!
Oh ya, thanks ya bu dosen....(nama menyusul), Rendi Kempel, dan teman-teman semua atas hari indah ini.

Sabtu, 24 Agustus 2013

Pemecahan Masalah Ini Mimpi

Bahasa Jakarta, ya...
Pagi ini gw belanja buku di pasar loak jalan wilis; atas pesenan adik. Dia lagi butuh buku Fisika, Matematika, Seni Rupa, dan Sejarah. Di lokasi, secara agak beruntung langsung ketemu tuh buku-buku. Si penjaga kios sibuk sana kemari buat nemuin Fisika, Sejarah, dan Ekonomi. Penjaga kios kasih harga 85.000. Pertama, w tawar tuh harga ke 60.000; dia nolak dan ngotot sama harga awal. Oke, gw naikkan jadi 65.000, masih aja tetep ngotot. Gue pergi, eh nggak jadi, dia nurunin ke 75.000, otomatis gw nggak setuju. OK fine, akhirnya gw pasang final offer-nya 70.000, dan dianya setuju. Nahh, dapet tuh buku, tinggal Mat. sama Seni Rupa. 
*Oh Sh*t, keyboardnya ancur. By the way ini gw di warnet lagi, buat mengkopi film-film terbaru Agustus ini. 
Penjelajahan pasar loak berlanjut. Tinggal dua buku lagi sih, tapi susah amat carinya. Gue udah hampiri setiap kios dari ujung Selatan sampai utara, nihil hasilnya. Ada satu, matematika! Tapi nggak gw ambil, banyak coretannya tuh buku. Akhirnya...selesai, gw anter dulu bukunya ke Jl. Bandung. Hmmm..Jl. Bandung...This is the place where I want to take the two I love out. Tempat yang suatu hari kalau gue udah sukses, gue bisa bawa semua orang yang gue cintai terlepas dari segala hal yang berkaitan dengan itu. 
Selesai memarkir motor langsung aja gw bergegas ke dapur untuk nemui ibuk. Ada beberapa biarawati yang berpapasan, namun nggak gue kasih sapaan manis seperti dulu-dulu. Munafik, mereka! Ancur lo pada! 
Hmmm...ibuk, bebanmu begitu besar. Seperti biasa, ibuk pagi ini mengeluhkan adik gue yang terus ngotot pengen beli biola. Meski udah punya uang sendiri, ibuk ngelarang adik beli karena bajunya yang sekarang udah pada nggak muat. By the way adik gua agak gendut, sob. Gue coba nenangin hati ibuk dengan bilang bahwa gua akan bilangin tuh adik supaya mengerti keadaan. Oke, setelah naruh buku-buku pesenan yang belum komplit dan ninggal oleh-oleh buah markisa, gue pamitan. Oh ya, ibuk tadi ngeganti uangngya; gue dikasih 100.000. Dia juga berkata kalau ia merasa sungkan sama gue soalnya jarang sekali ngasih uang. "Nggak papa," gue bilangin ibuk. Gwpun pamitan.
Hmmm..terpikir lagi seluruh beban ini. But that's fine! This is life! Gue tiba-tiba teringat apa kata sahabat gue dulu. "Percayalah, jika kamu bermimpi, seluruh alam jagat raya akan membantumu". Dia sebenernya ngutip, tapi tiap kali inget tuh kata-kata, yang gue inget ya dia itu, sahabat gue. Respon teringat hal indah itu buat ngegerakin jari tangan gue untuk ngetik sms yang nenangin adik(semoga). Gue bilang ke adik, jangan dihabisin dulu uangnya buat beli biola, kebutuhan kan masih banyak, lagian baju udah pada kekecilan. Gendut sih! Nahh, soal uang jangan khawatir deh! Tabungan gue ada kok, ntar gue beliin, janji deh. Pokoknya yang penting jangan ngeluh+ngambek sama ibuk terus. Belajar yang rajin, kan bentar lagi Unas. Okeh, itu semua yang gue bilang. Dengan ini, gue korbanin tuh uang yang gue rencanain buat beli HP baru. No problemo. Hati gue yang tenang karena kekuatan mimpi dan kata-kata sang sobat mengalahkan asa membeli hape baru. 
Gue percaya, kekuatan mimpi gue! Mimpi gue simpel! Ngeluarin adik dan ibu dari tempat itu dan menjadi 'mampu' menjadi punggung keluarga aja gue bakalan bangga setengah hidup. Sumpah! Skali lagi, gue percaya mimpi ini.
Pulangnya, saat melewati gerbang, dua satpam yang ramah melambai, seolah sengaja memberi gue semangat.


Selasa, 20 Agustus 2013

Kawan

Kemarin.
Bosan di bukit Bethlehem terus, aku turun ke dunia karena keperluan kredit semester(KRS) yang belum beres. Rencananya, Oni, aku, Rendi, dan Rani mau ke kampus untuk memperjelas semuanya di SUBAG. Namun, syukur KRSnya sudah normal kembali, sehingga aku, Oni, dan Rendi nongkrong di pujasera dekat MX. Sudah lama sekali tidak mengunjungi tempat tersebut, jadinya agak canggung. Lepas dari itu, seperti biasanya, kami bertiga membicarakan tentang sepakbola. Mungkin sama halnya cewe, yang suka membicarakan hal-hal atau tren-tren tertentu, kami juga selalu membicarakan tren-tren dalam sepak bola. Bursa transfer pemain? Kami selalu up-to-date! Nahh, dengan ditemani kopi dan ses, kami habiskan waktu pada siang hari itu. Setelah puas berbincang dan temu kangen, kami pulang. Aku mengantarkan Rendi ke Sengkaling(daerah rumahnya) terlebih dahulu. Setelah di Sengkaling, aku tidak langsung pulang; Rendi, dengan dorongan ibunya(mungkin) mengajak makan di warung. Makanan pilihan siang itu adalah rujak congor(cingur). Sambil menikmati hidangan, kami sharing-sharing tentang mimpi-mimpi. Aku pikir aku dan ia sama; kami punya mimpi-mimpi dan tanggunjawab besar dalam keluarga. Kami sama-sama bukan anak orang kaya. Oleh sebab itu, kuceritakan segala ambisi hingga ketakutanku akan masa depan. Sempurna! Ini sama halnya ketika aku dan Stanley berbagi kisah dan kesan tentang mimpi-mimpi. Atas semua kesenangan hari itu, aku ucapkan syukur kepada-Nya. Syukur, aku selalu memiliki teman dekat untuk berbagi tentang mimpi-mimpi. Syukur, aku selalu punya kawan-kawan yang humoris, yang suatu saat selalu dapat memberiku optimistis akan kehidupan ini. Ada Stanley, Aldo, Denta, dll di SMA, adapula Rendi, Oni, dll di Kampus.
Dan..pada saat aku pulang, ibu kawanku memberi oleh-oleh: Satu kantong plastik jeruk. 
Thank You....

Antara Mimpi dan Tanggungjawab

Sudah tak dapat lagi aku mengelak akan kenyataan bahwa aku harus memikirkan masa depanku. Aku kini penuh ambisi, sedikit menggebu. Akupun juga penuh keraguan, terpojok oleh rasa takut dan beban-beban pikiran. Aku kini adalah antara mimpi dan tanggungjawab.
Semua telah kurencanakan dan kucanangkan dalam hati, bahwa aku ingin jadi orang yang bahagia. Aku ingin memiliki rumahku sendiri, mobil keluarga, motor impian, pekerjaan yang tidak terikat, dan orang-orang tercinta dalam kemenanganku. Mimpi untuk menginjakkan kaki di kota impian, Roma, juga tak pernah surut untuk mengusik hatiku. Itulah mimpi-mimpi. Hidup akan sangat indah ketika berada dalam perjuangan hingga menggapai semua itu. Namun, aku juga punya tanggunjawab yang besar terhadap keluargaku. Tidak mudah mencapai segala impianku karena tanggungjawab-tanggungjawab di bahuku. Bagaimana nanti ibu dan dimana ia akan tinggal adalah salah satunya. Menjunjung derajat keluarga, kewajibanku. Rumah yang ayah tinggali entah bagaimana aku perlu membuatnya lebih setara dengan tetangga-tetangga. Biaya pedidikan Frida, adikku, dan masih akan ada banyak lagi. Tidak mudah, memang, bermimpi itu. Inilah tantangannya. Hmm..sekali lagi, keteguhan hati sangat kuperlukan. Entah bagaimana aku harus berteguh hati. Tuhan memberkatiku. Amin.+

Sabtu, 17 Agustus 2013

Kemerdekaan

Hari ini hari kemerdekaan! Indonesia tengah bersukacita, dalam semangat di tengah simfoni kemegahan lagu Indonesia Raya dan Hari Merdeka. Semua bersemangat. Semua satu hati dan satu jiwa.
Di desa pagi inipun juga penuh dengan orang-orang yang bersemangat. Saat menyusuri jalan raya, insan pertama yang kujumpai adalah seorang kakek berseragam veteran(mungkin seragam militer) dengan penuh semangat dan kebugaran mengendarai Honda 800-nya yang amat terawat. Ia disapa semua orang yang berpapasan. Dengan tertegun kusampaikan salam dan salutku dalam hati. 
Berkibarlah Benderaku!
Lajuku tidaklah cepat, sehingga banyak orang mendahuluiku. Seorang militer yang menggandeng putranya tampak melaju dengan cepat. Seorang pegawai negeri(pengajar mungkin) turut mendahuluiku. Setelah itu, aku menjumpai beberapa abdi negara yang punya tujuan yang sama pada pagi hari ini, yaitu: Upacara HUT Kemerdekaan RI ke 68. Merdeka!
Di tengah perjumpaan-perjumpaan dengan semangat-semangat pagi ini hatiku terusik oleh berbagai pertanyaan. Hmmm...kini aku berguna apa ya untuk negara? Apa yang kuberikan untuk negara? Aku kurang begitu nasionalis. Aku tidak suka mendukung timnas. Aku seringkali mengeluhkan keadaan-keadaan negeriku. "Aku, bergunakah?" sempat kuumpat diriku. Mungkin berguna sedikit.
 Mereka kibarkan Sang Merah Putih diatas semua bendera
Mungkin aku tidak bisa memberi bukti cinta sebesar apa yang telah diberi Liliana Natsir dan Tantowi Ahmad, atau Chris John, atau Andrea Hirata, atau Anggun C Sasmi, dan para pahlawan era baru lainnya. Namun segala hal kecil yang dilakukan setiap orang juga adalah bentuk cinta terhadap tanah air. Aku akan berusaha mencintai negeriku dengan segenap hati. Aku harus. Dan, lepas dari semua itu, kuucapkan selamat hari raya kemerdekaan, Indonesiaku, negeriku! Salamku: merdeka!!! 


Perubahan

Setelah beberapa tahun, baru kusadari kalau pribadiku sudah jauh berbeda. Jika diambil titik awal perubahannya, kutunjuk saat aku mulai meninggalkan kehidupanku di desa dan masuk seminari. Sebelum saat itu, orang-orang dan juga aku sendiri mengenal pribadi ini sebagai orang yang ssuka bergaul dan punya banyak teman, serta amat ramah pada semua penduduk desa. Kini, entah secara perlahan aku menjadi tidak suka akan keramaian. Mungkin beberapa dikarenakan setiap kali menghabiskan waktu di desa, banyak teman-teman baikku yang sudah tiada(merantau maksudnya). Ditambah, setelah lama tidak berbaur dengan penduduk desa, orang-orang tidak mengenali aku yang baru. Mereka pangling, lalu pangling dua kali lipat, kemudian lupa. Nahh...kini aku bagai orang asing kalau di desa, kecuali orang-orang terdekat. Tetangga-tetangga di rumah lamaku, di gang selatan, sedulur-sedulur di gang utara timur, dan sedikit tetangga rumah nenek dimana aku biasa berada tiap liburan. Aku merasa jadi pendiam, padahal aku ini orang yang menyenangkan(menurutku).
As lonely as the man
Tentang Kesendirianku
Di tempat tinggal di Jedong, rasa kesepian kerapkali menggerogoti hidupku. Serasa kekuatanku melumpuh satu persatu. Semangat, keceriaan, dan sukacita serasa tererosi oleh kesendirian. Hal yang sangat fatal ialah bahwa kegelisahan selalu membelenggu, membuatku terus merasa terbebani akan masa depan dan tanggungjawabku. Rasa pesimis menang dalam pergulatan batin, mendorongku ke titik terpojok keterpurukan. Gelap. Hidupku gelap, keluhku seringkali. Aku memang tak suka ikut organisasi-organisasi di kampus, namun kurasa aku sudah cukup punya banyak teman baik yang seringkali membuatku tertawa dan bahagia. Setiapkali meninggalkan kampus yang ramai dan penuh keceriaan bersama kawan-kawan dan kembali ke kediamankku yang sunyi, belenggu kesendirian sudah menanti. Suatu hari bisa berakhir tanpa hal itu, namun suatu hari bisa jadi jam-jam gelap dalam hidupku saat kesunyian menari-nari diatas keceriaan dan kehangatanku. Sungguh, ini semua belenggu! Ohh tidak. Maaf; aku memang sulit mensyukuri apa yang ada. Hmm...aku harus lebih mendekatkan diri pada Tuhan, kurasa.

Gambar: http://www.hot-lyts.com/graphics/category/images/lonely-man

Senin, 12 Agustus 2013

Trial

Nyoba Upload Video ke Youtube....
Nahhh dalam remang-remang cahaya jadinya pede nyanyi.

Minggu, 11 Agustus 2013

Keluarga Utuh

Selain terkesan dan terpesona akan sosok seorang ayah, aku juga mengagumi keluarga; keluarga yang utuh. Ada berbagai perasaan bercampur ketika melihat atau menjumpai sebuah keluarga yang utuh dan rukun. Mungkin di satu sisi hati ada rasa kagum; dan rasa itu membuatku mengucap doa singkat "Ya Tuhan, syukur kepada-Mu bisa melihat keindahan cinta mereka, berkatilah keluarga itu, ya Tuhan, semoga mereka menjadi berkah satu sama lain dan juga bagi dunia yang melihatnya". Rasanya hatiku ikut senang setiap kali melihat ada seorang ayah yang penuh kegembiraan, ibu yang penuh kelembutan, dan anak-anak yang lucu. Meski gembira melihat keindahan semacam itu, sisi lain hatiku juga menyimpan rasa iri, sedikit sekali. Hmmm...mengapa ya, aku tidak mempunyai yang semacam itu, pikirku kadang-kadang. Luka masa lalu terkadang masih mempuat pilu. Terkadang menjelma menjadi kesendirian yang amat gelap, terkadang menjadi keterpurukan tingkat tinggi. Namun, syukurlah meski kadang terpuruk sangat dalam, aku masih bisa selamat. Tekad adalah apa yang menyelamatkanku, menenteramkan hati kala dilanda kesedihan. Tekadku ialah membangun keluarga yang penuh berkah. Aku tidak ingin nanti anak-anakku merasakan perasaan yang seringkali membuatku terpuruk. Aku tidak ingin mereka sepertiku, yang hanya bisa melihat kehangatan cinta keluarga orang lain dari sisi luar dunia yang gelap dan dingin. Tidak. 

Bapak

Setiap kali mendengar kata 'ayah', 'bapak', maupun 'papa' aku selalu terkesan. Aku begitu mengagumi sosok ayah dalam hidup ini, siapa saja. Aku suka melihat ada seorang ayah yang begitu tegas dalam keluarga sehingga agak disegani anak-anaknya. Lebih, aku suka sosok ayah yang amat dekat dengan anak-anaknya; suka bercanda, dan penuh kreatifitas. Sesekali aku melihat sosok tersebut; mungkin ketika hari Minggu, tak lepas dari pandangan mata dan hati ayah yang amat kreatif, yang mengajak keluarganya piknik dan menikmati segala keindahan bersama. Penglihatan-penglihatan seperti itu kerapkali menentramkan hatiku. Rasanya, aku terdorong dan bermimpi untuk menjadi ayah sebaik itu. Perjumpaan dengan seorang ayah yang telah kehilangan sosok wanita sebagai ibu dalam keluargapun kerapkali menyentuh hati ini. Biasanya, yang kujumpai adalah mereka yang berteguh hati(courageous), yang tetap menjadi penghangat untuk anak-anaknya. Dimanapun aku dapat menjumpai sosok itu. Di gereja(sering) dan di tempat-tempat lain yang tak terduga.
Ayahku 
Ia seorang yang payah. Ini bukan berarti aku tak mencintainya, aku berkata demikian. Dulu, dia itu seorang yang tegas dan sedikit penuh kehangatan. Kira-kira saat aku masih kelas dua SMP, ia mulai berubah. Segala sifat jeleknya keluar. Ia jadi penuh kecemburuan, suka mengekang dan berkata serta berperilaku kasar. Ibu sangat tersiksa pada waktu itu, ia tak bisa hidup layaknya seorang ibu pada waktu itu. Ia terus dikekang; setiap pria yang meneleponnya membuat ayah cemburu dan semakin mengekangnya. Dan puncaknya, ketika aku tiada di rumah(di seminari), ayah benar-benar beringas. Entah karena apa, aku dengar ibu diseret dan dicekik. Mungkin karena ibu melawan dan ayah tak mau kalah. Ayah juga sempat mengatakan kata-kata yang sungguh tak pantas dikatakan: membunuh! Maka keesokan harinya ibu dengan bantuan mbak Lilis berhasil melarikan diri dari rumah dan aman.
My father..used to be..like this
Nah karena itulah ia kukatakan sebagai ayah yang payah. Masih ada lagi, setelah resmi bercerai dengan ibu, tingkah lakunya semakin liar. Ia sering keluar bersama teman-temannya yang masih muda dan bersenang-senang. Iapun hendak kawin lagi dengan seorang perempuan yang terus mengejarnya. Syukurlah itu hanya hampir terjadi. Berkat pakdhe Jas(mungkin) dan sedikit kesadaran dirinya ia urungkan niat itu. Setelah itu ia hanya fokus membiayai anak-anaknya. Kesan 'payah' padanya tetap melekat dalam hatiku. Bagaimanapun, ia tetap ayahku. Kebencian tak akan bertahan lama sebanding cinta. Bagaimanapun, aku ingin mengangkat kembali derajat keluargaku yang telah hancur berantakan dan terperosok ke jurang sedalam-dalamnya. Aku!
Aku juga bertekad menjadi seorang ayah yang penuh kehangatan dan kreatif. Aku ingin menjadi pecinta yang tulus. Dengan segala apa yang telah kulihat dan kualami, aku akan selalu membangun pondasi-pondasi sifat-sifat keayahan yang baik. Aku ingin jadi ayah yang baik!


Sabtu, 10 Agustus 2013

Masalah yang Salah Timing

Di lebaran yang seharusnya ada sukacita ini, lagi-lagi keluargaku berantakan. Adikku Frida yang kemarin lusa baru datang di Blitar bersamaku harus pulang karena larangan orang yang namanya suster Luis(pemimpin Sang Timur tempat ibuku bekerja). Di timur sana, ibuku tengah menghadapi masalah 'biasa' yang besar. Si grandong, karyawati kesayangan suster lagi-lagi menghasut si pemimpin itu sehingga ibuku terus bertugas, sementara Frida jadi tidak bisa lebaran di Blitar. Aku menyebut masalah 'biasa' karena memang sudah jelas, segala penderitaan yang dialami Frida dan ibu, serta kebanyakan orang disana berasal dari si grandong jelek dan mrongos yang suka menghasut si pemimpin untuk melakukan apa yang ia pinta. Sungguh itu sangat keterlaluan bagiku, meski aku tak merasakannya. Namun, tak kuasa hati ini menahan terus amarah karena orang-orang yang aku cintai disakiti terus. Difitnah terus sehingga suster Luis sering memarahi mereka. Ohh sungguh keparat! Jika dan hanya jika aku sudah bekerja, aku akan mengentaskan ibu dan Frida dari temppat jahanam tersebut. Mengalami hal ini rasanya hidupku sudah hancur, keluargaku patah! Tak ada harapan, tak ada pertolongan. Bagaimana tidak? Aku curhat ke emak, ia tak menatap setiap kata-kataku; ia nyelimur! Sanak-saudara? Mereka punya hidup masing-masing; mereka hanya bisa menasehati supaya sabar. Sungguh, hanya aku dan keluargakulah yang menghadapi hal ini. Diriku? Aku terpuruk, sungguh mengapakah hal berat ini tak kunjung berhenti menyiksa orang-orang tercinta. Mengapa si grandong jahat itu, yang dibenci banyak orang, tetapi tetap kuat sejak dulu dan amat disayang si pemimpin? Sungguh, apakah ini suatu keadilan dalam hidup?
Hmmm...syukurlah tadi pagi ibu curhat kalau semua karyawan dimarrahi suster, setelah sebelumnya ibu takut hanya ia dan Frida yang akan dimarahi suster. Dengan dimarahinya banyak orang, jadi ibu merasa tidak sendirian terpojok. Mungkin Tuhan menjawab doa-doa dan rintihan kami perlahan. Sebuah rencana agar ibu bertahan sampai Frida lulus, lalu keluar, cari kerja lain, sementara Frida sekolah di Blitar, terlintas di pikiranku, pikiran ibu, bapak, dan emak. Semoga terwujud! AMIN.

Terlepas dari itu semua, aku merasa segala cobaan ini adalah supaya aku dan semua menjadi orang yang teguh hatinya(courageous). Aku sebagai ujung tombak akan mengangkat kembali keluargaku. Aku bertekad. Aku akan selalu memulai, dan Tuhan, hanya berkat-Nyalah yang akan menyongsongku menembus batas!

Bahasa

Oh ya, bahasa apa ya yang nyaman digunakan di blog ini? 'Gue' memang bagus sebagai kata ganti orang pertama, tapi ngga nyaman juga soalnya aku orang jawa. Bagaimana dengan sedikit modifikasi? Ide bagus! Kue? Ahh, alay deh! Awak? Terlalu ndeso, coi! Uak? Bahasa Malang coi...boleh, boleh. By the way ini aku lagi diskusi sama diri sendiri. Okeh, sebagai kata ganti orang pertama kasual akan kugunakan uak. Sebenernya 'uka', tapi Malangers biasa cari yang enak diucapin, kaya Singo Edan yang seharusnya kalau dibalik jadi Ognis Nade jadi Ongis Nade; kira-kira seperti itulah, bro!
Aah, sori-sori! Kayaknya 'aku' sudah kasual deh bro! Oke, kesepakatan berubah! Kata ganti orang pertama kasual adalah 'aku', tetap 'aku'.
Hmm... 'gue' juga nyaman sepertinya tapi akan kugunakan kadang-kadang.
*Yahh beginilah, aku suka ngobrol sama diri sendiri; berantem? Sering! Kadang diri sendiri teman terbaik, tapi kadang juga musuh mengerikan bro!

Lebaran

Lebaran adalah salah satu moment favoritku, selain natal, tahun baru, paskah, dan ramadhan. Dalam lebaran, aku suka 'nglencer' atau silaturahmi ke tempat saudara-saudara, apalagi kalau pas rombongan bersama sanak-saudara di Gondoroso. Aku dan keluarga biasa berkunjung ke dusun sebelah, Semanding, untuk silaturahmi ke pak Barji dan lain-lain. Kami juga biasa silaturahmi ke Tawangsari (pak Sis), dan ke Klepon (Pakdhe Jas, dll). Centong, Tegalrejo, hingga Bendelonje turut terkunjungi pula. Nahh itu semua sanak-saudara yang dekat; kalau yang jauh yang biasa kami kunjungi adalah sanak di Tulungagung, Srengat, dan Kediri..ohH, bahkan daerah gunung kidul sana. Bersilaturahmi bagiku menyenangkan sekali, karena bisa berkumpul 'ayem' dengan saudara-saudara dan dapet uang saku banyak(eittss yang ini pas aku maish kecil). 'Nglencer' dengan keluarga sendiri juga asyik. Namun itu dulu, pas bapak masih satu sama ibu. Meskipun begitu, lebaran adalah momen spesial bagiku, favoritku! Rasanya bagaimana gituu, lebaran itu! Sumpah, bener-bener damai! Tentram hati ini!

Konsep

Aku bingung mengenai konsep blog ini. Awalnya ingin kuceritakan hidupku dari awal dahulu hingga sekarang, namun karena tidak suka rutinitas aku memilih konsep tulisan bebas. Jadi, aku akan menulis sekehendak hati, tentang apa saja yang sedang ada dalam pikranku dan semua hal berkesan yang kualami pada suatu waktu. Tentang perjalanan hidupku, mungkin akan kubuat semacam tags agar terjalin rangkaian yang dapat dikronologikan.

Seminari

Anggota RT 6, wilayah tiga
Ingin kuceritakan sedikit mengenai kehidupanku setelah lulus SMP dulu. Aku melanjutkan pendidikan ke seminari Santo Vincentius a Paulo, Garum, Blitar dengan motivasi ingin menjadi pastor. Entah apa yang membuatku berani meninggalkan nikmatnya kebebasan sebagai remaja dan sekolah di luar demi sebuah motivasi yang menggiringku ke tempat yang tertutup dari keramaian dan kemegahan dunia. Namun tak ada yang perlu disesali, sebab di dalam seminari aku merasa seperti hidup di dunia yang lebih luas; wawasanku bertambah! Oh iya, pembaca perlu sedikit mengenal apa itu seminari. Seminari berasal dari kata "semen" dan "arium"(bahasa Latin) yang masing masing berarti benih dan tempat. Jadi, dalam konteks pembinaan menjadi pastor, seminari atau "semenarium" berarti tempat pembenihan calon-calon pastor. Tipe tempat pembinaannya adalah boarding school, yaitu sekolah dimana para siswa didiknya tinggal di asrama, kalau Islam seperti pondok pesantren, atau bisa juga disamakan dengan Hogwarts dalam serial Harry Potter(Nahhhh, ini...hampirr sama persis). Disini, para calon akan digembleng selama empat tahun untuk lebih matang dan mantap menjadi pastor.

Kelas XA & Septian
Siswa di seminari beragam. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru tanah air. Sejauh pengetahuanku, ada yang datang dari Sumatera, Kalimantan(Banjarmasin, Batulicin, dll), Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Jogjakarta, Jawa Timur(tentu saja), Bali, Lombok, Kupang, Sumbawa, Flores, hingga dari ujung timur Papua. Mereka datang dengan berbagai motivasi besar maupun kecil. 

Masa-masa di seminari adalah masa-masa berharga dalam hidupku. Disitu aku temukan keindahan persahabatan, persaudaraan, perjuangan hidup mandiri, dan petualangan iman dalam mencari Tuhan. Untuk hari ini aku hanya ingin berbagi mengenai hari pertamaku di tempat itu. Well, aku tak terlalu ingat tanggal dan hari; di suatu pagi kedua orangtuaku sibuk mempersiapkan diri untuk mengantarkanku ke seminari. Saat itu waktu betul-betul berlalu cepat; sebentar kemudian semua persiapan telah mantap dan semua siap mengantarkanku ke seminari. Benar-benar cepat! Aku dan sekeluargaku sampai di depan gerbang suci seminari. Saat itu dapat kulihat raut wajah kedua orangtuaku dan segenap keluarga sedikit sendu, karena pada hari itu juga anak yang paling besar di keluarga tidak akan lagi berada di rumah. Sungguh menyedihkan aku mengenangkan ini, namun pada saat itu aku tidak terlalu sedih, rasa sedih karena berpisah dengan orangtua dan keluarga serasa kalah dengan rasa penasaran pada diriku akan seperti apa kehidupan di seminari. 
Ini Rookies tahun 2009, termasuk aku
Maka akupun resmi menjadi seminaris(sebutan siswa seminari). Saat memasuki gerbang, beberapa pemuda di meja yang berfungsi sebagai meja resepsionis menyambutku, lalu satu diantara mereka mengantarkanku ke asrama. Kesan pertama memasuki asrama seminari sangat mengagumkan! bangunan-bangunan berarsitektur belanda benar-benar megah terawat! Orangtua dan segenap keluarga yang mengantarku juga sempat menikmati keindahan klasik itu. Mereka diberi waktu (mungkin) sampai jam lima sore sebelum merelakan putra-putra mereka berpisah dari pelukan hangat keluarga untuk hidup mandiri di tempat penggemblengan, seminari. 
Di seminari kumulai hidupku sebagai anggota RT 6 di asrama, siswa kelas 10A, dan anggota dari angkatan baru yang bernama SAINT JOSEPH BROTHERS. 

Prolog

Akhirnya kulaksanakan anganku untuk membuat blog baru yang lebih privasi. Nahh, sekarang perkenalkan blog-ku yang baru ini: Mea Viva Vox. Aku pernah sedikit belajar bahasa Latin, jadi mungkin nama blog ini berarti "Suara Kehidupanku". Disini akan tertulis bagaimana peristiwa-peristiwa yang kualami membuatku jadi seperti apa dalam hidup ini. Mungkin ini bisa jadi lanjutan dari diariku yang sudah lama tak terisi. Nahh, blogg, tunggu aku memposting cerita-ceritaku! Semoga saja aku bisa 'sedikit' rutin membagi kisahku disini.