Sabtu, 01 November 2014

Short Break Bromo

Hari yang panjang. Badan terasa lelah sekali setelah seharian berpetualang. Ya, ini adalah sebuah petualangan. Karena medan yang sulit, hal-hal baru, dan pemandangan-pemandangan alam yang menakjubkan, kami menyebutnya petualangan.

Teman-teman berkumpul di kost saya karena menghindari gagal bangun karena alarm dan supaya bisa berangkat bersama. Kami berusaha memanfaatkan waktu yang sedikit untuk istirahat, namun beberapa harus terjaga terus karena tidak bisa tidur. Mendekati pukul dua, kami bersiap-siap dan berangkat menuju tempat berkumpul di dekat monumen patung pesawat, Soekarno-Hatta Malang. Setelah semua siap kami berangkat. Jalanan kota tampak sepi sekali, kecuali pasar Blimbing yang sudah ramai dengan pedagang-pedagang. Jalan kami masih mulus, belum ada tantangan samasekali sebelum memasuki area pedesaan dan pedalaman. Berkelok, kelok dan menanjak, serta curam; kami beberapakali mengalami kesulitan karena tingkat kemiringan yang ekstrim. Namun, yang terdepan selalu menunggu yang jauh di belakang agar tidak terpencar. Ohya, selain ekstrim, udaranya sangat sangat dingin sekali. Apes sekali bagi beberapa dari kami yang menjadi pengendara dan tidak memakai sarung tangan. Dalam hal ini saya sedikit mendapat bantuan dari selembar halaman Jawapos yang saya jadikan windbreaker, menutupi perut dan mencegah masuk angin. 
Sementara jalan terasa semakin menanjak, udara semakin terasa dingin. Berat, namun kami tetap semangat, dan semangat ini muncul dari sebuah pemandangan menakjubkan di atas langit. Dibawah naungan pohon-pohon, bintang-bintang di langit tampak begitu indah dan gemerlapan. "Rasanya seperti dekat sekali dengan Sang Pencipta," salah satu kawan berseru. Perjalanan semakin menantang, udara dingin semakin menyengat ke dalam, dan rombongan kami semakin bergembira untuk  segera menyambut fajar di Bromo. 
Sesampainya di daerah tengger, ada banyak hal unik, seperti orang-orang memakai selendang atau sarung dan berjalan menggendong keranjang, orang berkuda, dan wajah-wajah ramah penduduk lokal yang seolah tak terganggu dengan suara bising mesin motor kami. 
Setelah masuk pintu gerbang, jalan kami menjadi semakin sulit karena ini weekend dan banyak sekali orang di atas untuk melihat matahari terbit. Ada banyak sekali orang, baik bule, mahasiswa seperti kami, dan wisatawan lokal, sementara jalannya sempit dan ada banyak jeep diparkir di sepanjang jalan. Sulit dan berbahaya, pun demikian kami sampai di lokasi paling baik untuk menyaksikan Sunrise. Seperti orang pada umumnya, kami berfoto-foto hingga puas. 

Luas dan menakjubkan, bukan?
Amatir, hasil kamera ponsel
Dari kamera teman.

Terimakasih, kawan! Sayang sekali fotografer tidak ikutan.

Perjalanan Pulang
Kami pulang lewat Tumpang, sehingga harus melintasi lautan pasir dan mengelilingi dua gunung.  Di tempat itu, tantangan sebenarnya menanti. Pasir yang tebal membuat motor kami berulangkali hampir jatuh. Agak sulit bagi kami untuk menentukan arah, karena kendaraan-kendaraan yang menjadi patokan melaju sangat kencang sehingga tak terkejar. Untunglah tadi teknologi menolong kami. GPS dari tablet kawan kami menuntun perjalanan melewati hamparan pasir luas yang seperti tak berujung, melewati seorang pedagang minuman di tengah panasnya “gurun pasir” itu, melewati padang rumput kering yang hangus terbakar, melewati lembah hijau, hingga tanjakan-tanjakan curam dan berpasir. Pasir, badai pasir, dan tanjakan bepasir
, demikianlah tadi kami kesulitan. “Duh, aku kangen jalan beraspal, sep,” keluh seorang kawan  tadi. Sungguh berat memang, namun tadi juga ada keramahan-keramahan yang memberi semangat. Para pengendara kuda yang kami temui sepanjang jalan membalas sapaan kami dengan ramah, dan sesekali juga beberapa dari mereka menyapa lebih dulu. Mereka seperti menyertai jalan kami, hingga ke tanjakan akhir yang katanya adalah yang terberat. Dan.. sampailah kami di pos istirahat. Setelah menghabiskan beberapa menit di pos itu, kami pulang. Perjalanan pulang melewati jalan beraspal juga tak kalah menantang. Kami melawan rasa ngantuk dan terus berkonsentrasi sepanjang jalan.
Bentang alam menakjubkan, Indonesia!
Pada akhirnya, kami sampai. Beberapa kawan langsung menuju tempat mereka masing-masing, sementara dua kawan beristirahat di kost saya. Demikianlah; hari ini hari yang panjang, pun sangat menyenangkan. Saya tidak akan menolak untuk melakukan petualangan lainnya bersama kawan-kawan ini.




Harus berhati-hati ketika melepas helm atau masker karena
badai pasir datang tiba-tiba.

Luas membentang, indah pemandangan!
Dua kawan sedang bersusah payah melewati
hamparan pasir tebal yang sulit dilalui kendaraan bermotor.
Tampak pemandangan orang sedang mengendarai kuda di kejauhan.
Bagi mereka, lautan pasir tak menyulitkan samasekali, dan justru
dengan berkendara seperti itu mereka terlihat sangat menikmati,
meng-iming-imigi saya untuk naik kuda.













Sementara dua kawan lain
yang naik V-xion
tak terlalu susah melewati
medan yang
(kalau bahasa jawa
istilahnya) bledu.






Setengah perjalanan. Berapa lama
lagi? Tak tahu, yang jelas kita
harus memutari gunung-gunung.
Pengalaman pertama motor ini melewati medan berat adalah ketika menuju
lembah gunung Kelud. Namun saat itu yang dilewati adalah sungai dan
bebatuan. Kini, si motor harus melewati lautan pasir luas;
berulangkali terseok-seok, namun teman saya mulai terbiasa dengan medan
dan berkendara seperti orang-orang lokal. *Mereka melaju cepat sekali
sehingga tidak akan terseok-seok dan keseimbangannya terjaga.























Ohya, setelah meninggalkan Bromo, ada dua hal (pertanyaan) yang masih membuat saya heran dan bertanya-tanya. Pertama, saya heran dengan wanita yang berjualan di tengah padang pasir itu. Lho, bagaimana ya dia membawa barang-barang dagangannya? Apa diantar dan dijemput dengan sepeda motor atau jeep? Atau, apakah kalau sudah petang ia tinggalkan warung kecilnya itu dan pulang ke rumah? Ada banyak kemungkinan, saya tidak tahu. 
Yang kedua adalah bapak tukang bakso. Nahh.. ini nih. Darimana bapak ini berasal dan bagaimana bisa ia melewati medan berat yang kami lalui setelah berpapasan dengannya. Jalannya curam dan berpasir. Ini sulit sekali bahkan bagi motor yang tidak bermuatan selain pengendara sendiri. Kalau memang benar si tukang bakso melewati medan itu, wahh... sumpah itu keren banget! Namun, bagaimana nasib bakso dan mangkoknya? Haha, saya tidak tahu bagaimana, yang jelas akan nikmat sekali makan bakso setelah lelah melewati lautan pasir itu.

Tulisan saya kali ini mungkin ada banyak kesalahan dan minimnya variasi bahasa. Maklum, ya… karena saya sendiri sangat capek dan kurang berkonsentrasi juga karena ngantuk. Baik, sekian. Gracias multas! Terimakasih!
Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar