Minggu, 30 November 2014

Bapak Darto yang Terberkati

Menghadiri misa di Sabtu sore yang mendung namun tidak hujan sedikit terasa berbeda untuk saya, sebab sudah dua miggu saya tidak ke gereja. Dan kali ini, saya menghadiri misa di kota saya ini. Selalu ada kerinduan besar akan gereja tua itu, meskipun para imam datang dan pergi dan sedikit yang saya kenal sekarang, namun jemaatnya tetap; saya mengenal mereka.
Seperti biasa, tempat duduk di belakang menjadi favorit. Nah, disini saya bertemu pak Darto, guru matematika waktu saya kelas tiga SMA. Beliau sudah sangat sepuh, namun wajah cerianya tak pernah pergi. Saya sedikit heran karena biasanya beliau duduk di depan, dan ketika saya bertanya mengapa kok tumben duduk di belakang, beliau menjawab sambil tersenyum, "kalau dulu saya sama istri saya, sekarang sendiri." Istri pak Darto meninggal pada 30 Oktober yang lalu. Setelah mengetahui hal ini, saya merasa tidak enak dan bingung harus mengobrol tentang apa lagi, namun beliau dengan wajah sumringah-nya tetap mengajak saya bicara tentang hal lain yang menyenangkan. Di akhir misa, pak Darto berdoa singkat, lalu setelah itu berpamitan pulang duluan sambil mengucapkan "semoga sukses" kepada saya.

Perjumpaan dengan pak Darto membuat saya terharu. Kini beliau sudah tua dan sendiri, namun tetap menghadiri misa dan bersikap ceria dan ramah. Kini beliau duduk di bangku belakang, bangku pilihan bagi (agak) banyak kaum pria yang ke gereja tidak bersama istri, atau pacar dan bagi mereka yang masih lajang, bangku pilihan untuk menyaksikan lebih luas perayaan rahmat Tuhan.
Kini saya berdoa agar pak Darto selalu sehat dan agar beliau tidak kesepian. Untuk semua kebaikan yang beliau telah berikan, semoga rahmat kedamaian menyertai sehingga kepenuhan hidup menjadi milik beliau.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar