Jumat, 27 Februari 2015

Di Rumah Sakit

Sekarang saya berada di RS Saiful Anwar Malang. Jam berkunjung sudah berakhir dua jam yang lalu. Suasana di sekitar lumayan sepi. Hanya ada para pasien dan satu anggota keluarga yang berjaga, di setiap bilik ruangan. Di satu sudut, para perawat dan dokter berjaga ditemani TV yang menyala. Sepi namun tidak terlalu sunyi; mungkin begitulah kata kata yang tepat untuk menggambarkan suasana saat ini karena di luar masih terdengar beberapa orang bercakap cakap. Selain di luar, di bilik sebelah juga masih terdengar percakapan.
 Disana seorang bapak yang usianya sekitar 50 tahun menemani isterinya, seorang perempuan sakit yang masih (bahasa jawanya) etes, atau semacam cerewet. Mereka berbicara banyak. Si ibu banyak mengeluh tentang banyak hal; tentang ketidakbetahannya hanya duduk dan berbaring, tentang kebosanannya, tentang anak anaknya yang nekat mudik jauh jauh untuk menjenguk, tentang kesulitannya untuk tidur, dan lain lain. Disamping mengeluh, si ibu juga suka membuat suara suara; ketika menguap, ketika  bernafas saat berbaring, dan ketika meregangkan badan. Biasanya ketika si ibu demikian, bapak itu menegurnya. "Opo seh iku ma," atau "koyok koyok o ndek omah wae."  Bsegitulah mereka berdua, menit demi menit dan jam demi jam. Alih-alih merasa terganggu, saya justru menikmati percakapan mereka. Suatu penghiburan tersendiri mendengar mereka berbicara. Semacam lucu. Namun, diluar apa yang saya ceritakan ini, nenek rupanya tidak suka mereka. Si bapak itu tidak sopan, kata nenek. Seringkali berjalan membuka pintu dan tidak menutupnya kembali. Saya tidak tahu akan hal ini karena ini pertamakali saya menjaga nenek.

Bagi saya mungkin si bapak itu hanya tidak tahu kalau hal itu mengganggu ketrentaman orang lain. 

Ya begitulah sekiranya ini dapat menyambung cerita sebelumnya. Mungkin terdapat banyak typo karena saya mengetik lewat ponsel saya yang sudah lemot kebanyakan aplikasi. Baiklah. Sampai jumpa!









The Bucket List

Kamis, 26 Februari 2015

Tentang Orang Tua dan Sakit

"Apakah ini tentang bagaimana segala sesuatu melewati hidup? Siang dan malam, tanpa istirahat,"
(Confucius, Guru jarang mengerjakan, Bab 9 alinea 16).
Kutipan dari Confucius dalam buku yang saya pinjam dari seorang teman saya ini mungkin dapat mewakili apa yang saya dan keluarga alami akhir-akhir ini. 

Karena kesibukan kuliah dan urusan pribadi, saya sering melewatkan kesempatan berkumpul dengan kawan-kawan lama saya. Sekitar dua minggu yang lalu, di akhir pekan, ketika ada kesempatan menghabiskan waktu bersama mereka, saya justru sibuk di kampung halaman karena acara keluarga. Seminggu kemudian, saya tidak ada waktu lagi untuk weekend. Nenek saya sakit dan harus menjalani serangkaian proses medis yang serius. Tidak ada yang memberitahu tentang apa sakitnya, yang jelas beliau harus opname di RS Syaiful Anwar Malang, di tempat khusus pasien penyakit dalam, dua hari yang lalu. Semua anggota keluarga membantu semampu mereka, namun hanya bibi saya yang paling muda yang bisa menemani nenek saya selama masa perawatan karena disamping peraturan yang hanya memperbolehkan satu orang saja yang menjaga di luar jam besuk, bibi saya ini satu satunya yang tidak terikat rutinitas harian. Jadi selama ini ia menjaga nenek siang dan malam, namun di akhir pekan ini saya akan menggantikannya sampai hari Minggu agar ia dapat beristirahat dan menghirup udara segar. Sungguh, hari-hari ini terasa berat. Namun beruntung saya sudah presentasi proposal skripsi kemarin; beruntung juga, saya tidak memiliki job seperti teman-teman saya yang seluruh waktunya tersita hingga depresi sehingga saya punya cukup waktu untuk membantu keluarga saya, khususnya nenek.

Saya juga bersusah hati, sama dengan yang lain. Karena, sosok nenek saya ini bukanlah sosok seorang yang tua, yang hanya dikunjungi ketika liburan atau akhir pekan, namun lebih dari itu. Kehadiran beliau sama berartinya dengan kehadiran ibu. Dulu di SMA, nenek yang sering mengunjungi saya di asrama karena pada waktu itu ibu bekerja di Malang dan bapak saya, meskipun ada di kota ini tapi tidak pernah berkunjung. Jadi, sangat menyedihkan sekali melihat beliau tidak sehat dan aktif seperti biasanya. 

Saya membaca blog teman karib saya dan seorang teman lama. Mereka juga mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan seperti saya akhir-akhir ini. Ayah mereka juga sedang menderita sakit. Namun, salah satu dari orangtua kawan saya ini berada di luar kota dan lumayan jauh. Mungkin hari-hari ini juga berat bagi kawan ini. Saya turut bersedih atas apa yang ia alami akhir-akhir ini. Namun, saya harap hari-harinya tidak suram dan tidak seperti apa yang saya katakan "mungkin" tadi, melainkan tetap penuh berkah dan kebaikan. Saya berharap rahmat Tuhan selalu menyertai segalanya. Semoga rahmat kesembuhan berserta orang tua- orang tua kami yang sakit. Amin. 

 Demikianlah, kawan. Demikianlah bagaimana saya akhir-akhir ini. Merasa bersedih, ya, saya mengakuinya. Namun, hari-hari ini juga ada banyak anugerah yang saya terima. Ada banyak rasa syukur yang saya ucapkan setiapkali saya sembahyang. Semoga, siapa saja yang juga mengalami hal berat di saat ini juga menerima banyak berkah dan kebaikan seperti saya.

Jumat, 06 Februari 2015

Perubahan

Rasanya baru kemarin saya memposting tentang "all is well," dan hari ini saya mendapatkan tantangan untuk menerapkannya. 
Akhir-akhir ini, mungkin bisa menjadi hari-hari paling tidak menyenangkan bagi keluarga saya di tahun 2015 ini. Di tempat kerjanya, ibu terlibat suatu masalah serius hingga ia harus segera angkat kaki dari tempat itu. Pagi ini, saya membantu mengemasi barang-barang dan mencari kost untuk adik saya. Mencari kost; ini yang paling saya khawatirkan. Kami harus segera menemukannya sehingga ada tempat tinggal untuk adik meskipun ibu sudah kembali ke Blitar.* Saya berusaha untuk tidak bersusah hati karena masalah yang mengejutkan ini. Cuaca cukup cerah untuk mendukung saya berusaha tetap tenang dan syukurlah, berkat doa-doa pengharapan, saya dan ibu tak butuh waktu yang lama untuk menemukan sebuah kos sementara untuk adik. Berkah Tuhan!
Setelah itu, sambil membantu packing barang-barang, saya mencoba menenangkan suasana hati untuk dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Segala hal memang masih kacau dan hari-hari berikutnya masih berat bagi kami, terutama ibu saya. Perubahan ini memang begitu cepat; sebelumnya kami tidak membayangkan masalah itu terjadi. Namun, di atas semua ini yang paling penting adalah bahwa Tuhan tidak meninggalkan kami. Hari ini Ia membantu; maka hari-hari berikutnya Ia pasti juga akan hadir menyertai kami. All is well. Semua akan baik-baik saja dan saya akan mengusahakan apa yang saya bisa.

Ya, begitulah kawan, hari-hari saya akhir-akhir ini. Semoga engkau dan semua anggota keluarga tercintamu, dimanapun mereka berada, tidak akan mendapati masalah seperti kami saat ini. Tuhan memberkati!

*Adik saya juga harus meninggalkan tempat itu.

Senin, 02 Februari 2015

Interval

Untuk mengisi kekosongan semata.
 
Suka film 3 Idiots? Saya pertamakali menontonnya bersama teman-teman SMA saya. Ada banyak pesan di komedi itu. Dulu, yang menurut saya paling berkesan ialah tentang jargon "all is well" nya itu. Begini kira-kira kutipan percakapannya;
"All is well.
"Whenever you are in trouble, say these words! Though it doesn't solve the problem, it gives you strength/courage to deal with the situation."
Atau begini;
"Di kala kesusahan, katakanlah dalam hatimu, "all is well."
"Memang ini tidak akan menyelesaikan masalahmu, tapi memberimu kekuatan untuk menghadapinya."
Sekarang, setelah sekian lama lupa dengan pesan filmnya dan menontonnya lagi, saya kembali teringat akan teman-teman dekat saya di seminari dan menangkap pesan baru yakni tentang keutamaan atau keunggulan. Kepada dua kawannya Rancho memberi petuahnya; bahwa dalam hidup jangan mengejar kesuksesan, tapi keutamaan, keunggulan. Keutamaan yang dimaksud ini, saya artikan dengan hal-hal yang kita perjuangkan. Sebagai contoh; kawan saya suka menulis, atau memotret, dan ingin memperjuangkan hobinya ini; maka itulah keutamaan miliknya. Jadi, sangat dianjurkan kawan saya ini untuk terus memperjuangkan hal itu, memperjuangkan hal yang ia sukai supaya kesuksesan yang ia raih nanti kesuksesan yang sejati. 

Ya, demikianlah.
Semoga engkau berhasil memperjuangkan hal-hal yang engkau suka!