Minggu, 14 September 2014

Pikiran Tenang

Tiga hari yang mengesankan di rumah telah berlalu. Saya kini berada di kost lagi. Ada sebuah kabar gembira. Hari esok mungkin akan lebih ringan karena absennya seorang dosen galak dan cerewet yang suka memaki mahasiswa-mahasiswinya. Namun diatas semua ini saya bahagia karena telah berkesempatan pulang ke rumah dan merasakan tenangnya suasana hidup. 
Tiga hari saya dapat tidur dengan suasana hening, berdoa dalam silentium, dan melakukan aktivitas-aktivitas yang menyegarkan pikiran, tanpa sekalipun teringat akan tugas. Hal ini terasa seperti pembaharuan hidup.
Sore ini saya kembali ke Malang. Ketika mampir di toko alat tulis depan sekolah saya dulu untuk membeli beberapa kertas, saya berjumpa Gabriel Rio Emar, seorang adik kelas dari Kupang yang kini sudah menjadi misionaris dan diutus. Kami mengobrol sebentar, karena ia kelihatan agak terburu-buru. Saya menitipkan salam kepada Alfredo dan Evam, dua adik kelas yang sudah sejak dulu saya beri respect. Syukurlah mereka berdua melanjutkan pembinaan ke jenjang atas dan meneruskan panggilan imamat.
Perjumpaan kecil itu tadi membawa semangat dan rasa bangga di hati, apalagi ketika melihat gedung sekolah dari jauh. Masih seperti dulu. Bangunan tua bergaya arsitektur belanda. Megah. Di dalamnya telah tersimpan kenangan-kenangan di masa pembinaan. Di balik gedung berhiaskan sinar remang-remang matahari senja tersimpan jejak orang-orang hebat dan para sahabat.
Dalam pesona yang sedemikian indah, saya hampir lupa harus kembali ke Malang. Rasanya seperti masih menjadi bagian dari komunitas orang-orang terpanggil itu. Dengan suasana hati yang penuh kegembiraan, saya beranjak pergi. Rio melambaikan tangan selagi berjalan memasuki gerbang Vincentius. Saya membalasnya, dan melaju dengan semangat meninggalkan sore yang indah menuju kota Malang yang siap menanti saya dengan tanggungjawab-tanggungjawab dan tugas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar